Menuju konten utama

PBB: Rohingya Tak Bisa Dipaksa Pindah ke Pulau Terpencil

Menurut PBB, relokasi etnis Rohingya harus dilakukan secara sukarela dan bukan karena paksaan.

PBB: Rohingya Tak Bisa Dipaksa Pindah ke Pulau Terpencil
Pengungsi Rohingya berenang di sebuah sungai yang melewati kamp di Cox's Bazar, Bangladesh, Jumat (22/9/2017). ANTARA FOTO/REUTERS/Cathal McNaughton

tirto.id - Kepala Badan Pengungsi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan bahwa Bangladesh tidak bisa memaksa muslim Rohingya yang melarikan diri dari Myanmar untuk pindah ke kamp-kamp dipulau terkecil, Senin (25/9/2017).

Sejak adanya lonjakan baru dari pengungsi Rohingya pada 25 Agustus 2017 yang jumlahnya telah mencapai 436.000 orang, otoritas Bangladesh meningkatkan upaya untuk memindahkan muslim Rohingya ke pulau di Teluk Benggala.

Sebelumnya saat Komisioner Tinggi PBB untuk pengungsi Filippo Grandi bertemu dengan Perdana Menteri Sheikh Hasina Juli lalu, pihak Bangladesh telah menyinggung tentang rencana relokasi itu.

Pengungsi Rohingya yang berjumlah 300.000 orang telah berada di dekat perbatasan Cox’a Bazar sebelum gelombang kedatangan pengungsi terbaru mulai.

Namun Grandi mengatakan bahwa pemindahan dari kamp-kamp ke Pulau Bhashan Char atau disebut Thengar Char, harus dilakukan oleh pengungsi itu sendiri secara suka rela.

“Kita tidak bisa memaksa orang-orang untuk pergi ke tempat itu. Jadi pilihannya untuk jangka menengah, dan saya tidak ingin berbicara untuk jangka panjangnya dan juga harus sesuatu yang bisa diterima oleh orang-orang yang pergi ke sana,” tambahnya seperti dikutip dari Antara.

“Jika tidak, itu tidak akan berhasil dan orang-orang tidak akan pergi,” imbuhnya.

PBB memuji Bangladesh karena menampung warga Rohingya yang menyelamatkan diri dari operasi militer di Myanmar dan meminta masyarakat internasional membantu otoritas di sana.

“Baik untuk berpikir maju. Orang-orang ini (Rohingya) mungkin tidak bisa segera kembali dan populasinya sekarang sudah bertambah,” kata Grandi dalam konferensi pers di Dhaka.

Kepala UNHCR mengatakan lembaganya siap membantu rencana pemindahan pengungsi ke pulau dengan dengan satu studi teknis.

“Itu yang siap kami berikan. Kami belum menyampaikan karena saya belum melihat pilihan konkret di atas kertas,” kata Kepala UNHCR.

Pulau kecil di muara Sungai Meghna yang digunakan untuk pengungsi bisa ditempuh dalam waktu satu jam menggunakan perahu dari Sandwip, pulau bepenghuni terdekat, dan dua jam dari Hatiya, salah satu pulau terluas Bangladesh.

Pemerintah sudah menugaskan angkatan laut menyiapkannya untuk pengungsi Rohingya. Dua helipad dan satu jalan kecil sudah dibangun.

Otoritas pertama mengusulkan pembangunan hunian untuk Rohingya pada 2015, karena kamp-kamp pengungsi di Cox’s Bazar sudah kelebihan kapasitas.

Namun rencana itu ditunda pelaksanaannya tahun lalu di tengah laporan-laporan mengenai pulau berlumpur yang baru muncul di laut tahun 2006 itu, yang disebut tidak bisa dihuni karena sering terkena banjir pasang surut.

Dalam beberapa pekan terkahir, Bangladesh meminta dukungan internasional untuk memindahkan Rohingya ke pulau tersebut, sementara negara miskin itu berjibaku menghadapi gelombang pengungsi baru.

Lebih dari 436.000 pengungsi dari Rakhine State di Myanmar sudah menyeberangi perbatasan menuju Bangladesh sejak 25 Agustus, ketika operasi militer digencarkan menyusul serangan militer Rohingya. Tidak cukup makanan, air, atau obat di kamp-kamp pengungsian di Bangladesh yang jalannya penuh kotoran manusia, membuat PBB mengkhawatirkan penularan penyakit serius.

Baca juga artikel terkait ROHINGYA atau tulisan lainnya dari Yandri Daniel Damaledo

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Yandri Daniel Damaledo
Penulis: Yandri Daniel Damaledo
Editor: Yandri Daniel Damaledo