Menuju konten utama

Omong Kosong Pabrik Foxconn di Indonesia

Sejak 2012, rencana pembangunan pabrik Foxconn di Indonesia telah digembar-gemborkan, baik oleh pemerintah ataupun perusahaan asal Taiwan itu sendiri. Empat tahun berselang, realisasinya nihil. Rencana-rencana dan angka-angka investasi yang dulu pernah dijanjikan, kini hanya menyisakan omong kosong.

Omong Kosong Pabrik Foxconn di Indonesia
Joko Widodo (Jokowi) ketika masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, bertemu dengan Chairman Foxconn Terry Gou di Balai Kota Jakarta, Jumat (7/4/2014). Jokowi bersalaman dengan Gou setelah MoU dalam rangka kerja sama pembangunan pabrik Foxconn di Jakarta. FOTO/www.youtube.com

tirto.id - Negara berkembang mana yang tak girang kedatangan perusahaan manufaktur elektronik terbesar di dunia? Apalagi jika perusahaan itu berencana membangun pabrik dengan investasi senilai $5 miliar atau sekitar Rp65 triliun. Ribuan lapangan kerja akan terbuka, industri penunjang pun ikut menggeliat. Pendeknya, roda perekonomian bisa semakin cepat bergerak.

Februari 2012, kabar akan dibangunnya pabrik Hon Hai Precision Industry Co Ltd atau yang lebih dikenal dengan nama Foxconn Technology Group di Indonesia, beredar luas. Menteri Perdagangan Gita Wirjawan dan Menteri Perindustrian MS Hidayat menjadi corong yang menyampaikan kabar baik ini kepada wartawan.

Ketika itu, Gita mengatakan, Foxconn tak hanya akan membangun pabrik, tetapi juga kota pintar, atau smart city. Jika diringkas, begini kira-kira janji-janji yang diutarakan Gita dan Hidayat lewat media.

Foxconn akan membangun pabrik di beberapa lokasi di Indonesia. Tahap pertama, pabrik akan dibangun di kawasan industri Cikande, Kabupaten Serang, Banten. Kelak akan ada enam koridor pabrik Foxconn, dan di masing-masing koridor, akan ada lebih dari satu pabrik.

Tak hanya di Cikande, pemerintah juga menyiapkan lahan di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Berkaca pada Cina, pabrik Foxconn di Negeri Tirai Bambu itu berdiri di atas lahan seluas 3.000 hektare dan tersebar di 20 provinsi.

Dikatakan juga, Foxconn akan membangun pabrik dan melakukan produksi bertahap. Untuk tahap awal, tiga juta unit telepon genggam akan diproduksi di Cikande. Bertahap, jumlah ini akan naik menjadi 10 juta unit peralatan elektronik, bukan hanya telepon genggam, tetapi juga televisi. Gita memprediksi proses pembangunan akan dimulai pada Desember tahun itu.

Tahun berganti, pabrik belum juga terealisasi. Pada Januari 2013, Foxconn menyatakan ragu berinvestasi di Indonesia sebab lemahnya penegakan hukum terkait produk ponsel tiruan. Memasuki kuartal kedua tahun itu, Foxconn semakin memberikan sinyal kuat untuk mundur.

Mei 2013, kembali ada pernyataan dari Gita bahwa pendirian pabrik Foxconn akan dilaksanakan pada semester kedua tahun itu. Tetapi sampai suara petasan pergantian tahun berkumandang, pabrik Foxconn belum terlihat di Cikande.

Pindah ke Jakarta

Awal 2014, Foxconn berubah pikiran. Lokasi pabrik yang tadinya di Cikande, berpindah ke Kawasan Berikat Nusantara (BKN) di Jakarta Utara. Gubernur DKI Jakarta kala itu Joko Widodo pun telah menandatangani kesepakatan dengan Foxconn pada 7 Februari 2014.

Jokowi menyatakan sanggup memfasilitasi persiapan investasi Foxconn di Jakarta, mulai perizinan hingga penyediaan lahan. Saat itu, Foxconn menyebutkan butuh lahan sekitar 200 hektare. Untuk tahap awal, Jokowi hanya menyediakan lahan 20 hektare di KBN.

Waktu itu, rencana ini tampak semakin meyakinkan. Sebab tak hanya Jokowi yang bicara. Kepada media asing, pimpinan tertinggi Foxconn Terry Gou juga memberi keterangan. Ia lebih memilih Jakarta dibandingkan Banten ataupun Yogyakarta karena melihat keseriusan Jokowi.

Jokowi memang sempat mengirim tim ke Taiwan untuk meminta konfirmasi investasi Foxconn di Jakarta. Bagi Gou, hal itu cukup mengesankan dan menunjukkan keseriusan. “Saya punya daftar negara teratas untuk investasi termasuk Rusia, Amerika Serikat, Meksiko, Brazil, India, tetapi saya katakan bahwa masa depan dimulai di Indonesia," katanya.

Kabar itu ramai dibicarakan di media massa. Ia seolah menjadi jawaban atas penantian panjang Indonesia akan kejelasan investasi Foxconn. Tetapi itu semua menjadi omong kosong. Menjelang masa transisi presiden Indonesia, Foxconn pernah bilang pihaknya akan menunggu proses pemilihan presiden selesai. Tetapi apa? Jokowi sudah jadi presiden, investasi tak kunjung dilakukan.

Minta Lahan Gratis

Pekan pertama Agustus 2015, Menteri Perindustrian Saleh Husin menyebutkan Foxconn resmi batal membangun pabriknya di Indonesia. Alasan utamanya, menurut Saleh adalah persoalan lahan.

Foxconn meminta pemerintah Indonesia memberikan lahan secara cuma-cuma, setidaknya seluas 100 hektare, seperti apa yang telah dilakukan Pemerintah Cina. Permintaan itu langsung ditolak, terlebih pihak Foxconn secara spesifik meminta lahan di Pulau Jawa. Menurut Saleh, pemerintah akan mempertimbangkan jika lahan yang diminta terletak di Sulawesi, Kalimantan, atau Papua.

Ini membuat Foxconn berpaling dan memprioritaskan India. Pemerintah India menyediakan lahan seluas 1.500 ha. Bukan hanya pabrik yang akan dibangun di atas lahan itu, fasilitas riset dan pengembangan juga akan didirikan. Pabrik di India in diproyeksi mampu menyerap 50.000 tenaga kerja.

Sampai saat ini, tak ada kepastian yang jelas, apakah rencana ini batal atau tidak. Sebab sebulan setelah Saleh menyebut ini batal, Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat transportasi, dan Elektronika Kementerian Perindustrian I Gusti Putu Suryawirawan membantah adanya pembatalan.

Menurutnya, rencana membangun pabrik belum berubah. Tetapi ia tidak bisa menjelaskan lebih lanjut sudah sampai mana rencana itu. Pihak Foxconn pun enggan berkomentar. Terry Gou menolak permintaan wawancara yang diajukan Tirto.id.

Apakah rencana Foxconn di masa lalu yang telah melalui proses tarik ulur yang panjang ini akan menjadi nyata? Sejauh ini, belum ada yang bisa memastikan. Jika Foxconn bersikeras meminta lahan gratis di Pulau Jawa, jawabannya tentu “tidak akan”.

Baca juga artikel terkait FOXCONN atau tulisan lainnya dari Wan Ulfa Nur Zuhra

tirto.id - Bisnis
Reporter: Wan Ulfa Nur Zuhra
Penulis: Wan Ulfa Nur Zuhra
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti