tirto.id - Baru-baru ini, Perdana Menteri Haider al-Abadi dengan heroik menabuh genderang permulaan serangan besar-besaran ke Mosul. Prediksinya, tentara koalisi akan berhasil merebut Mosul dalam tempo waktu dua bulan. Sesumbar ini terlalu berlebihan.
Mosul adalah pusat pemerintahan ISIS kedua setelah Raqqa, sehingga wajar jika Abu Bakar Al-Baghdadi menempatkan ribuan pengikut setianya di sana. Pemerintah Irak menyebut kota itu dibela lebih dari 12.000 milisi, perkiraan Peshmerga mencapai 20.000 milisi, sedangkan media ISIS, Amaq mengatakan terdapat lebih dari 25.000 pasukan mereka siap mempertahankan Mosul. Sebelum membahas Mosul alangkah baiknya kita menengok dulu apa yang terjadi di Tikrit, Fallujah dan Ramadi.
Sebulan sebelum mendeklarasikan kekhilafahan, ISIS menggelar ekspansi begitu masif dan cepat di Irak. Hampir separuh kota-kota besar di Irak mereka kuasai hanya dalam tempo beberapa minggu saja. Ramadi, Fallujah, Haditha, Baiji, Tikrit, Kirkuk, Manbij dan Mosul direbut tanpa adanya perlawanan berarti dari tentara pemerintah.
Harta rampasan dan senjata yang ditinggalkan membuat ISIS semakin berjaya. Di Mosul saja, ISIS mendapatkan 2300 Humvee secara gratis, ini belum termasuk puluhan tank, artileri dan ribuan senjata. Jumlah lebih kecil mereka dapatkan di kota-kota lain. Ekspansi ini membuat ISIS hanya berjarak 10 km dari Kota Baghdad pada November 2014. Setelah mendapat dukungan dana negara koalisi, Amerika Serikat dkk, Irak kembali melawan. Satu persatu kota yang direbut kembali datang ke pangkuan.
Berkaca dari Tikrit, Ramadi dan Falujjah
11 Juni 2014, Tikrit jatuh ke tangan ISIS. 15 hari kemudian serangan besar-besaran dilakukan pemerintah Irak untuk kembali merebut Tikrit. ISIS menghajar pemerintah Irak dan milisi Syiah setelah tiba di Tikrit.
Dua helikopter bahkan ditembak jatuh. Perlahan tentara Irak mundur lagi ke selatan kota di daeraj Dijla. Pergerakan besar lalu diarahkan ke Al-Deum. Lagi-lagi Irak dihajar ISIS di sana. Setelah empat hari berperang tanpa hasil tentara Irak pun mundur ke Samarra dan tak menginjakkan lagi kaki di Tikrit sampai 10 bulan lamanya.
Baru pada 2 Maret 2015, operasi besar-besaran menyerang Tikrit kembali dilakukan. Sebanyak 30.000 pasukan koalisi dari tentara Irak, sekutu dan milisi Syiah dan Iran ikut andil dalam operasi ini mengepung kota yang dijaga tak lebih dari 1000 milisi ISIS.
Dua minggu pertama mereka memang sukses menguasai desa-desa kecil di sekeliling Tikrit. Namun, pergerakan itu terhambat setelah AS menahan bantuan serangan udara karena meminta milisi Syiah dan Iran berhenti ikut operasi.
Sesumbar 2 minggu menguasai Tikrit jadi molor hingga 6 minggu lebih. Saat terlibat perang kota dan tinggal melawan 400 milisi ISIS, Irak begitu ringkih kelabakan menghadapi 10.000 perangkap ranjau yang ditanam oleh ISIS.
Analis militer, Joseph V. Micallef di Huffington Post menyebut kesuksesan menguasai Tikrit tidak lepas dari taktik membanjiri wilayah musuh dengan unit infanteri bersenjata ringan yang demikian melimpahnya.
Secara taktik tentara Irak amat payah dalam perang kota. Pada awalnya, mereka memang dididik untuk menghadapi kelompok gerilya yang identik menyerang dengan hit and run. Pola ini tentu berbeda dengan perang konvensional melawan ISIS, di mana posisi mereka teguh untuk mempertahankan suatu wilayah. Kepayahan tentara Irak dalam perang kota terbukti dari terhamburnya amunisi akibat tembakan membabi buta para prajurit di lapangan.
Tikrit direbut kembali oleh tentara Irak pada 8 April 2015. Posisi Tikrit yang berada di antara Baghdad dan Mosul membuat para analis memprediksikan tentara Irak ini akan langsung terus bergerak ke utara menyerbu Mosul. Butuh waktu lama mengumpulkan nyali ini karena baru terealisasi November 2016.
Lain Tikrit lain juga Ramaddi. Setelah menghajar ke utara, Irak melakukan pembebasan ke arah barat yakni ke dua kota di provinsi Al-Anbar, Ramadi dan Falujjah. Dua kota ini amat vital, jarak Falujjah dan Baghdad hanya 66 km. Fokus pertama Irak adalah merebut Ramadi. Direbutnya Ramadi otomatis memutus suplai bantuan ISIS pada Falujjah.
Pembebasan Ramadi dimulai 25 November 2015. Berbeda dengan Tikrit, operasi ini lebih mentitik beratkan pada pengepungan dan pengeboman. Baru seminggu kemudian baru operasi darat di mulai. 8 Desember 2015 tentara Irak mengusai Tamim - distrik vital di barat daya kota. Pelan tapi pasti kemenangan-kemenangan didapat.
Tanggal 28 Desember, Angkatan Darat Irak mengklaim Ramadi sepenuhnya mereka kuasai. Klaim ini ternyata omong kosong belaka, mereka gagal membersihkan Ramadi dari sel-sel ISIS. Sekitar 600 pejuang ISIS masih sering melakukan serangan secara dadakan entah itu lewat serangan bunuh diri, penembak jitu atau bom pinggir jalan. Pembersihan Ramadi baru benar-benar sukses di awal Februari 2016, setelah daerah Hamidiyah dikuasai pemerintah Irak.
Dari Ramadi, pasukan bergerak ke Falujjah. Kota ini jadi rawan karena serangan bom bunuh diri di Baghdad selalu berasal dari Falujjah. Kesuksesan di Ramadi sekaligus mengisolir Falujah membikin Gubernur Anbar, Suhaib al-Rawi pada awal Februari lalu mengaku optimistis perebutan Falujjah akan lebih mudah dan cepat.
Faktanya? Perebutan Falujjah menghabiskan waktu sekitar 5 bulan! Ketimbang menyerang secara langsung, Irak lebih dulu bersabar menunggu dan mengepung Falujjah selama 4 bulan lamanya. Serangan lebih didominasi oleh altileri dan serangan udara jet-jet pasukan koalisi. Operasi besar-besaran baru dilakukan 22 Mei 2016.
Mereka bergerak dari timur di al-Harariyat, al-Shahabi dan al-Dwaya lalu menyebar dan memasuki Falujjah dari tiga arah. Pada 1 Juni 2016 mereka sebenarnya sudah masuk kota, tetapi tertahan sengit oleh ISIS dan lalu mundur ke selatan kota dan melanjutkan proses pengepungan. Butuh waktu hingga 27 hari sebelum akhirnya tentara Irak bisa menguasai Falujjah sepenuhnya.
Apa yang akan terjadi di Mosul?
Banyak pengamat berpendapat kesuksesan operasi di Tikrit, Ramadi dan Falujjah akan dijadikan cetak biru strategi untuk menguasai Mosul. Namun, strategi pengepungan seperti di Ramadi dan Falujah sepertinya tidak akan dilakukan karena posisi Mosul tidaklah terisolir. Blokade hanya terjadi di bagian utara, selatan dan timur. Sisi barat masih aman dan tetap menghubungkan Mosul dengan Raqqa. [Jalur Raqqa dan Mosul terputus di Sinjar yang dikuasai oleh Peshmerga. Selain mempertahankan Mosul, ISIS pun tampaknya akan meningkatkan serangan di Sinjar agar jalur Raqqa menuju Mosul steril]
Dalih ini yang membikin operasi jalur darat dilakukan secara besar-besaran oleh pemerintah Irak. Pada operasi pembebasan Mosul, tentara Irak membutuhkan bantuan pasukan Peshmerga yang mengepung Mosul dari sisi timur dan utara.
Lembaga analis militer Southfront, memprediksikan sekitar 100 ribu pasukan akan terlibat dalam operasi ini. Sebanyak 45 ribu tentara Irak ditambah 10 ribu milisi Syiah dari Iran dan Lebanon serta ribuan tentara AS dan koalisi akan bergerak dari al-Qayyara 60 kilometer ke selatan Mosul.
Sedang 45 ribu pasukan Peshmerga masuk lewat timur dari Sahl Niniwe sekitar 20 kilometer Mosul ke arah Timur Sampai tulisan ini diturunkan pertempuran antara pasukan koalisi dan ISIS masih sebatas terjadi di daerah pinggiran 20-40 kilometer dari pusat kota. Pasukan koalisi mengklaim di Selatan mereka sukses merebut 56 desa dan di timur 20 desa.
Sang pemimpin operasi, Mayor Jenderal Najm al-Jabouri memprediksikan pada akhir tahun nanti Mosul bisa direbut kembali dari ISIS. Hanya dalam dua bulan lebih? Ayolah Anda tidak bercandakan. Menaklukan ISIS tidaklah semudah itu.
Baru-baru ini, pergerakan pasukan koalisi mengalami perlambatan. Taktik ISIS dengan memanfaatkan bom bunuh diri, ranjau darat dan bumi hangus sumur-sumur minyak memaksa gerak pasukan terhambat. Hal ini dikatakan Letnan Kolonel Mohammad Darwish dari Peshmerga kepada SkyNews.
Jauh sebelumnya presiden AS, Barack Obama mengingatkan operasi di Mosul akan mendapat banyak hambatan. “Mosul akan menjadi pertempuran yang sulit. Akan ada kemajuan dan akan ada kemunduran," tutur Obama.
Ucapannya ini sejalan dengan Letnan Jenderal Vincent Stewart, Direktur Badan Intelijen Pertahanan AS yang mengatakan operasi akan berlangsung panjang.
"Perang kota amatlah tidak mudah dan Mosul adalah kota besar. Dua tahun menguasai Mosul, mereka setidaknya sudah menyiapkan pertahanan untuk mempertahankan posisinya. Ini akan menjadi pertarungan multi-dimensi,” kata Stewart.
Perang kota bagi ISIS adalah keuntungan. Mosul adalah kota terbesar kedua di Irak setelah Baghdad. Saat ini, Mosul masih ditinggali 600 ribu hingga 1 juta warga sipil. Kepadatan Mosul jadi keuntungan tersendiri bagi ISIS, dengan menjadikan sipil sebagai tameng. Taktik bombardir seminimal mungkin akan dihindari pasukan koalisi demi menghindari korban sipil.
Selama dua tahun berkuasa di Mosul, tentunya ISIS sudah membangun terowongan yang dirancang sebagai jalur untuk menyerang dan rute pelarian, menjebak lawan dengan penyergapan atau serangan bunuh diri. Dalam skenario perang kota, ISIS pun berpeluang besar untuk sembunyi menyelinap jadi warga sipil dan menyerang secara dadakan.
Siapakah Irak jika harus dipaksa perang kota langsung dengan ISIS? Mimpi buruk seperti di Tikrit bisa saja terjadi. Namun kompleksifitas Mosul tentu lebih rumit ketimbang Tikrit. Kesulitan pun tentu akan bertambah.
Di sisi lain, Mosul adalah benteng terakhir ISIS di Irak, mereka akan berjuang mati-matian. Keberuntungan seperti banyaknya tentara ISIS yang kabur seperti di Falujjah dan Ramadi mungkin tidak akan terjadi. Siapkah pasukan Irak?
Mental pasukan Irak memang dianggap lemah. Komandan Pasukan Inggris di Irak, Brigadir Christopher Ghika bahkan sempat mengatakan jatuhnya kota-kota di Irak ke tangan ISIS bukan disebabkan pasukan Irak tidak mampu melawan tapi mereka memang tidak mau dan lebih memilih melarikan diri. Jika begini jadinya Mosul tentu sulit akan jatuh. Jika pun jatuh maka pahlawan pembebasan Mosul bukanlah pasukan Irak, melainkan pasukan AS dan Peshmerga.
Penulis: Aqwam Fiazmi Hanifan
Editor: Maulida Sri Handayani