Menuju konten utama

MUI Haramkan Penukaran Uang di Jalan yang Punya Unsur Riba

Soal fatwa ini, MUI menjelaskan, jika ada unsur diperjanjikan keuntungan, tukar-menukar uang itu pun tergolong riba yang haram hukumnya.

MUI Haramkan Penukaran Uang di Jalan yang Punya Unsur Riba
Penyedia jasa penukaran uang baru menawarkan uang baru di depan Bank Indonesia Yogyakarta, Kamis (8/6). ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko

tirto.id - Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan, penukaran uang di jalan hukumnya bisa tergolong haram, jika terpenuhi unsur riba dalam proses tukar menukar tersebut.

"Tukar menukar seperti itu boleh, asal tidak diperjanjikan misalkan uang Rp100 ribu ditukar dengan janji jadi Rp120 ribu," kata Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh di Jakarta, Rabu (14/6/2017).

Niam menjelaskan soal fatwa ini, jika ada unsur diperjanjikan keuntungan, tukar-menukar uang itu pun tergolong riba yang haram hukumnya.

Menurut dia, tukar menukar itu seharusnya sesuai nilai awal atau tidak ada unsur diperjanjikan. Misalnya, menukar uang Rp100 ribu harus mendapatkan uang dengan nilai yang sama Rp100 ribu meski dengan berbagai nominal pecahan. Prinsipnya tukar menukar itu memiliki nilai uang yang sama.

Kendati demikian, dia mengatakan jika ada unsur tolong menolong dan tanpa unsur diperjanjikan maka proses tukar menukar yang dilanjutkan dengan uang tanda terima kasih adalah diperbolehkan.

Niam mencontohkan sang penukar uang misalnya menukar Rp100 ribu tapi karena merasa ditolong kemudian dia memberi uang terima kasih Rp10 ribu atau seikhlasnya.

Dalam konteks tersebut, Niam menjelaskan, hal itu boleh dilakukan selama tidak ada unsur diperjanjikan seperti menukar Rp100 ribu harus menyerahkan Rp120 ribu, Rp200 ribu membayar Rp220 ribu.

"Pada prinsipnya tukar menukar termasuk di dalamnya mata uang harus memenuhi persyaratan. Apa itu syaratnya, harus kontan dan senilai," kata Niam sebagaimana dikutip dari Antara.

Dia mengatakan ada perbedaan konteks jika penukaran uang itu berbeda valuta seperti tukar dari Rupiah ke Dolar AS atau semacamnya.

Penukaran dengan perbedaan mata uang, ujar Niam, diperbolehkan selama ada nilai yang sama seperti Rp10 ribu untuk 1 dolar AS atau sebaliknya. Dalam kasus ini, penukaran justru bukan Rp1 rupiah ditukar dengan 1 dollar AS karena tidak senilai.

Dalam penukaran mata uang itu, kata dia, boleh karena tidak sedang memperjualbelikan uangnya tetapi atas jasa penukaran dengan uang yang senilai atau bukan dari jual beli barang.

"Kalau dari Rupiah ke Rupiah tapi beda nilai penukaran itu riba, sama obyeknya. Uang seharusnya jadi alat tukar bukan jadi komoditas jual beli," kata dia.

Sementara itu, terkait penukaran uang menjelang hari raya Idul Fitri, Bank Indonesia telah bekerja sama dengan Himpunan Bank-Bank Negara (Himbara).

Keduanya serentak blusukan ke 1.136 wilayah terpencil, terluar dan terdepan (3T) untuk melayani penukaran uang terbaru, dan mensosialisasikan uang layak edar serta uang rupiah asli.

Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Uang BI Suhaedi di Jakarta, Rabu, mengatakan BI dan Himbara siap menggelontorkan total uang Rp150 miliar untuk penukaran uang. Penukaran serentak dari BI dan Himbara di 1.136 lokasi itu akan dilaksanakan selama dua hari pada 16-17 Juni 2017.

Baca juga artikel terkait LEBARAN atau tulisan lainnya dari Yuliana Ratnasari

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Yuliana Ratnasari
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari