tirto.id - Rakyat Indonesia bisa sedikit menyunggingkan senyumannya. Saat artikel ini ditulis (9 September 2016), kontingen paralimpiade Indonesia di Rio 2016 berhasil menyabet medali pertamanya. Hasil membanggakan ini dipersembahkan oleh Ni Nengah Widiasih yang memperoleh perunggu dari cabang angkat besi.
Sayangnya, kesuksesan ini luput dari perhatian kita semua. Keberhasilan Ni Nengah Widiasih menyabet perunggu, sialnya, tertutupi oleh riuhnya wawancara sang motivator Sis Maryono Teguh yang tidak mengakui anaknya di salah satu stasiun televisi swasta. Ironis? Bisa jadi.
Tapi, publik Indonesia tidak perlu terlalu merasa bersalah. Paralimpiade memang terbukti tidak sepopuler Olimpiade.
Salah satu contohnya tampak dari riset oleh Ofcom. Data Ofcom menunjukkan bahwa jumlah pemirsa televisi dari Paralimpiade London 2012 di seluruh Inggris tercatat sebesar 31,6 juta orang. Di sisi lain, menurut data IOC (Komite Olimpiade Internasional), ajang Olimpiade London 2012—yang digelar dalam waktu hampir bersamaan—mampu meraup hingga 51,9 juta pemirsa untuk wilayah yang sama.
Minimnya popularitas paralimpiade juga dapat dilihat dari tiket yang terjual. Sejak resmi digelar pada 1960, sebagian besar tiket paralimpiade akan diberikan secara gratis. Di satu sisi, langkah ini digunakan untuk memberikan kesempatan bagi masyarakat luas—khususnya penyandang disabilitas—untuk menyaksikan paralimpiade. Di sisi lain, tiket ini dibagikan karena memang tidak laku dijual.
“Kita dapat mengukur sejauh mana kesuksesan paralimpiade dalam 20 terakhir ini, salah satunya, dari angka penjualan tiket. Pada Paralimpiade Barcelona 1992 lalu, tiket masih dibagikan secara gratis,” ujar CEO Komite Paralimpiade, Xavier Gonzalez, kepada BBC.
Sistem tiket berbayar pertama kali diterapkan di Paralimpiade Sydney 2000. Saat itu, jumlah penonton menyentuh angka 1,159,249 orang yang terdiri dari penonton berbayar dan gratis. Lonjakan penonton terjadi pada Paralimpiade Beijing 2008 yang berhasil membukukan 3,4 juta penonton, sebanyak 1,6 juta di antaranya diberikan gratis kepada warga khususnya penyandang disabilitas.
Revolusi di London 2012
Paralimpiade memang bukan merupakan ajang olahraga paling populer di dunia. Namun, berbagai pembenahan telah dilakukan oleh Komite Paralimpiade Internasional (IPC) demi mengatasi hal ini.
Salah satu perubahan penting yang dilakukan oleh IPC adalah mengatur waktu pelaksanaan paralimpiade supaya berdekatan dengan olimpiade sejak 1988. Kedua ajang ini pun berbagi venue yang sama. Harapannya, antusiasme yang meliputi olimpiade mampu ditularkan ke paralimpiade.
Upaya mendongkrak popularitas paralimpiade menemui puncaknya pada Paralimpiade London 2012. Ajang ini dikenal sebagai gelaran paralimpiade paling sukses sepanjang sejarah. Panitia penyelenggara ajang ini, LOCOG (London Organizing Committee Olympic Paralympic Games), merancang sebuah gelaran yang tidak hanya mewah dan bergengsi, tapi juga mudah diakses publik.
LOCOG memulai promosi besar-besaran sejak jauh-jauh hari dengan memanfaatkan media massa khususnya media daring serta jejaring sosial. Mereka bekerja sama dengan Channel 4 untuk menjadi saluran resmi penayangan paralimpiade di kanal televisi.
Nilai kontrak antara Channel 4 dan LOCOG disebut-sebut telah memecahkan rekor dengan nilai sebesar 9 juta poundsterling. Selain itu, The Guardian melansir bahwa dwigelaran olimpiade dan paralimpiade sukses mengumpulkan 80 juta poundsterling dari sponsor.
Menurut data IPC, sepanjang 12 hari penyelenggaraan, Channel 4 mengalokasikan 500 jam penayangan dengan jumlah penonton mencapai 40 juta pemirsa. Sejumlah 100 negara dikabarkan turut menyaksikan gelaran ini. Sebagai pelengkap, LOCOG juga berinisiatif untuk bekerja sama dengan Youtube supaya masyarakat dunia mendapatkan kemudahan untuk mengakses paralimpiade.
“Oh, tentu saja, itu [London 2012] adalah peliputan paralimpiade terbaik yang pernah saya saksikan. Saya kagum dengan bagaimana Channel 4 melaksanakan tugasnya di Inggris […] dan saya rasa semua usaha itu terbayar tuntas,” papar Gary Kingson, wartawan Vancouver Sun, kepada Abilities.ca.
LOCOG juga mengonsepkan venue pertandingan yang ramah pengunjung dan mudah diakses lewat transportasi publik. Persiapan paralimpiade yang dilakukan bersamaan dengan persiapan olimpiade turut meringankan tugas LOCOG dalam merancang kedua gelaran besar ini. Tak tanggung-tanggung, pemerintah Inggris sampai menggelontorkan dana sebesar 8,77 miliar poundsterling untuk keduanya.
Puncaknya, LOCOG merancang upacara pembukaan mewah, berkelas, dan tak kalah gemerlap dari pembukaan Olimpiade London 2012. LOCOG turut melibatkan figur publik terkenal untuk menambah gaung acara ini.
Apabila dalam pembukaan Olimpiade 2012 publik dikejutkan oleh aksi Rowan Atkinson sang “Mister Bean”, maka pembukaan Paralimpiade 2012 diwarnai oleh pidato inspiratif dari Stephen Hawking, salah satu ilmuwan terbesar dalam sejarah dunia yang juga merupakan penyandang disabilitas.
Selama penyelenggaraan, para pengunjung menikmati harga tiket yang terhitung murah. The Guardian melansir, setengah dari 2,7 juta tiket paralimpiade dibanderol dengan harga 10 poundsterling atau lebih rendah. Sementara itu, sekitar 95 persen tiket dijual dengan harga kurang dari 50 poundsterling. Harga tiket murah terbukti mampu memancing animo masyarakat untuk datang menonton.
“Jika anda melihat para pengunjung di sekitar venue, sebagian besar pengunjung datang bersama rombongan keluarga mereka. Yah, mereka pasti menikmati momen-momen yang indah selama paralimpiade ini,” ujar Paul Deighton. “ Mereka telah berhasil menciptakan suasana yang luar biasa di sekitar tempat penyelenggaraan,” pungkasnya.
Segala upaya LOCOG berbuah manis. Paralimpiade London 2012 telah mencatatkan berbagai rekor tersendiri.
BBC mencatat, terhitung sejak 1988, London 2012 telah mencatatkan rekor keikutsertaan atlet terbanyak ( dari 3.053 atlet pada 1988 menjadi 4.200 atlet pada 2012), keikutsertaan negara (62 negara menjadi 161 negara), dan media yang meliput (1.672 media menjadi 4.000 media).
LOCOG mencatat, sejumlah 2,7 juta tiket terjual sepanjang ajang ini. Penjualan tiket awalnya ditargetkan meraup 35 juta poundsterling, namun akhirnya melampaui target hingga menyentuh angka 45 juta poundsterling. CEO dari LOCOG, Paul Deighton, bahkan menyatakan bahwa penjualan tiket paralimpiade sudah mampu menutupi biaya penyelenggaraannya. Di sisi lain, hasil ini masih kalah jauh dari penjualan tiket olimpiade yang berhasil membukukan 550 juta poundsterling.
Perjalanan paralimpiade untuk dapat menyamai popularitas olimpiade memang masih panjang. Namun, harapan akan selalu ada. Tak terkecuali dengan gelaran Paralimpiade Rio 2016. Gelaran tahun ini telah berhasil memecahkan rekor keikutsertaan atlet dari 4.200 atlet pada 2012 menjadi 4.300 pada 2016.
Kita tunggu rekor apalagi yang akan tercipta di ajang ini selanjutnya.
Penulis: Putu Agung Nara Indra
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti