Menuju konten utama

MUI Klaim Tindakan Saracen Sebar Berita Hoax Hukumnya Haram

MUI mengatakan perbuatan Saracen itu sebagai tindakan haram, merujuk Fatwa MUI Nomor 24 tahun 2017 tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah melalui Media Sosial.

MUI Klaim Tindakan Saracen Sebar Berita Hoax Hukumnya Haram
Portal berita penyebar kebencian, saracennews. tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Tindakan sindikat penyebar berita bohong atau "hoax" Saracen di media sosial dinilai melanggar syariah dan haram sebagaimana Fatwa MUI. Hal ini ditegaskan Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Zainut Tauhid Saadi.

"Perbuatan tersangka di samping bertentangan dengan hukum positif, juga tidak dibenarkan secara syariah dan haram hukumnya," kata Zainut di Jakarta, Senin (28/8/2017).

Sindikat penyebar konten berita bohong serta ujaran kebencian yang bernuansa suku, ras, agama, dan antargolongan (SARA) yang tergabung dalam grup "Saracen" di Facebook berhasil diungkap Divisi Siber Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri.

Polisi telah menangkap tiga pelaku yang menjalankan "bisnis" ujaran kebencian berdasarkan pesanan melalui media sosial itu. Mereka adalah JAS (Jasriyadi) sebagai ketua sindikat ditangkap di Riau pada 7 Agustus, FTN (Faizal Muhammad Tonong) selaku Ketua Bidang Media Informasi ditangkap di Koja, Jakarta Utara pada 21 Juli 2017 lalu, dan seorang wanita berinisial SRN ditangkap pada 5 Agustus 2017 di daerah Cianjur, Jawa Barat.

Zainut mengatakan perbuatan Saracen itu sebagai tindakan haram, merujuk Fatwa MUI Nomor 24 tahun 2017 tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah melalui Media Sosial.

Dalam Fatwa MUI, kata dia, disebutkan bahwa setiap Muslim yang bermuamalah melalui media sosial diharamkan melakukan ghibah (membicarakan keburukan atau aib orang lain), fitnah, namimah (adu domba) dan penyebaran permusuhan.

MUI, lanjut dia, juga mengharamkan aksi perundungan (bullying), ujaran kebencian, serta permusuhan atas dasar suku, agama, ras atau antargolongan.

"Haram pula bagi umat Muslim yang menyebarkan hoax serta informasi bohong meskipun dengan tujuan baik, apalagi dengan tujuan jahat," kata dia sebagaimana dikutip dari Antara.

Zainut mengatakan MUI juga melarang kegiatan memproduksi, menyebarkan dan atau membuat dapat diaksesnya konten maupun informasi yang tidak benar kepada masyarakat.

Selain itu, kata dia, aktivitas buzzer seperti kelompok Saracen di media sosial yang menyediakan informasi berisi kabar bohong, ghibah, fitnah, namimah, perundungan, aib, gosip dan hal-hal lain sejenis sebagai profesi untuk memperoleh keuntungan, baik ekonomi maupun nonekonomi. Perbuatan tersebut hukumnya haram.

Haram juga, lanjut dia, orang yang menyuruh, mendukung, membantu, memanfaatkan jasa dan orang yang memfasilitasinya.

Menurut dia, sindikat Saracen adalah kelompok yang diduga melakukan penyebaran ujaran kebencian di media sosial dengan membuat propaganda di media sosial melalui meme-meme bermuatan kebencian dan SARA. Kemudian meme-meme tersebut disebar ke grup-grup baru yang dibuat oleh tersangka.

Dengan ditangkapnya tiga tersangka kelompok Saracen, kata dia, MUI meminta kepada aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas seluruh jaringannya, termasuk para penyandang dananya. MUI meminta para pelaku dan penyandang dana diberikan hukuman yang berat untuk memberikan efek jera kepada mereka.

"MUI memberikan apresiasi kepada Polri yang telah berhasil meringkus tiga tersangka terkait kasus sindikat Saracen yang menyebarkan ujaran kebencian atau hate-speech dan SARA," katanya menjelaskan.

Ketiga orang yang ditangkap tersebut bertindak sebagai kelompok yang menerima pesanan untuk menyebarkan kebencian dengan motif ekonomi. Menurut kepolisian, berdasarkan temuan proposal penawaran pembuatan konten ujaran kebencian Saracen dimulai dari Rp75 juta sampai dengan Rp100 juta.

“Ada proposalnya, tapi kan kami masih mendalami karena kami belum cek betul,” kata Kepala Sub Bagian Operasi Satuan Tugas Patroli Siber pada Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, AKBP Susatyo Purnomo.

Baca juga:

Baca juga artikel terkait SARACEN atau tulisan lainnya dari Yuliana Ratnasari

tirto.id - Hukum
Reporter: Yuliana Ratnasari
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari