Menuju konten utama

Ombudsman: Ada Potensi Maladministrasi di Perizinan Senjata Api

Ombudsman RI menemukan sejumlah potensi maladministrasi dalam proses perizinan kepemilikan senjata api.

Ombudsman: Ada Potensi Maladministrasi di Perizinan Senjata Api
Komisioner Ombudsman Adrianus Meliala memberikan keterangan kepada wartawan terkait kasus penyerangan Novel Baswedan di Gedung Ombudsman, Jakarta, (21/12/2018). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/aww.

tirto.id - Ombudsman RI menemukan sejumlah potensi maladministrasi dalam proses perizinan kepemilikan senjata api. Temuan itu hasil pemantauan Ombudsman di sejumlah Polda.

"Kami menemukan beberapa hal yang menjadi potensi maladministrasi," kata Anggota Ombudsman RI Adrianus Meliala di Gedung Ombudsman, Jakarta pada Selasa (22/1/2019).

Adrianus menjelaskan Ombudsman menemukan empat potensi maladministrasi di proses perizinan kepemilikan senjata api.

Pertama, potensi maladministrasi di perpanjangan izin kepemilikan senjata api. Menurut Adrianus, perpanjangan izin selama ini banyak yang hanya menitikberatkan pada proses cek senjata api dan pembaruan buku kepemilikan.

Padahal, kata dia, perpanjangan izin perlu disertai tes ulang terhadap kemampuan menembak dan kondisi psikologis pemilik senjata api.

Potensi maladministrasi yang kedua terdapat di proses pembayaran perizinan. Adrianus mencatat pembayaran untuk perizinan kepemilikan senjata api masih memakai sistem tunai sehingga bisa memicu pungutan liar. Ombudsman berpendapat mekanisme pembayaran terbaik ialah dengan transaksi nontunai.

Adrianus juga mempersoalkan Peraturan Kapolri nomor 18 tahun 2015 tentang jangka waktu layanan perizinan kepemilikan senjata api.

Sedangkan potensi maladministrasi ketiga ialah dalam proses penarikan senjata api yang habis masa berlaku izinnya. Adrianus menyarankan kepolisian mendata posisi semua senjata api yang sudah habis masa izinnya untuk menghindari maladministrasi.

Potensi keempat ditemukan oleh Ombudsman pada proses penyimpanan senjata yang sudah ditarik dari pemiliknya. Adrianus mengatakan Ombudsman menemukan sebagian Polda tidak memiliki fasilitas gudang senjata memadai. Dia menilai baru Polda Metro Jaya yang memiliki gudang terpisah untuk senjata yang sudah ditarik.

Oleh sebab itu, Adrianus mengatakan Ombudsman mengimbau Polri merevisi peraturan tentang pengelolaan perizinan senjata api agar sesuai dengan UU 25/2009 tentang pelayanan publik.

Ombudsman juga meminta Polri tegas menarik semua senjata api yang sudah habis masa izinnya. Saran Ombudsman lainnya, ialah penerapan tes ulang, terutama pada aspek psikologi, terhadap pemilik senjata api yang melakukan perpanjangan izin.

Selain itu, Ombudsman menyarankan semua pembayaran dalam proses perizinan senjata api dilakukan dengan transaksi nontunai. Adrianus menambahkan, gudang penyimpanan senjata non-organik perlu disiapkan di semua Polda.

Menurut Adrianus, UU Senjata Api pun perlu segera direvisi. Dia menilai UU Senjata Api yang berlaku saat ini sudah ketinggalan zaman karena diterbitkan pada 1951.

Menanggapi temuan dan saran dari Ombudsman, Irwil III Itwasum Polri Brigjen B. Suharno menilai hal itu masukan positif. Dia berjanji Polri akan melakukan sejumlah perbaikan sesuai dengan saran Ombudsman.

"Ini akan kami tindaklanjuti dengan beberapa pimpinan dan juga saya sebagai pengawas internal. […] Yang menyangkut senpi non organik, nanti akan kami bahas," kata Suharno di Gedung Ombudsman.

Namun, Suharno memberi catatan mengenai saran Ombudsman soal revisi Peraturan Kapolri. "Perkap pasti menunggu tidak akan cukup 60 hari, mungkin yang bisa lebih cepat SOP [Standar Operasional Prosedur]," kata Suharno.

Baca juga artikel terkait SENJATA API atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Addi M Idhom