tirto.id - Era kebangkitan digital pada tahun 1990-an adalah era yang sangat mencengangkan bagi umat manusia. Masa itu adalah masa di mana satu-satunya cara manusia dapat terhubung dengan internet - yang pada saat itu juga sedang tumbuh pesat - adalah dengan melalui sebuah perangkat yang disebut dengan personal computer (PC), sebuah kotak digital besar yang tersambung dengan keyboard, monitor dan tetikus.
Hampir semua komputer tersebut berjalan dengan sistem operasi Windows besutan Microsoft. Apple, yang dikemudian hari membuat heboh dunia dengan perangkat smartphone-nya, iPhone, dan merubah kebiasaan seluruh umat manusia terhadap dunia digital, pada masa itu masih mengalami masa jatuh bangun.
Apa yang terjadi kemudian adalah sejarah. Apple dengan iPhone kemudian membuat definisi komputer yang ada pada era PC menjadi usang, dengan sebagian besar kegiatan dengan komputer saat ini dilakukan orang pada perangkat-perangkat digital yang mudah dibawa kemanapun mereka pergi, seperti smartphone ataupun tablet dengan sistem operasi yang tidak terlalu rumit seperti Android buatan Google ataupun iOS dari Apple.
Ya, sejak Apple memperkenalkan iPhone, dunia kemudian berkembang ke arah yang jauh berbeda. Fakta yang kemudian cukup menohok para produsen PC di seluruh dunia. Sebuah pukulan yang keras, sangat keras. Pertanyaannya adalah sekeras apa?
Perusahaan analisa pasar Gartner memperkirakan, penjualan PC secara global pada kuartal III-2016 sebesar 68,9 juta unit, atau turun 5,7 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya. Penurunan penjualan tersebut merupakan penurunan berturut-turut dalam delapan kuartal terakhir dan merupakan "Durasi penurunan terpanjang dalam sejarah industri PC."
Sementara itu, menurut perusahaan analisa pasar yang lain, IDC, penjualan PC global pada kuartal ketiga 2016 berkisar pada angka 68 juta unit, atau turun 3,9 persen year-on year (y-o-y).
Data dari keduanya menunjukkan bahwa Lenovo, HP dan Dell adalah pembuat PC dengan penjualan terbesar pada kuartal tersebut. Menurut data IDC, tiga teratas PC vendor tersebut menguasai lebih dari 58% dari pasar di seluruh dunia pada kuartal ketiga, naik dari 55% tahun lalu dan 51% dari tahun 2014.
Puncak era PC terjadi pada 2011 silam, di mana penjualan PC mencapai angka tertingginya. Berdasarkan data dari Gartner yang diolah oleh Statista, pada masa kejayaan tersebut penjualan PC mampu mencapai figur penjualan sebesar 95,44 juta unit. Situasi itu terjadi pada kuartal III-2011. Sebagai catatan, Gartner tidak memasukkan perangkat tablet seperti iPad dan Chromebook pada pengukuran tersebut.
Grafiknya kemudian terus menurun hingga tahun ini. Sejumlah pengamat pun juga memprediksi situasi ini kemudian tidak akan membaik mengingat tren yang saat ini berkembang menuju ke arah perangkat dengan portabilitas yang mumpuni seperti yang dapat orang temukan pada perangkat seperti smartphone dan tablet.
"Ada dua isu mendasar yang berdampak pada hasil pasar PC: perpanjangan masa pakai PC yang disebabkan oleh berlebihnya perangkat konsumen, dan permintaan konsumen PC yang lemah di pasar negara berkembang," kata Mikako Kitagawa, analis utama di Gartner, dalam keterangan resminya.
"Menurut survei 2016 teknologi pribadi yang kami lakukan, sebagian besar konsumen memiliki, dan menggunakan, setidaknya tiga jenis perangkat di pasar yang saat ini sudah 'matang.' Di antara perangkat ini, PC bukan merupakan perangkat prioritas tinggi bagi mayoritas konsumen, sehingga mereka melakukan tidak merasa perlu untuk meng-upgrade PC mereka sesering dulu. Beberapa mungkin tidak pernah memutuskan untuk meng-upgrade PC lagi.
"Di pasar negara berkembang, penetrasi PC rendah, namun konsumen tidak tertarik untuk memiliki PC. Konsumen di pasar negara berkembang kebanyakan menggunakan smartphone atau phablets untuk kebutuhan komputasi mereka, dan mereka tidak merasa perlu untuk menggunakan PC seperti yang terjadi pada konsumen di pasar yang sudah 'matang'."
