tirto.id - “Apakah akan ada keuntungan pada fase awal Tata Nano bergulir?”
“Saya tak mau komentar soal fase awal atau akhir dari Tata Nano, tapi saya katakan proyek Tata Nano akan menghasilkan uang untuk Tata Motors.”
Ratan Tata, Chairman dari Tata Group, legenda hidup penggagas mobil termurah sejagat itu begitu yakin dengan apa yang diucapkannya dalam sebuah sesi wawancara dengan media di sela-sela peluncuran perdana mobil Tata Nano di Taj Mahal Hotel, Mumbai, India, 23 Maret 2009 silam.
Ia juga senang bukan kepalang saat impiannya bertahun-tahun jadi kenyataan. Sebuah impian menghadirkan kendaraan roda empat yang murah sehingga jutaan orang India pengguna roda dua naik kasta. Ambisi itu hampir menyamai niatan Henry Ford, yang membikin banyak orang Amerika bisa menjangkau harga mobil.
Ratan berambisi menyuguhkan kendaraan seharga 1 Lakh Rupee setara 100.000 Rupee, sekitar $1.490 atau Rp20 jutaan. Harga itu tentu saja sangat mencengangkan, kurang dari separuh dari harga mobil termurah di India saat itu. Dalam harga terkini Tata Nano, harga di pasaran India sudah di atas 2 Lakh Rupee disesuaikan dengan model terbaru Tata Nano seri GenX.
“Sekarang saya merasa benar-benar senang. Harapannya perusahaan bisa melanjutkan inovasi dan kolega-kolega saya yang muda bisa melanjutkannya.”
Ratan dan Tata Motors memang telah menorehkan sejarah pada Maret 2009. Sayangnya, delapan tahun kemudian, tepatnya pada Maret 2017, Tata menorehkan sejarah yang buruk. Tata Nano malah mencatat penjualan terburuk sepanjang sejarah, yakni hanya bisa terkirim hanya 174 unit ke garasi-garasi konsumen di India. Padahal di bulan yang sama tahun lalu Tata Nano masih bisa menggelindingkan 732 unit.
Sejak Maret tahun lalu, rata-rata Tata Nano terjual hanya di bawah 1.000 unit per bulan. Dalam dua tahun terakhir, rekor tertinggi Tata Nano sempat laku 2.415 unit pada September 2015. Namun, hanya bermodal jualan sebanyak itu, jelas Tata Motors pusing, sebab target mereka sejak awal bisa menjual 240.000 unit Tata Nano per tahun atau 20.000 per bulan.
Capaian Tata Nano berkebalikan dengan penjualan keseluruhan Tata Motors di India pada bulan yang sama. Tata masih mencapai pertumbuhan penjualan cukup mengesankan hingga tumbuh 8 persen, dengan torehan 54.000 unit mobil terjual pada Maret 2017.
Penjualan Tata Nano yang ambles cukup dalam benar-benar pukulan telak bagi Tata. Ini karena bukan saja anomali dengan penjualan Tata Motor secara keseluruhan, tapi juga pasar mobil di India yang sedang sehat-sehat saja. Society of Indian Automobile Manufacturers (SIAM) mencatat ada pertumbuhan penjualan mobil (April-Februari 2016/2017) hingga 5,4 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Catatan buruk Tata Nano di tahun ini telah menghapus torehan-torehan spektakuler mobil imut tersebut di tahun-tahun sebelumnya. Kehebohan Tata Nano sempat menjangkiti dunia termasuk ke Indonesia beberapa tahun setelah Tata Nano muncul di depan publik India. Pada 2011 Tata Nano versi listrik mejeng di Geneva Motor Show yang ke-80. Di Tanah Air, Tata Nano unjuk gigi di Indonesia International Motor Show 2012. Pada tahun yang sama Tata Nano diluncurkan di Nepal, juga memulai debutnya di Sri Lanka.
Di India, pada tahun pertama Tata Nano begitu fenomenal dengan 200.000 unit lebih pemesanan dengan antrean undian hanya terpaut beberapa bulan diluncurkan. Tata Nano juga telah memunculkan fenomena membeli mobil dengan cukup menggesek kartu kredit—saking terjangkau harganya. Pada saat kelahiran Tata Nano, media sosial di India juga sedang berkembang, mobil ini diklaim sebagai yang pertama dengan 3 juta fans di laman Facebook.
Sebelum rekor buruk 2017, Tata Nano sudah menjadi bara api di internal Tata Group. Ujungnya, pada penghujung Oktober 2016, Cyrus Mistry, selaku Chairman Tata Sons dilengserkan dari Tata Group. Ratan Tata yang sejak 2012 sudah pensiun kembali turun gunung, sebagai ad interim menggantikan Mistry yang tak lain adalah iparnya—dari kalangan lebih muda yang lebih realistis. Selain kisruh personal, Tata Group juga sedang diterpa badai bisnis terutama di lini bisnis bajanya.
Pergantian itu dikaitkan dengan hubungan keduanya yang tak harmonis. Mistry mengkritik soal Tata Nano beberapa hari usai pelengserannya, Tata Nano tak "disuntik mati" cuma karena faktor alasan emosional Ratan Tata. Kritikan ini tentu bukan tanpa musabab, kerugian yang harus ditanggung Tata Motors semenjak meluncurkan Tata Nano jumlahnya tak sedikit. Pada kenyataannya biaya produksi lebih tinggi dari harga jual Tata Nano. Penjualan yang tipis tak sebanding dengan kapasitas pabrik yang ada.
“Tata Nano mobil yang konsepnya di bawah 1 Lakh tapi biaya selalu di atas itu. Mobil ini secara konsisten membuat kerugian, puncaknya mencapai 1.000 crore (red: 10 miliar rupee/Rp2 triliun),” kata Mistry seperti dikutip dari Times of India--dalam surat Mistry yang ditujukan kepada direksi Tata Sons.
Antiklimaks Tata Nano
Saat kali pertama kemunculannya, Tata Nano tak hanya menyuguhkan kehebohan sebuah imaji mobil super murah, tapi lengkap dengan insiden yang memalukan. Pernah dengar cerita seorang yang baru membawa pulang mobil barunya dari diler, lalu di tengah jalan sebelum sampai rumah, mobil yang masih gres dengan masih dibalut kalung bunga ala India terbakar? Ini benar-benar nyata terjadi pada Tata Nano, insiden hanya berselang setahun pasca-peluncurannya. Insiden bukan sekali saja, dan jadi tamparan keras kepada Tata Motors.
Secara kualitas, Tata Nano memang di bawah produk satu angkatan, setidaknya menurut survei J.D. Power. Lembaga survei ini rutin memantau kualitas produk berdasarkan pengalaman pemilik mobil saat menerima mobil yang baru keluar dari diler sejak bulan kedua hingga keenam, mencakup persoalan kecacatan, malfungsi, kerusakan interior, eksterior, hingga mesin, juga komponen-komponen lain-lain yang diukur per 100 kendaraan.
Dari J.D. Power 2016 India Initial Quality Study, terungkap Tata Nano berada paling buncit untuk segmen mobil kompak pemula yang mencatatkan 103 masalah per 100 mobil. Kompetitornya Hyundai Eon dan Maruti Suzuki Alto 800 masing-masing hanya 96 masalah per 100 kendaraan. Dari sisi kendaraan yang bisa diandalkan, levelnya masih kalah dengan, Alto 800 sebagai pesaing terberatnya.
Hasil tes tabrak 2014 lalu terhadap Tata Nano juga sangat memperihatinkan. Lembaga pengujian seperti Global NCAP tak memberikan bintang sama sekali terhadap Tata Nano. Penumpang depan dan sopir Tata Nano berisiko bila terjadi tabrakan karena kabinnya miskin proteksi.
Keselamatan tentu hal yang mahal bagi konsumen. Inilah barangkali yang menyebabkan Tata Nano terus terjungkal penjualannya. Kisah Tata Nano itu semakin menegaskan bahwa tak ada tempat untuk mobil murahan.