Menuju konten utama

Partai Buruh Apresiasi Permenaker 18/2022: Terima Kasih Jokowi

Partai Buruh dan KSPI mengapresiasi penerbitan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 18 Tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum (UMP) 2023.

Partai Buruh Apresiasi Permenaker 18/2022: Terima Kasih Jokowi
Presiden Partai Buruh Said Iqbal dan massa demo may day di depan gedung KPU, Jakpus, Senin 5/1/2022. tirto.id/Fahreza Rizky

tirto.id - Partai Buruh dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mengapresiasi penerbitan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 18 Tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum (UMP) 2023.

Presiden Partai Buruh sekaligus KSPI, Said Iqbal berterima kasih kepada Presiden Joko Widodo dan Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah karena menaikkan UMP 2023 sebanyak 10 persen.

Said berharap aturan yang mulai berlaku per 1 Januari 2023 itu menjadi dasar hukum dalam penentuan UMP tahun-tahun berikutnya. Hal ini menjadi catatan pertama Partai Buruh dan KSPI terhadap permenaker tersebut.

“Tentu Permenaker 18/2021 akan menjadi dasar hukum berikutnya, jangan hanya tahun ini saja. Setidaknya hingga keluar peraturan baru, yaitu omnibus law klaster ketenagakerjaan diputuskan lain,” ujar Said dalam keterangan tertulis yang dikutip pada Senin (21/11/2022).

Catatan berikutnya, Said mengatakan Permenaker 18/2022 mesti diterjemahkan oleh dewan pengupahan di provinsi maupun kabupaten/kota sebagai dasar untuk merekomendasikan kenaikan upah minimum kepada gubernur maupun bupati/wali kota.

“Bahkan gubernur sudah diundang oleh Menaker dan Mendagri (Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian) untuk diberikan penjelasan tentang tata cara kenaikan upah minimum 2023 sesuai Permenaker ini. Sehingga sudah clear (jelas), PP 36/2021 sudah tidak bisa lagi digunakan sebagai acuan penetapan upah minimum,” tegas Said.

Catatan ketiga, Said menyayangkan rumus yang dipakai untuk menghitung kenaikan upah di Permenaker 18/2022 menjelimet dan ruwet. Ia menyampaikan dua alternatif rumus penghitungan kenaikan upah minimum.

Pertama, kenaikan upah minimum sama dengan inflansi plus pertumbuhan ekonomi, di mana inflansi dan pertumbuhan ekonomi yang digunakan adalah bulan Januari-Desember pada tahun berjalan. Sedangkan alternatif kedua, menghitung standar biaya hidup (living cost).

“Di mana untuk Indonesia standar biaya hidup tersebut dinamai kebutuhan hidup layak (KHL), yang terdiri dari 64 item KHL, mulai dari harga daging, beras, baju, dan seterusnya. Hasil survey kebutuhan hidup layak inilah yang dirundingkan di dewan pengupahan untuk direkomendasikan kepada bupati atau walikota maupun gubernur,” kata Said.

Catatan berikutnya, Said menggarisbawahi kalimat enaikan upah minimum maksimal 10 persen dalam Permenaker 18/2022.

“Kalimat tentang maksimal 10 persen ini menimbulkan kebingungan dan pengertian yang keliru tentang upah minimum. Upah minimum itu minimum, tidak ada kata maksimum,” ujar dia.

Catatan terakhir, Partai Buruh dan KSPI akan menyerukan agar setiap daerah menggunakan dasar hukum Permenaker 18/2022. Kemudian, mendorong dewan pengupahan berjuang untuk kenaikan upah minimum adalah 10 persen. Saat angka kenaikannya lebih dari 10 persen, hall itu adalah hasil dari perundingan.

“Pemerintah pusat, gubernur, bupati atau walikota, dan yang paling menentukan adalah gubernur karena yang akan menandatangani SK (surat keputusan) upah minimum. Kami berharap sekali dapat dikabulkan adalah 13 persen dengan mengitung inflansi dan pertumbuhan ekonomi,” kata Said.

Said mendesak gubernur, bupati/wali kota menggunakan yang paling rasional, baik pada upah minimum provinsi (UMP) dan upah minimum kabupaten/kota (UMK) naiknya minimal 10 persen. Nilai ini didapat dari inflansi tahun berjalan 6,5 persen dan pertumbuhan ekonomi hingga akhir tahun 2022 diperkirakan 4-5 persen.

“Kita ambil yang paling rendah, katakan empat persen. Jadi empat persen ditambah inflansi 6,5 persen, nilainya 10,5 persen. Maka kenaikan 10 persen masuk akal dan itu diperbolehkan oleh Permenaker,” tandas dia.

Baca juga artikel terkait UMP 2023 atau tulisan lainnya dari Farid Nurhakim

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Farid Nurhakim
Penulis: Farid Nurhakim
Editor: Gilang Ramadhan