tirto.id - Chinese New Year atau yang dikenal juga dengan Spring Festival merupakan periode masyarakat Cina menghabiskan waktu dengan berlibur. Seperti masa lebaran, biasanya masyarakat Cina akan menghabiskan waktu liburannya ke kampung halaman mereka. Namun, masyarakat Cina kini juga menghabiskan masa libur tahun baru imlek dengan berlibur ke luar negeri selain pulang ke kampung halaman.
Berlibur ke luar negeri memang semakin populer di kalangan masyarakat Cina. Hal ini terlihat dari jumlah perjalanan ke luar negeri oleh masyarakat Cina (outbound tourism) yang tumbuh rata-rata 18% per tahunnya. Hingga pertengahan 2016, data outbound tourism Cina sudah mencapai 59,03 juta perjalanan atau tumbuh 4,3% dari periode yang sama tahun sebelumnya.
Selain itu, berdasarkan survei yang dilakukan oleh China National Tourism Administration (CNTA), sebanyak 6 juta warga Cina diprediksi akan melakukan liburan ke luar negeri sepanjang liburan tahun baru Cina yang jatuh pada 27 Januari hingga 2 Februari 2017. Negara dengan jarak penerbangan menengah dan pendek menjadi pilihan masyarakat Cina pada libur imlek tahun ini. Selain itu, CNTA juga menyatakan bahwa paket liburan seperti kapal pesiar, pengalaman menjelajah pulau atau pantai dan bermain salju juga menjadi pilihan masyarakat Cina untuk menghabiskan liburannya.
Berdasarkan hal tersebut, Tirto melakukan prediksi negara yang potensial menjadi destinasi turis Cina pada periode liburan tahun baru imlek. Prediksi negara potensial ini dilakukan melalui perbandingan keunggulan beberapa indikator yaitu, kebutuhan visa, waktu penerbangan, adanya wisata pulau/pantai, paket tur kapal pesiar/ferry dan wisata salju. Sedangkan, pemilihan negara yang menjadi nominasi berdasarkan negara yang masuk lebih dari lima kali pada peringkat 10 besar tujuan wisata utama turis Cina periode 2011-2016.
Berdasarkan kriteria tersebut, terpilihlah 8 negara potensial yang akan menjadi destinasi wisata masyarakat China selama libur imlek, yaitu Korea Selatan, Thailand, Jepang, Malaysia, Hong Kong, Taiwan, Makau dan Vietnam. Sejak 2011 hingga H1 2016, Korea Selatan, Malaysia, Jepang dan Thailand selalu masuk dalam 10 negara yang paling banyak dikunjungi wisatawan asal Cina.
Dari 8 negara tersebut, diberikan peringkat negara yang paling berpeluang besar menjadi pilihan destinasi masyarakat Cina selama libur imlek. Berdasarkan perhitungan berbasis indikator yang digunakan, Korea Selatan menempati posisi pertama sebagai negara pilihan masyarakat Cina untuk berlibur.
Meskipun untuk berkunjungan ke Korea Selatan wisatawan asal Cina membutuhkan visa, tetapi waktu penerbangan yang singkat serta destinasi wisata yang cukup lengkap, seperti pulau Jeju, Sungai Han Ferry Cruise dan tempat ski menjadi daya saing utama negara ini. Saat ini, Korea Selatan memang menjadi salah satu negara tujuan terpopuler wisatawan Cina. Hingga H1 2016, jumlah kunjungan wisatawan Cina ke Korea Selatan mencapai 1,79 juta perjalanan. Sedangkan, pada 2015, jumlah kunjungan wisatawan Cina ke Korea Selatan mencapai 4,85 juta kunjungan.
Bagaimana dengan potensi Indonesia?
Sejak 2011 hingga H1 2016, Indonesia selalu masuk dalam 15 tujuan utama wisatawan Cina. Bahkan, sejak 2014, Indonesia sudah mengalahkan popularitas Amerika Serikat, dan beberapa negara Eropa sebagai destinasi wisatawan Cina. Berdasarkan data dari Kementerian Pariwisata, pada 2015, jumlah kunjungan wisatawan Cina yang masuk melalui 19 pintu masuk utama mencapai 1,14 juta atau meningkat 18,98% dari tahun sebelumnya. Sedangkan, hingga November 2016, jumlah kunjungan wisatawan asal Cina ke Indonesia mencapai 1,34 juta kunjungan.
Daya saing utama Indonesia dibandingkan 8 negara potensial tersebut adalah kemudahan visa. Indonesia menerapkan kebijakan bebas visa bagi wisatawan asal Cina. Selain itu, Bali juga menjadi magnet bagi turis asal Cina yang terlihat dari tingginya jumlah wisatawan asal Cina yang masuk melalui Ngurah Rai. Hingga November 2016 saja, jumlah wisatawan asal Cina yang masuk melalui Ngurah Rai sebesar 886.231 kunjungan atau setara dengan 66,1% dari kunjungan wisatawan Cina pada periode yang sama. Kelemahannya, jarak tempuh penerbangan yang lebih panjang dibandingkan negara potensial lainnya.
Penulis: Dinda Purnamasari
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti