tirto.id - Ombudsman menyatakan Bupati Bogor telah mengabaikan kewajiban hukum dalam perselisihan soal penyediaan air bersih di kawasan Sentul City. Hal itu disampaikan dalam Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) dalam perkara ini.
"Bupati Bogor dan PDAM Tirta Kahuripan Kabupaten Bogor melakukan maladministrasi berupa pengabaian kewajiban hukum dalam pembiaran kerja sama jual-beli air baku PDAM dan penggabungan tagihan air bersih dengan IPPL [Iuran Pengelolaan dan Pemeliharaan Lingkungan]," kata Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya Teguh Nugroho di kantornya, Selasa (27/11/2018).
Kasus ini bermula dari protes warga kepada PT Sentul City Tbk selaku pengelola kawasan Sentul City karena pasokan air bersih warga diputus secara sepihak. Dalam pemeriksaannya, Ombudsman menemukan PT Sentul City (PT SC) melalui anak perusahaannya PT Sukaputra Graha Cemerlang (PT SGC) menggabungkan Iuran Pengelolaan dan Pemeliharaan Lingkungan (IPPL) dengan tagihan air.
Akibatnya, meskipun warga telah membayar iuran air, tapi ternyata warga tidak membayar IPPL maka aliran air warga bisa diputus.
"Tagihan IPPL sendiri sangat bermasalah baik dari segi penetapan nilai tagihan, dasar tagihan, dan kewenangan PT SC, tbk," kata Teguh.
Teguh pun menyoroti perjanjian kerja sama antara PDAM Kabupaten Bogor dan PT Sentul City soal Sistem Penyediaan Air Minum.
Perjanjian itu yang membuat PT SGC dalam melakukan penagihan iuran air kepada warga. Padahal, ia mengatakan, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 122 tahun 2015 tentang Sistem Penyediaan Air Minum pihak swasta tidak berhak ikut dalam pengelolaan air bersih, salah satunya soal penagihan. Pihak swasta hanya boleh bekerja sama dengan PDAM dalam hal produksi dan distribusi air bersih.
Lebih lanjut ia menjelaskan, PDAM juga mampu menyuplai air bersih ke Sentul City tanpa campur tangan pengelola jika pengelola menyerahkan pipa sepanjang 15 km yang menghubungkan sumber air dengan kawasan permukiman.
Padahal, penyerahan pipa termasuk prasarana, sarana, dan utilitas lainnya merupakan kewajiban pengembang yang telah diatur dalam Pasal 47 ayat (4) UU nomor 1 tahun 2001 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Hal itu dipertegas lagi dalam pasal 15 ayat (2) Perda Kabupaten Bogor Nomor 7 tahun 2012 tentang Prasarana, Sarana, dan Utilitas Perumahan dan Pemukiman.
Kendati demikian, setelah 15 tahun pipa itu beroperasi, pihak PT SC masih enggan menyerahkan utilitas tersebut. Pemkab Bogor pun juga enggan melakukan penindakan.
Untuk itu, Ombudsman memberikan arahan yakni Bupati Bogor dan Direktur Utama PDAM Kabupaten Bogor membatalkan perjanjian antara PDAM dengan PT SC. Ombudsman juga menuntut agar Pemkab Bogor mengambil alih prasarana, sarana, dan utilitas, termasuk pipa air sepanjang 15 km tersebut.
Ombudsman memberikan waktu selama 60 hari bagi Pemkab Bogor melakukan rekomendasi tersebut. Jika tidak dikerjakan juga maka Ombudsman akan meminta Kementerian Dalam Negeri untuk memberi sanksi.
Selama masa peralihan Ombudsman memerintahkan Pemkab memastikan pasokan air bersih yang diputus sepihak oleh PT Sentul City kembali disambung kembali.
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Yandri Daniel Damaledo