Situasi pasar yang buruk itu kemudian berimbas pada performa produsen PC. HP, yang dalam daftar Gartner maupun IDC merupakan vendor dengan penjualan terbesar kedua, misalnya, baru saja mengumumkan pada pekan lalu bahwa mereka berencana untuk memangkas 3.000-4.000 karyawan mereka di seluruh dunia dalam tiga tahun ke depan. Sebuah aksi korporasi yang dilakukan menyusul penjualan komputer yang menurun di penjuru dunia.
Prediksi profit perusahaan tersebut untuk tahun fiskal 2017 yang berakhir pada Oktober ini pun berada di bawah perkiraan analis. HP memprediksi hanya ada keuntungan sekitar $1,55 hingga $1,65 per saham.
Sistem operasi teranyar Microsoft, Windows 10, yang diprediksi akan membawa perubahan pada industri PC pun juga belum memberikan dampak yang berarti. Namun demikian, analis masih optimistis terhadap sistem operasi ini ke depan. "Masih Ada kesempatan bagi pembaharuan Windows 10 di kalangan bisnis, yang kita harapkan untuk lebih banyak kita lihat menuju akhir 2016 hingga awal 2017."
PC di Masa Depan
Suramnya industri PC tersebut jelas membuat perusahaan-perusahaan teknologi berancang-ancang. Sejumlah langkah pun sudah dilakukan mulai dari menciptakan perangkat PC yang bertenaga dengan ukuran seminim mungkin, hingga usaha-usaha untuk mengembangkan bisnis mereka ke komputasi awan.
Bagi masyarakat yang sudah sedemikian terbiasa dengan kehidupan mobilitas tinggi dan ketergantungan dengan internet, portabilitas perangkat keras kemudian menjadi faktor yang utama pula. Hal ini ditambah dengan fakta bahwa sebagian besar masyarakat menggunakan komputer hanya untuk melakukan tugas-tugas seperti mengetik atau membuat file Excel yang tidak terlalu menuntut kebutuhan hardware yang sangat canggih.
Perusahaan hardware seperti Intel, produsen prosesor terbesar di dunia, misalnya, telah menciptakan PC dengan ukuran yang sangat mungil, mulai dari Intel Compute Stick yang ukurannya hanya sebesar hardisk portable, hingga Intel NUC yang lebih bertenaga namun ukurannya hanya separuh ukuran notebook 14 inci.
Perusahaan software yang memiliki keterkaitan erat dengan PC pun sudah mulai melakukan pengembangan bisnis. Microsoft, misalnya, juga telah mencoba peruntungannya. Microsoft pernah terjun dalam bisnis smartphone kendati tidak berakhir dengan baik. Perusahaan tersebut juga membuat Windows 10 menjadi lebih ramah terhadap portabilitas. Tidak hanya tersedia di PC, sistem operasi tersebut juga dapat dipasang pada smartphone, namun tetap menjanjikan perpindahan yang lancar dan terintegerasi yang lebih baik pada perangkat PC dan smartphone.
Selain itu, perusahaan itu juga mulai fokus menggarap bisnis layanan komputasi awan serta kecerdasan buatan (artificial intelegence/AI) melalui Cortana. Dalam hal yang terakhir ini, Microsoft tidak sendiri. Raksasa teknologi Google juga bergerak ke arah yang sama setelah baru-baru ini secara resmi mengimplementasikan asisten digital mereka, Google Assistant, pada sejumlah perangkat keras yang mereka luncurkan, yakni smartphone Google Pixel dan perangkat audio cerdas Google Home.
Hal itu rasional mengingat semakin matangnya pasar hardware teknologi, solusi untuk meraup keuntungan maksimal kemudian berpindah pada hal-hal yang mampu mempermudah dan mengikat segala perangkat yang ada. Kedua perusahaan tersebut percaya bahwa AI adalah kunci di masa depan.
Dengan segala macam pergerakan bisnis tersebut, masa depan PC kemudian menjadi jelas. Dalam beberapa tahun ke depan, alih-alih menjumpai kotak digital berukuran besar yang dapat menghubungkan manusia dengan salah satu penemuan paling penting pada abad ini, Internet, kita akan menjumpai perangkat-perangkat kecil seperti smartphone dengan kemampuan bertenaga seperti PC menyertai manusia-manusia di seluruh dunia, entah apapun namanya.
Penulis: Ign. L. Adhi Bhaskara
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti