tirto.id - Komisi Pemilihan Umum (KPU) memastikan pelaporan harta kekayaan sebagai syarat wajib dalam pendaftaran calon kepala daerah atau calon wakil kepala daerah di Pilkada serentak 2018.
Saat ini, sejumlah calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah mulai mendaftarkan diri untuk maju di Pilkada 2018. Namun, tidak sedikit di antara para calon kepala daerah terpantau belum melaporkan harta kekayaan ke KPK. Padahal, laporan harta kekayaan menjadi syarat wajib bagi para pasangan calon.
Komisioner KPU Hasyim Asy'ari menegaskan pendaftaran laporan harta kekayaan harus dilakukan pasangan calon saat mendaftar menjadi calon kepala maupun calon wakil kepala daerah karena sudah menjadi ketentuan perundang-undangan.
"Di peraturan undang-undang harus begitu. Harus punya pelaporan harta kekayaan ke KPK," kata Hasyim di Gedung Bawaslu, Jakarta, Selasa (9/1/2018).
Hasyim menerangkan dokumen Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) harus dibuat secara pribadi mengacu pada UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota. Dalam pasal 45 ayat 2 poin c UU 10/2016 menyebutkan pasangan calon harus membawa 'surat tanda terima laporan kekayaan calon dari instansi yang berwenang memeriksa laporan kekayaan penyelenggara negara, sebagai bukti pemenuhan syarat calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf j'.
Apabila tidak melaporkan LHKPN, pasangan calon (paslon) bisa dikatakan tidak lolos seleksi. "Syaratnya belum terpenuhi," kata Hasyim.
Sampai saat ini, KPU belum memegang data jumlah calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah yang sudah melaporkan harta kekayaan.
Hasyim menerangkan syarat pelaporan harta kekayaan pun tidak mempersulit pasangan calon yang belum melapor harta kekayaan. Kandidat bisa melaporkan harta kekayaan secara daring kepada KPK.
Selain itu, KPU hanya meminta lembar keterangan bahwa kandidat sudah mengajukan pelaporan harta kekayaan, bukan laporan langsung. "Yang penting sudah ada itikad baik yang bersangkutan untuk melaporkan dan sudah dapat surat keterangan dari kpk yang bersangkutan sudah melaporkan," tegas Hasyim.
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) pun ikut menaruh perhatian dalam ketertiban pelaporan harta kekayaan dan akan langsung memonitor permasalahan LHKPN.
"Dalam hal bakal calon yang belum melengkapi LHKPN menjadi fokus pengawasan Bawaslu," kata Komisioner Bawaslu Mochammad Afifuddin saat dihubungi Tirto, Selasa (9/1/2018).
Afifuddin menjelaskan LHKPN penting dalam proses pemilu. Pertama, Bawaslu bisa mengetahui sumber dan besaran kekayaan atau dana pasangan calon. Kedua, LHKPN pasangan calon dapat dijadikan bahan perbandingan dalam pengawasan dana kampanye pasangan calon.
Sebagai contoh, apabila dalam laporan dana kampanye pasangan calon menyumbang Rp200 juta, sedangkan LHKPN-nya Rp500 juta, berarti ada pengurangan dari harta kekayaannya. "Bilamana tidak berarti ada sumber dana kampanye yang disumbangkan dan bukan berasal dari dana kampanye paslon itu sendiri," kata Afifuddin.
Urgensi LHKPN pun diperkuat dengan terbitnya Perbawaslu Nomor 10 Tahun 2017 tentang Pengawasan Tahapan Pencalonan Pilkada. Dalam peratuan itu disebutkan Bawaslu berwenang mengawasi proses verifikasi faktual, proses pendaftaran calon kepala daerah hingga ketertiban paslon memenuhi dokumen LHKPN.
Afifudin menegaskan LHKPN penting disertakan dalam berkas pencalonan agar dapat digunakan menjadi indikator kepatutan dan kelayakan jumlah sumbangan pribadi calon kepada dana kampanyenya.
"Apabila hingga akhir masa perbaikan berkas, bakal calon tidak dapat menyertakan LHKPN, maka Bawaslu memastikan KPU menyatakan yang bersangkutan tidak memenuhi syarat," kata Afifuddin.
Sampai saat ini, baru sekitar 395 calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah yang melaporkan harta kekayaan kepada KPK. Pelaporan harta kekayaan harus dilakukan para paslon dengan cara mengisi dokumen LHKPN.
"Jumlah 395 orang," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah dalam keterangan tertulis yang diterima Tirto, Selasa (9/1/2018).
Febri merinci ada sekitar 42 orang calon gubernur dan calon wakil gubernur yang melapor. Dari jumlah tersebut terdiri atas 23 calon gubernur dan 19 calon wakil gubernur.
Sementara itu, di tingkat kabupaten, ada sekitar 260 orang calon gubernur dan calon wakil gubernur yang melapor yang terdiri atas 23 calon bupati dan 121 calon wakil bupati.
Sedangkan di tingkat kota, total ada 94 orang yang sudah melapor untuk maju Pilkada terdiri atas 50 calon walikota dan 44 calon wakil walikota.
Hingga saat ini, berdasarkan data per Selasa (9/1/2018), Sumatera Selatan berada di peringkat pertama dalam pelaporan terbanyak. Sekitar 40 dari 395 pelapor adalah pelapor pilkada Sumatera Selatan. Di peringkat kedua adalah Kalimantan Tengah dengan 30 laporan.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Maya Saputri