tirto.id - Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara mengatakan minat operator telekomunikasi Indonesia untuk membangun layanan komunikasi di wilayah pedesaan dan perbatasan masih minim.
Menurutnya, sampai sejauh ini masih belum ada operator yang secara 100 persen bertekad untuk mengalokasikan dananya membangun infrastruktur di perbatasan.
“Kalaupun ada yang membangun, itu memakai dana USO (kewajiban pelayanan umum). Jadi untuk membangun solar cell, tower, hingga lahannya di satu titik, menggunakan uang dari Kemenkominfo,” kata Rudiantara di acara seminar nasional bertajuk “Polemik Tarif Data” di Djakarta Theater, Jakarta, Selasa (16/5/2017).
Lebih lanjut, Rudiantara membeberkan perihal 75 titik jaringan yang dibangun pemerintah di perbatasan Kalimantan. Ia mencontohkan untuk terminal VSAT di satu titik yang berkekuatan jaringan 2G, memakan biaya di kisaran Rp40-50 juta per bulannya. “Memangnya ada operator yang secara sukarela mau membangun di perbatasan? Tidak ada,” ujar Rudiantara.
Menkominfo sendiri berpendapat minimnya minat tersebut dikarenakan faktor peluang bisnis yang rentan merugi apabila melakukan pembangunan di remote area. Akan tetapi Rudiantara mengatakan pemerintah akan terus berupaya untuk membangun infrastruktur telekomunikasi yang layak bagi masyarakat luas.
“Seperti para tentara yang menjaga perbatasan, satu-satunya hiburan mereka adalah menelepon keluarga mereka. Kami persilakan operator membangun di daerah perbatasan, tapi tak bisa memaksa karena tidak ada perjanjian yang mengharuskan operator melakukannya,” kata Rudiantara.
Lebih lanjut, Rudiantara mengatakan apabila ada operator telekomunikasi yang bersedia membangun infrastruktur layanan sampai ke pelosok dan mendapatkan keuntungan, itu merupakan hal yang adil. “Kalau untung, ya itu rezekinya. Tidak ada masalah dengan itu,” ucap Rudiantara.
Adapun selain menyediakan dana USO untuk pembangunan jaringan di pedesaan dan perbatasan, Rudiantara juga menyebutkan pemerintah telah mencanangkan program Palapa Ring. “Rencananya selesai di 2018, tapi kalau bisa kita tarik ke Desember 2017. Namun setelah itu masuk, belum selesai,” ungkapnya.
“Kita perlu dorong lagi ke satelit. Palapa Ring itu jadi incentive tools. Semakin sedikit operator yang bangun, makin besar diskonnya. Itulah cara yang pemerintah pikirkan agar industri bisa berkelanjutan,” tambah Rudiantara.
Rudiantara pun mengatakan dengan adanya Palapa Ring pencapaian level inklusi keuangan bisa sampai pada besaran 90 persen. “Fokusnya pada pemerataan, dalam rangka untuk mengurangi gap,” ujar Rudiantara lagi.
Sebelumnya, masih dalam kesempatan yang sama, Rudiantara sempat meminta tarif data yang dipatok operator selular harus terjangkau oleh masyarakat namun tidak merugikan bagi pelaku industri. “Masyarakat harus tetap membayar, murah dan ekonomis tapi tidak nol rupiah juga,” tutur Rudiantara.
Sementara itu terkait aturan penentuan tarif data, Komisioner Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Ketut Prihadi mengungkapkan pihaknya tengah mengkaji formula penentuan tarif.
“Yang penting dari sisi regulator adalah bagaimana operator menetapkan harga berdasarkan cost seefisien mungkin. Semakin efisien dia bisa, semakin harga bisa ditekan. Tanpa regulator ikut campur berapa bilangannya,” kata Ketut.
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Maya Saputri