Menuju konten utama

Pasokan Rendah, Harga Cabai Masih Meroket

Kenaikan harga cabai yang mencapai puncaknya di pekan lalu, hari ini masih tetap melambung. Di beberapa daerah seperti Solo (Jawa Tengah), Tabanan (Bali), Malang (Jawa Timur), dan Palu (Sulawesi Tengah) harga cabai rawit merah masih tinggi karena pasokan yang rendah.

Pasokan Rendah, Harga Cabai Masih Meroket
Pedagang membersihkan cabai rawit di Pasar Beringharjo, DI Yogyakarta, Rabu (4/1/2017). ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah.

tirto.id - Kenaikan harga cabai yang mencapai puncaknya di pekan lalu, hari ini masih tetap meroket. Di beberapa daerah seperti Solo (Jawa Tengah), Tabanan (Bali), Malang (Jawa Timur), dan Palu (Sulawesi Tengah) harga cabai rawit merah masih tinggi karena pasokan masih rendah.

Dari pantauan Antara di Pasar Tradisional Kleco Solo, Senin (9/1/2017), cabai rawit merah dijual Rp100 ribu per kilogram, sedang cabai merah besar harganya Rp30 ribu per kilogram dan harga rawit hijau Rp50 ribu per kilogram, naik dari sebelumnya antara Rp15 ribu sampai Rp20 ribu per kilogram.

Menurut Sutinah (48), pedagang di Pasar Kleco Solo, harga cabai rawit merah dalam beberapa hari sempat turun menjadi Rp90 ribu per kilogram tapi hari ini naik lagi karena pasokan dari sentra produksi seperti Cepogo Boyolali, dan Tawangmangu, Karanganyar menurun drastis.

"Stok cabai di pasar menipis, dan harganya sangat tinggi. Kalau kondisi normal cabai rawit merah hanya dijual sekitar Rp25 ribu per kilogram hingga Rp30 ribu per kilogram," katanya.

Nyonya Sarni (50), pembeli di Pasar Kleco, mengeluh karena harga cabai sekarang mahal sementara semua anggota keluarganya suka pedas.

"Saya membeli cabai Rp5.000 dapatnya bisa dihitung dengan jari," kata dia.

Kepala Dinas Pasar, Perdagangan dan Perindustrian Kota Surakarta Subagyo mengatakan akan melakukan koordinasi dengan daerah sentra produksi yang surplus cabai untuk memasok komoditas itu ke daerahnya guna menstabilkan harga.

"Kami ikuti harga cabai di pasar, setelah itu melakukan koordinasi dengan daerah sentra cabai," kata Subagyo.

Subagyo mengatakan harga cabai naik karena saat musim hujan seperti sekarang banyak petani yang gagal panen karena tanamannya membusuk.

"Ini karena dampak musim. Saya kira jika pasokan kembali lancar harga bisa normal," katanya.

Di pasar-pasar tradisional di Malang raya, harga cabai rawit yang pekan lalu Rp75 ribu sampai Rp80 ribu per kilogram sekarang naik menjadi Rp95 ribu sampai Rp105 ribu per kilogram.

Sriatun, pedagang bumbu di Pasar Merjosari, Kota Malang, Senin, mengatakan dia terpaksa kulakan cabai sedikit karena harga naik.

"Kalau berwarna merah dan segar semua, harganya sudah beda, Rp115 ribu-Rp120 ribu per kilogramnya," ujarnya.

Ia berharap harga cabai segera turun, juga harga bahan pokok lain seperti telur, gula, dan beras juga naik.

Pedagang lainnya, Masfiroh, juga hanya kulak cabai dua kilogram sehari dalam sepekan terakhir.

"Harganya terlalu tinggi, saya tidak berani spekulasi kalau sampai tidak laku, saya ambilnya sedikit saja," katanya.

Pedagang eceran di kampung-kampung pun beberapa hari terakhir tidak punya stok cabai rawit karena stok kosong di pasar induk seperti Pasar Induk Gadang (PIG) Kota Malang, Pasar Karangploso dan Mantung, Kabupaten Malang.

Di Tabanan, Bali, harga cabai rawit yang menurut tim Tim Pengendali Inflasi Daerah Kabupaten Tabanan sebelumnya Rp30 ribu per kilogram sekarang sudah naik menjadi Rp 80.000 per kilogram.

Harga cabai rawit yang sebelumnya rata-rata berkisar Rp15 ribu per kilogram di Palu sekarang juga naik menjadi Rp80 ribu per bulan.

"Ini tertinggi dalam beberapa bulan terakhir,"kata Rumiati, seorang ibu rumah tangga di Palu.

Kepala Seksi Usaha dan Sarana Perdagangan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sulawesi Tengah Rudi Zulkarnain mengatakan harga cabai rawit naik karena stok kurang akibat turunnya produksi cabai di Kabupaten Poso dan Sigi.

"Ini yang memicu harga cabai di pasaran naik," kata Rudi.

Baca juga artikel terkait HARGA CABAI NAIK atau tulisan lainnya dari Maya Saputri

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Maya Saputri
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri