tirto.id - Sekjen Partai Amanat Nasional (PAN), Eddy Soeparno, tetap yakin partainya akan memperoleh suara yang melewati ambang batas parlemen di pemilu 2019.
Hal ini disampaikannya untuk menanggapi hasil survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA yang menempatkan PAN sebagai salah satu dari lima partai lama yang berpeluang tak lolos ke parlemen pada 2019 mendatang.
"Dari pengalaman dua periode pemilu sebelumnya, PAN selalu di kisaran angka rendah saat survei tapi pada pemilu PAN tidak pernah di bawah 7 persen," kata Eddy kepada Tirto, Kamis (25/1/2018).
Pada pemilu 2014, LSI Denny JA sempat memprediksi PAN akan mendapat suara di kisaran 3,5-8%. Hasilnya, PAN mendapatkan suara 7,59%.
Eddy mengatakan pada pemilu 2019, PAN menargetkan mendapat 60 kursi di parlemen. Saat ini kursi PAN di parlemen berjumlah 49.
"Tapi target realistisnya sedikit di atas itu," kata Eddy.
Terkait hal ini, Eddy mengatakan ada dua strategi yang akan digunakan oleh PAN. Pertama, PAN akan meminta caleg yang sudah terdaftar untuk giat berkampanye di dapilnya masing-masing.
"Itu wajib, karena turun ke bawah membangun jaringan," kata Eddy.
Kedua, menurut Eddy, PAN mengandalkan Zulkifli Hasan sebagai ketua umum untuk menaikkan suara partai. Ia yakin dengan sosok Zulkifli yang kini menjadi ketua MPR dapat meningkatkan suara partai.
"Bagaimanapun sosok ketua umum berpengaruh pada suara partai. Kami akan terus promosikan Pak Zul [Zulkifli Hasan]," kata Eddy.
Dalam survei LSI Denny JA, PAN hanya mendapatkan angka elektabilitas sebesar 2%. Angka ini bahkan lebih rendah dari Perindo sebagai partai baru yang mendapatkan 3%.
Peneliti LSI Denny JA, Rully Akbar menerangkan rendahnya elektabilitas PAN dipengaruhi oleh faktor internal.
PAN, menurutnya belum mempunyai program yang segar untuk ditawarkan kepada publik dan belum mempunyai sosok yang dapat menggaet suara publik.
"Zulkifli belum terlihat mampu mengonsolidasikan suara PAN," kata Rully di Kantor LSI Denny JA, Rabu, (24/1/2018).
Masyarakat Muhammadiyah, sebagai basis suara organik PAN, menurut Rully pun tidak sepenuhnya bisa digiring mendukung partai tersebut. Berbeda dengan PKB yang bisa menggiring nahdliyyin di Jawa Timur dan tempat lainnya memberi dukungan.
"Faktanya suara Muhammadiyah lebih cair unruk PAN ketimbang NU untuk PKB," kata Rully.
Selanjutnya, PAN sebagai partai pendukung pemerintahan Jokowi menurut Rully juga belum mampu mengasosiasikan kebijakannya dengan kebijakan pemerintah.
Karenanya, menurut Rully, ketika partai pendukung pemerintah lainnya, seperti Golkar dan PDIP mendapat pengaruh dari elektabilitas Jokowi, PAN tidak termasuk.
"Apalagi PAN tidak sejak awal dukung pemerintahan Jokowi ya," kata Rully.
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Yuliana Ratnasari