Menuju konten utama

MTI Sebut Ada Banyak Pelanggaran Truk di Sektor Komoditas

Persoalan Odol ini seharusnya sudah dapat ditertibkan sejak lama melalui pasal 277 UU No. 23 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

MTI Sebut Ada Banyak Pelanggaran Truk di Sektor Komoditas
Puluhan bus dan truk yang akan menyeberang ke Pulau Sumatera antre sebelum masuk ke kapal feri di Pelabuhan Merak, Banten, Jumat (17/5/2019). ANTARA FOTO/Weli Ayu Rejeki/af/nz.

tirto.id - Wakil Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno menilai, pemerintah perlu melakukan pembenahan persoalan kelebihan muatan truk atau Over Dimension dan Over Loading (Odol) yang mengangkut muatan dari sektor komoditas.

Menurut Djoko, kelompok truk pada sektor ini lebih banyak melakukan pelanggaran ketentuan Odol dibanding saat membawa muatan dari industri lainnya.

Djoko menjelaskan, persoalan Odol ini seharusnya sudah dapat ditertibkan sejak lama melalui pasal 277 UU No. 23 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Namun, ia menilai ada beberapa faktor yang menyebabkan penanganannya berlarut-larut, seperti aturan dan kualitas jalan, tata cara angkut barang, tarif angkutan barang, kurangnya konsistensi penegakan hukum.

Di sisi lain, kehadiran Odol juga dinilai cukup menguntungkan bagi perusahaan karena dapat menghemat biaya seperti menekan jumlah truk, supir, dan ongkos sekali angkut. Tetapi, ia juga khawatir ini bisa berdampak buruk pada industri angkutan logistik dan persaingannya.

"Pelanggaran banyak dilakukan oleh angkutan batu bara, angkutan yang bawa Crude Palm Oil (CPO), angkutan kelapa sawit, dan beberapa komoditas lainnya," ucap Djoko dalam keterangan tertulis yang dikonfirmasi reporter Tirto pada Senin (1/7/2019).

Djoko mengatakan, angkutan Odol di sektor komoditas ini beberapa kali memiliki dampak negatif pada infrastruktur dan faktor keselamatan berkendara. Efeknya, kata dia, berupa kerusakan jalan dan jembatan sampai beberapa kasus menelan korban jiwa dan merugikan negara.

Djoko mencontohkan kasus terbaru pada Odol sempat terjadi di jembatan Way Mesuji, Kab. Mesuji, Sumatera Selatan. Kendaraan Odol, katanya, telah menyebabkan putusnya jembatan di jalan timur KM 200.

Ia mengatakan, jembatan itu runtuh bukan karena konstruksi yang rapuh, melainkan beban yang melebihi kapasitas membuatnya amblas.

Lalu ada juga kecelakaan di Bumiayu, Jawa Tengah saat truk Odol menabrak sejumlah orang dan kendaraan. Tepatnya setelah melewati jalan layang di atas perlintasan KA.

"Ini harus dibenahi. Menurut Menteri PUPR Basuki Hadimulyono , setiap tahun negara merugi Rp43 triliun per tahun akibat truk obesitas," ucap Djoko.

Menurut Djoko, selain membutuhkan koordinasi antar pemerintah, penegak hukum dan pelaku usaha, ada alternatif yang dapat dilakukan. Djoko menjelaskan, persoalan Odol ini sebenarnya dapat diatasi dengan mengalihkan pengangkutan logistik ke kereta api.

Ia menuturkan, saat ini sejumlah wilayah memiliki jalur kereta api yang andal. Alhasil bila muatan yang ingin dibawa cukup besar sekaligus ingin menekan biaya, moda ini dapat menjadi pilihan.

"Di Jawa sudah terhubung lintas rel ganda, dapat menjadi pilihan mengalihkan sebagian beban angkutan logistik jarak jauh dari jalan raya ke jalan rel," kata Djoko.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Perhubungan Darat (Dirjen Hubdat) Kementerian Perhubungan, Budi Setiyadi akan mengeluarkan beberapa strategi untuk menangani truk Over Dimension dan Over Loading (Odol) alias truk berlebihan muatan.

Strategi ini, kata Budi, diharapkan dapat menangani permasalahan truk berlebihan muatan dari hulu hingga ke hilir.

"Kita tidak dapat mengandalkan polisi saja untuk menanganinya. Persoalan Odol intinya akan kami jalani terus pemberantasannya namun untuk mengatasinya kami juga melakukan pemberian edukasi atau dengan [pendekatan] soft power," kata dia usai melakukan rapat untuk merumuskan strategi truk berlebihan muatan, Jumat (28/6/2019).

Baca juga artikel terkait TRUK INDONESIA atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno