tirto.id - Presiden Joko Widodo baru-baru ini menyatakan pendapatnya bahwa para mantan narapidana (napi) kasus korupsi seharusnya memiliki hak politik untuk maju menjadi calon anggota legislatif di Pemilu 2019.
Pernyataan Jokowi pada Selasa (29/5/2018) kemarin tersebut menanggapi langkah Komisi Pemilihan Umum (KPU) membuat draf peraturan yang melarang eks narapidana kasus korupsi mencalonkan diri di Pemilu Legislatif 2019.
Pakar politik dari Universitas Indonesia (UI), Cecep Hidayat menilai Jokowi mengungkapkan pendapatnya itu didasari motif politik. Menurut Cecep, Jokowi sedang berusaha menjaga dukungan partai politik untuk dirinya di Pilpres 2019.
"Jadi, [Jokowi] butuh dukungan politik juga kan untuk Pilpres. Apalagi PDIP dan Golkar itu dua partai politik yang besar [pengaruhnya] di pemilu dan pilpres 2019," kata Cecep di Jakarta, Rabu (30/5/2018).
Selama ini, para politikus Fraksi Golkar dan PDIP menjadi penentang utama rencana KPU melarang mantan napi koruptor untuk menjadi Caleg. Mereka kompak menilai larangan itu tidak beralasan karena bisa melanggar hak asasi setiap warga negara untuk memilih dan dipilih. Pencabutan hak politik warga negara dinilai hanya layak dilakukan berdasar keputusan pengadilan.
Menurut Cecep, jika Jokowi berbalik mendukung langkah KPU, besar kemungkinan dua partai besar pendukungnya itu berubah sikap.
“Untuk itu, dia [Jokowi] harus menjaga dukungan. Selama ini, dia telah dideklarasikan [jadi Capres] bagaimana kemudian dia menjaga dukungan itu dan mesin politik dua partai ini bekerja," ujar Cecep.
Dia berpendapat sikap Jokowi terkait dengan langkah KPU kemungkinan besar dilandasi pertimbangan tentang situasi politik ke depan menjelang Pilpres 2019.
"Semua respons dan tindakan [Jokowi] akan berdampak dalam kondisi-kondisi politik ke depannya,” ujar dia.
Cecep menambahkan, jika peraturan KPU tersebut benar-benar berlaku, akan ada dampak besar yang mempengaruhi dinamika internal sejumlah partai. Apalagi, sebagian partai besar memiliki banyak stok kader yang pernah terjerat kasus korupsi dan belum kunjung memperbaiki sistem kaderisasinya.
"Kadang mereka lemah dalam kaderisasi di internal sehingga mereka mengusung caleg dengan rekam jejak yang tidak terlalu baik," ujar Cecep.
Padahal, menurut dia, langkah KPU melarang mantan napi kasus korupsi maju sebagai caleg di Pemilu 2019 merupakan terobosan positif bagi perbaikan demokrasi di Indonesia. Cecep berharap Jokowi meralat sikapnya dan berbalik mendukung KPU demi pemilu yang lebih berintegritas.
"Presiden harus mendukung pelaksanaan pemilu yang berintegritas. Bayangkan jika [banyak caleg] pesertanya adalah mantan napi korupsi. Bagaimana pemilih mencari pemimpin yang berintegritas?" Kata Cecep.
Penulis: Naufal Mamduh
Editor: Addi M Idhom