tirto.id - Jika ada sebuah majalah populer yang isinya memberikan informasi pengetahuan soal geografi, flora fauna, arkeologi, sains, sejarah, budaya dunia dan lainnya, nama National Geographic tidak bisa dikesampingkan.
Sejak 1888 sampai detik ini, majalah National Geographic hadir dalam 40 bahasa lokal di seluruh dunia dengan menyajikan pengetahuan sains populer. Majalah National Geographic yang bermarkas di Washington DC Amerika Serikat konsisten dengan penampilannya yang khas. Foto sampul depan berbingkai warna kuning, halaman-halamannya terselip foto-foto yang memukau mendampingi narasi artikel.
Di bawah National Geographic Society, selain majalah, National Geographic juga merambah layar kaca saat pertama kali siaran di CBS TV pada 1965. Disusul pada 1998 mulai membuka situs resmi di dunia maya dan beberapa artikelnya bisa dibaca secara cuma-cuma serta merambah layar lebar dengan beberapa judul film yang pernah rilis.
Bertahan lebih dari seabad ditambah melewati transisi era digital jelas bukan perkara mudah bagi organisasi yang tersegmentasi macam National Geographic Society, khususnya produk majalah cetak. Namun satu hal yang kemungkinan besar menjadi magnet kuat majalah National Geographic untuk dibaca adalah suguhan foto jurnalistik dari para fotografer top dunia yang selalu memukau.
Melalui National Geographic Society, mereka tetap konsisten membuka program bantuan dana kepada para individu yang bekerja di bidang ilmu alam, sosial, dan fisika, juga yang bekerja di bidang fotografi, jurnalistik dan eksplorasi untuk melakukan penelitian, konservasi maupun penjelajahan. Dalam setahun, National Geographic Society membuka pendaftaran penerimaan proposal penelitian sebanyak dua kali.
Bantuan dana yang diberikan kepada para profesional berjumlah 30.000 dolar AS dan 5.000 dolar AS bagi penerima Young Explorers Grant di usia 18 sampai 25 tahun.
National Geographic merambah berbagai sosial media populer membagikan foto dan narasi cerita. Instagram National Geographic kini memiliki pengikut lebih dari 96 juta akun, Facebook lebih dari 45 juta pengikut, dan Twitter lebih dari 22 juta pengikut. Ini belum termasuk akun sosial media National Geographic berdasarkan negara masing-masing.
Perkumpulan Elit dan Tangan Dingin Keluarga Graham Bell
Publikasi National Geographic di banyak platform media tak bisa dilepaskan dari sejarah perkumpulan para elite di Washington DC pada 1888.
Suatu hari di bulan Januari 1888, sebanyak 33 orang yang berisi elite pengusaha, akademisi, ilmuwan, penjelajah, jurnalis hingga pengawas kebun binatang berkumpul di Kosmos Klab, Washington, Amerika Serikat. Di sana, mereka yang rata rata berusia milenial pada zamannya itu disatukan oleh antusiasme yang sama akan dunia geografi dan penjelajahan.
Dari persamaan tersebut, tercetus ide untuk membikin sebuah perkumpulan yang visinya untuk memahami lebih jauh isi dunia melalui serangkaian ekspedisi dan pendalaman ilmu geografi lalu bisa disebarkan ke khalayak umum.
Atas dasar itulah pada 13 Januari 1888, tepat 130 tahun yang lalu, didirikan National Geographic Society (NGS) atau Yayasan National Geographic.
Presiden pertama NGS dijabat oleh seorang pengacara bernama Gardiner Green Hubbard yang tak lain adalah ayah mertua dari Alexander Graham Bell, seorang yang terkenal karena menemukan telepon. Sembilan bulan sejak NGS disepakati didirikan, majalah National Geographic diterbitkan sebagai corong dari NGS. Dengan menerbitkan majalah National Geographic,
Jauh dari tampilan majalah National Geographic sekarang yang dipenuhi foto-foto menakjubkan, wujud majalah edisi pertama itu lebih seperti jurnal penelitian bersampul coklat sederhana dan hanya diedarkan kepada anggota internal NGS.
Selain menerbitkan majalah, NGS bergerak mendanai proyek ekspedisi penelitian. Ekspedisi pertama yang disponsori NGS adalah pemetaan wilayah Gunung St Elias di Alaska, Kanada pada tahun 1890 sampai 1891. Dalam ekspedisi tersebut ditemukan puncak tertinggi di Kanada di Gunung Logan.
Hubbard wafat pada 1897. Kursi kepemimpinan NGS kemudian diisi oleh Graham Bell, menantunya. Hubungan Hubbard dan Bell sendiri lebih dari sekedar menantu dan mertua. Sebelum terlibat dalam proyek NGS, Hubbard banyak membantu mendanai berbagai eksperimen dan penemuan yang dikerjakan Bell dan mengusahakan mendapatkan hak paten.
Meski sudah menerbitkan majalah dan membiayai ekspedisi, sampai pada 1989, NGS maupun majalahnya masih belum dikenal luas dan hanya sebagai perkumpulan elit ilmiah kecil yang bersifat eksklusif.
Di bawah kepemimpinan Graham Bell dan diteruskan menantunya Gilbert Grosvenor, keduanya memberikan sentuhan penting pada majalah National Geographic agar lebih populer dalam menyebarkan ilmu pengetahuan sesuai cita-cita para pendiri.
Kesan polos majalah National Geographic mulai ditinggalkan dengan memberikan sentuhan hasil foto. Keputusan Graham Bell itu mulanya justru mendapat tentangan dari anggota NGS lainnya. Beberapa anggota dewan NGS bahkan mengancam akan mengundurkan diri.
Dilansir dari Wired, selain memutuskan untuk menonjolkan karya fotografi di majalah National Geographic, Graham Bell juga merekstrukturisasi NGS dari sekedar perkumpulan yang hanya ditopang oleh para staf sukarelawan paruh waktu, menjadi memperkerjakan editor penuh yang digaji dari uang pribadi Bell dengan mengangkat menantunya sendiri menjadi editor dan presiden NGS pengganti Bell. Graham Bell memimpin National Geographic sampai tahun 1903.
Di bawah asuhan Bell dan Grosvenor, keanggotaan NGS dibuka luas. Dari tahun 1899 hingga 1910, keanggotaan NGS bertambah dari 1.400 menjadi 74.000. Dalam 10 tahun berikutnya naik menjadi 713.000, dan kemudian jumlahnya terus meroket. Grosvenor masih mempertahankan karya fotografi yang mencolok di produk majalah National Geographic. Yang menarik, banyaknya foto jurnalistik yang ditampilkan di majalah National Geographic dimulai secara tidak sengaja kala mengisi sisa 11 halaman kosong di edisi Januari 1905.
Sejak itu, majalah National Geographic dikenal sebagai pelopor majalah cetak yang menampilkan karya foto jurnalistik, termasuk mengikuti perkembangan teknologi fotografi.
Pada tahun 1920, National Geographic menjadi satu-satunya penerbit majalah di AS yang mendirikan laboratorium foto warna sendiri. Karya termutakhir pada zamannya adalah saat menerbitkan potret bawah air berwarna pada 1927, mencetak majalah full berwarna pada tahun 1962 edisi Februari dan halaman berhologram pada 1984.
Besarnya keanggotaan di NGS telah berdampak pada pendanaan yang melimpah bagi para periset dan penjelajah. Berbagai proyek penting pernah mendapat dukungan dan dana dari NGS seperti ekspedisi Hiram Bingham yang menemukan kota tua Machu Picchu di puncak gunung Inca, komplek pegunungan Andes, Peru pada 1912 sampai 1915. Kemudian penelitian Louis dan Mary Leakey tentang sejarah evolusi manusia di Afrika pada September 1960, penelitian Jane Goodall tentang gorila dan simpanse pada 1961, ekspedisi arkeologi bawah laut pimpinan George F. Bassy ang menemukan koleksi barang perdagangan Zaman Perunggu terbesar yang pernah ditemukan di bawah laut berusia 3.400 di lepas pantai Turki selatan pada 1984, dan sederet pendanaan ekspedisi atau riset lainnya.
Selain majalah dan pendanaan penelitian, Encyclopaedia Britannicamenyebut, dalam upaya membumikan ilmu geografi dan segala keanekaragaman di dalamnya, NGS juga menerbitkan buku dan atlas serta buletin mingguan kepada para pendidik, pustakawan, dan siswa. Termasuk membuat ratusan program dokumenter yang ditayangkan di televisi.
Dibeli Fox, Diakuisisi Walt Disney
Perjalanan National Geographic tak selamanya mulus. Berada di titik krisis pada 2015, mereka merumahkan 180 dari total 2.000 karyawannya. Puncaknya ketika aset media National Geographic mulai dari majalah sampai jaringan televisi, dijual ke 21st Century Fox di tahun yang sama senilai 725 juta dolar. 21st Century Fox adalah perusahaan media yang dikendalikan Rupert Murdoch. Ia memiliki studio film 20th Century Fox, jaringan televisi Fox dan Fox News Channel. NGS kemudian hanya memiliki 27 persen saham dalam kemitraannya dengan Fox.
Krisis National Geographic tak lain berkaitan dengan senjakala media cetak yang mulai tergerus oleh publikasi digital. Dilansir dari The Washington Post, majalah National Geographic pernah mencapai sirkulasi penjualan sekitar 12 juta kopi pada akhir 1980-an. Kini di era digital yang makin menggila, penjualan mereka terjun bebas dengan hanya mencapai 3,5 juta kopi di Amerika Serikat dan tambahan 3 juta kopi di luar negeri lewat edisi non bahasa Inggris.
Akuisisi National Geographic oleh Fox bukannya tanpa penolakan dari lingkungan sekitar. Dilansir dari The Guardian, saat kesepakatan diumumkan, salah satunya yang menyatakan ketidaksetujuannya adalah fotografer kawakan NatGeo Brian Skerry.
"Saya memberi tahu istri saya bahwa saya lebih suka melihat National Geographic [majalah] mati dengan terhormat daripada disapu menjadi sesuatu yang tidak seharusnya," kata Skerry. Sementara mantan karyawan NatGeo lainnya mengibaratkan kondisi akuisisi tersebut bagai mengundang seekor serigala ke kandang ayam.
Selain pemutusan hubungan kerja (PHK) dan pembelian National Geographic oleh pihak lain, manajemen NFS juga mencabut pertanggungjawaban medis dan dana pensiun karyawan mereka. Akhir 2017, The Walt Disney Company memgumumkan pembelian mayoritas saham 21st Century Fox senilai lebih dari 52 miliar dolar. Itu artinya National Geographic juga ikut diambil alih dan berada di tangan Walt Disney.
Saat pengambilalihan aset oleh Fox, Gary E. Knell, CEO National Geographic Society malah optimistis karena mendapat suntikan dana yang dianggapnya mampu disalurkan ke program pendanaan penelitian dan pendidikan, dikutip dari Esri. Knell juga bilang bahwa 27 persen dari pendapatan National Geographic di saluran televisi, penjualan majalah dan lainnya akan dipakai untuk proyek-proyek pemecah tantangan global.
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti