Menuju konten utama

Pansus Berang Pemerintah Kerap Batalkan Rapat RUU Terorisme

Pemerintah seringkali membatalkan secara sepihak rapat RUU Terorisme yang sudah direncanakan antara Pansus dengan pemerintah.

Pansus Berang Pemerintah Kerap Batalkan Rapat RUU Terorisme
Ahmad Hanafi Rais. foto/i.tokohindonesia.com

tirto.id - Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Undang-Undang Terorisme mempertanyakan keseriusan pemerintah dalam pembahasan RUU Terorisme. Pasalnya, pemerintah seringkali membatalkan secara sepihak rapat yang sudah direncanakan antara Pansus dengan pemerintah.

“Saya tidak tahu masalahnya apa, tapi pemerintah sepertinya ingin mengubah atau mengulur proses pembahasan di Pansus ini. Padahal semua fraksi itu, semua fraksi di Pansus ini sudah siap,” ujar Hanafi Rais selaku Pansus dari fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), di Kompleks Parlemen, Senayan, Selasa (7/2/2017).

Menurut Hanafi, Pansus harus mengadakan rapat dengan pemerintah untuk membenahi RUU Terorisme, karena itu ketidakhadiran pemerintah sangat besar andilnya. Dari sekian banyak pertemuan yang diadakan, pemerintah seringkali mengadakan pembatalan sepihak dengan alasan yang beragam.

Menurutnya, DPR sudah berada dalam posisi yang proaktif. Hal ini didasarkan pada kinerja setiap fraksi yang sudah menyelesaikan DIM (Daftar Inventarisasi Masalah) dalam pembahasan RUU Terorisme.

“Jadi DPR dalam posisi yang sudah proaktif dan tidak menunda sama sekali, dan sekarang masalahnya ada pada pemerintah,” jelas Hanafi.

Menurut Hanafi, sebaiknya pemerintah atau Kementrian Pertahanan, segera berbenah diri dengan evaluasi. Pansus mengaku pihaknya sangat terbuka untuk diskusi dan menyelesaikan masalah, apabila ada yang tidak sinkron antara Pansus dengan Kemenhan. Hal ini cukup mengganggu, sebab menurut Hanafi, pemerintah sudah tercatat lebih dari 10 kali tidak hadir dalam rapat.

Terkait dengan hal ini, Ketua Pansus Muhammad Syafi’I akan melakukan pertemuan dengan Menteri Pertahanan, Ryamizard Ryacudu.

“Pimpinan akan mencoba bertemu secara informal dengan pemerintah, Menhan dalam kasus ini. ‘Apa sih yang menghalangi?’” kata Hanafi.

Sementara itu, Pansus dari fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani menyalahkan pemerintah dalam proses pembahasan RUU Terorisme. Ia menuturkan bahwa perlu diadakan pembicaraan internal.

“Tadi kita hitung, kita itu sudah harusnya consinyering itu udah 3 kali, yang 2 kali itu tidak terjadi karena pemerintah minta diundur,” pungkas Asrul.

Menurut Hanafi, pembahasan DIM yang dilakukan Pansus belum sampai pada pasal 43a atau Pasal ‘Guantanamo’ dari RUU Terorisme. Namun, fraksi PAN sudah menegaskan untuk menghapus pasal 43a. Sebagian fraksi lain juga menyatakan setuju untuk menghapus pasa tersebut, salah satunya adalah Gerindra.

“Yang lain saya belum baca, tapi sebagian besar semangatnya meniadakan atau merevisi (pasal 43a),” terang Hanafi.

Isi dari Pasal ‘Guantanmo’ adalah memberi kewenangan bagi pihak berwajib untuk menahan terduga teroris untuk proses pembuktian dalam konteks pencegahan, penyidikan atau penuntutan. Hal ini sangat merugikan masyarakat, apabila yang bersangkutan belum terbukti secara jelas melakukan tindak pidana terorisme.

Supriyadi W. Eddyono dari ICJR (Institute for Criminal Justice Reform) menyatakan bahwa RUU Terorisme memang perlu ditegaskan. Selain dari kewenenangan keterlibatan TNI dalam penegakan terorisme di wilayah Polri, kewenangan yang terlalu besar dimiliki aparat penegak hukum juga menjadi problematika tersendiri. Menurut Eddyono, hal ini dikarenakan pasal 43a memungkinkan adanya tindakan penganiayaan dalam proses penahanan terduga terorisme.

“Jangka waktu penangkapannya juga diperlama. Ini juga berpotensi menimbulkan kondisi penyiksaan bagi tersangka terorisme. Karena terlalu lama itu: penangkapannya dimajuin, jangka waktu penahanannya dimajuin. Nah, penyimpanan tersangka di tempat yang tidak ditentukan, itu juga ‘kan terlalu lama itu. Bagi kami, itu menimbulkan potensi penyiksaan bagi para tersangkanya,” ujar Eddyono kepada Tirto.id.

Arsul Sani menegaskan bahwa sampai sekarang Pansus masih berkutat pada masalah definisi terorisme. DPR sendiri ingin membuat 1 pasal terkait dengan definisi terorisme karena banyaknya masukan dari masyarakat. Namun, apabila memang sulit untuk mendefinisikan terorisme, maka penjelasannya akan diatur dalam penjelasan umum RUU.

“Tapi di sisi lain, ternyata merumuskan definisi terorisme itu nggak gampang,” keluhnya.

Baca juga artikel terkait PANSUS RUU TERORISME atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Hukum
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Alexander Haryanto