tirto.id - Direktur Operasional Badan Bantuan dan Pemberdayaan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA), Bo Shack, menyatakan bahwa krisis kemanusiaan di Jalur Gaza memerlukan penyelesaian politik selain bantuan kemanusiaan.
Seperti dikutip dari kantor berita Antara, Rabu (11/5/2016) Bo Schack menyampaikan hal tersebut di depan wakil organisasi non-pemerintah di Jalur Gaza pada Selasa, (10/5/2016).
Pada kesempatan itu, ia juga memaparkan, di Jalur Gaza terdapat 1,9 juta orang Palestina yang telah hidup di bawah blokade ketat Israel sejak 2007. Mereka hidup menderita akibat kemiskinan, pengangguran serta menghadapi kesulitan memperoleh listrik dan bahan bakar.
Israel telah memberlakukan blokade ketat atas Jalur Gaza sejak pengambil-alihan daerah kantung tersebut oleh HAMAS pada musim panas 2007. HAMAS mengambil-alih Gaza setelah mengusir pasukan keamanan yang setia kepada Presiden Palestina Mahmoud Abbas.
Selain blokade Israel, pemerintah Yahudi melancarkan tiga agresi militer terhadap Jalur Gaza sehingga merusak banyak rumah, sarana dan prasarana umum lainnya. Serangan militer paling akhir oleh Israel berlangsung selama 50 hari pada musim panas 2014.
Bo Schack menyatakan, UNRWA telah menyediakan layanan medis dan pendidikan. UNRWA melakukan perbaikan pada gedung sekolah dan klinik yang hancur selama agresi militer paling akhir oleh Yahudi terhadap Jalur Gaza.
Sementara itu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada Minggu (8/5/2016) memperingatkan bahwa Israel tidak akan ragu untuk menghantam Jalur Gaza dalam misinya untuk melenyapkan terowongan HAMAS.
Ketika menanggapi pembukaan terowongan pelintas perbatasan yang dibangun HAMAS, Netanyahu menyampaikan tekad untuk terus melakukan tindakan yang diperlukan guna menyingkap dan melawan ancaman (keberadaan) terowongan itu.
Perbatasan Jalur Gaza-Israel dilaporkan dalam keadaan sepi pada Minggu pagi (8/5/2016), setelah baku-tembak yang berlangsung selama empat hari.
(ANT)
Editor: Putu Agung Nara Indra