Menuju konten utama

Mereka yang Tak Bisa Libur saat Lebaran

Bagi sebagian pekerja, libur saat lebaran adalah kemewahan yang jarang sekali bisa mereka rasakan.

Mereka yang Tak Bisa Libur saat Lebaran
Polisi mengatur pengendara roda dua yang antre memasuki pintu tol Jembatan Suramadu di Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (24/6). ANTARA FOTO/Moch Asim.

tirto.id - Lebaran tiba. Sebagian besar pekerja di Indonesia merayakannya dengan pulang kampung, berkumpul dengan keluarga, dan berkeliling ke rumah sanak saudara. Cuti bersama diberikan agar para pekerja bisa menikmati libur lebaran.

Sayangnya, libur lebaran tak berlaku bagi beberapa pekerjaan dan profesi. Apa yang mereka kerjakan setiap hari memang tak bisa ditinggalkan. Bayangkan jika seluruh pekerja media libur. Tak akan ada siaran di televisi atau berita di internet.

Tak ada yang mengabarkan hal-hal penting yang mungkin terjadi saat lebaran.

Bayangkan juga jika semua pilot dan pramugari serta semua petugas di bandara libur, maka mobilitas manusia lintas provinsi dan negara akan terganggu. Kalau petugas medis libur, siapa yang akan mengurusi dan mengobati orang sakit? Bagaimana pula jika para petugas keamanan libur, siapa yang akan menjaga keamanan rumah-rumah, gedung-gedung selama musim liburan? Bagi mereka, libur lebaran adalah kemewahan.

Anak dan istri Andi Rianto sudah pulang kampung terlebih dahulu untuk merayakan Lebaran tahun ini. Andi tak bisa ikut. Ia terpaksa tinggal sendirian di rumahnya di Tangerang Selatan. Pekerjaan sebagai petugas keamanan membuatnya jarang sekali bisa merasakan libur saat lebaran.

Tahun ini bukanlah pertama kali bagi Andi ditinggal mudik terlebih dahulu oleh anak-anak dan istrinya. Tahun-tahun sebelumnya, saat mereka memutuskan untuk mudik, istrinya akan pergi lebih dulu sebelum lebaran, lalu Andi menyusul setelah lebaran ke dua atau ketiga.

Petugas keamanan memang salah satu pekerjaan yang sulit sekali bisa merasakan libur saat lebaran. Slamet, salah satu petugas keamanan di sebuah yayasan pendidikan di Jakarta juga merasakan hal yang sama. Tetapi untungnya, di lebaran tahun ini ia mendapat shift jaga dari sore sampai malam. Jadi di pagi sampai siang, Slamet masih bisa berkumpul bersama keluarga.

Para tenaga medis di seluruh Indonesia juga merasakan hal yang sama. Terlebih bagi mereka yang bertugas di kawasan mayoritas Islam. Di Aceh, misalnya. Endang Ardiana, seorang perawat di rumah sakit umum seringkali harus tetap berjaga di rumah sakit saat lebaran.

Di rumah sakit yang agama karyawannya beragam, mungkin akan lebih menyenangkan saat menghadapi libur lebaran. Karyawan yang beragama Islam bisa bertukar piket dengan yang beragama lain. Jadi, ketika lebaran, yang Islam libur, jika Natal, yang Kristen libur.

Di Aceh, hampir seluruh rekan kerja Endang beragama Islam, dan semuanya ingin merayakan lebaran. Jadi jika Endang mendapat giliran jaga bertepatan dengan lebaran, ia harus melewati hari raya di rumah sakit.

Pramugari, pilot, dan para pekerja di bandara juga kesulitan menikmati libur lebaran. Deztya Bella, salah satu pramugari di Sriwijaya Air harus terbang saat keluarganya merayakan Lebaran di Bekasi. Bella sudah bergabung dengan Sriwijaya sejak 2011. Tahun ini adalah tahun ke tiga ia tak bisa libur dan menikmati lebaran bersama keluarga.

“Kami terbang sesuai jadwal yang sudah disusun. Dalam tujuh hari, ada satu hari libur. Kalau libur bertepatan dengan lebaran, itu ya bonus,” ujarnya kepada Tirto, sehari sebelum Lebaran.

Jadi, selama enam tahun menjadi pramugari di Sriwijaya, ada tiga kali lebaran yang Bella kebetulan sedang libur terbang. Itu pun hanya sehari. Sebagai kompensasi, pihak Sriwijaya memberikan insentif bagi karyawannya yang tetap bekerja di lebaran pertama dan kedua.

infografik tidak libur saat lebaran

Pekerja kreatif yang jam kerjanya lebih bebas pun terkadang kesulitan libur saat lebaran. Apalagi jika mereka kebetulan sedang menggarap proyek bersama klien yang mengharuskan mereka bekerja saat lebaran. Tahun ini, Rininta Fitriana, direktur kreatif sekaligus manajer bisnis di PT Karya Kreatif Indonesia merasakannya.

PT Karya Kreatif Indonesia adalah perusahaan agensi yang lebih populer dengan nama Crative Centre Indonesia. Kebetulan, tahun ini, ia mendapat klien yang meminta timnya mengatur event di beberapa titik ramai pemudik selama lebaran. Rininta terpaksa tetap bekerja dan batal pulang ke kampung halaman.

Dia menjelaskan, secara teori dia libur, tetapi harus siap sedia ketika harus diminta pertanggungjawaban dan ditanya mengenai apa yang terjadi di lapangan. “Praktiknya, saya tetap saja kerja dan turun ke lapangan, kalau enggak turun, ya gimana bisa tahun persoalan dan mencarikan solusinya,” jelas Rininta.

Tahun ini adalah pertama kali bagi Rininta gagal mudik karena pekerjaan. Tetapi bagi pekerja kreatif seperti dirinya, hal-hal seperti ini bisa saja terjadi, tergantung pada siapa klien yang sedang mereka tangani.

Profesi lain yang sulit sekali untuk bisa libur adalah wartawan, terutama wartawan televisi. Mereka harus melaporkan langsung dari lokasi kejadian dan mengambil gambar. Untuk satu ruang redaksi, tak semua kru harus bekerja saat lebaran. Setiap media biasanya akan menyusun mekanisme piket. Mereka yang kena giliran piket, ya harus bekerja, sedangkan sisanya boleh libur dan menikmati lebaran.

Tak usah ambil contoh jauh-jauh, saya yang menuliskan ini adalah bagian dari ruang redaksi Tirto yang sedang menjalankan piket lebaran. Karena Tirto adalah media online, kami bisa bekerja dari manapun.

Minggu pagi, saat keluarga saya ke masjid untuk salat Ied, saya yang kebetulan tidak salat, sendirian di kamar, menulis. Usai salat Ied, ritual salam-salaman saya lakukan sebentar, makan ketupat, lalu masuk kamar lagi, melanjutkan tulisan. Tamu datang, salaman, lalu masuk kamar lagi.

Editor yang bertugas mengedit tulisan ini pun begitu, selalu ada aktivitas mengedit di sela-sela kesibukannya menyambut tamu dan menikmati hidangan lebaran. Maka, berbahagialah para pekerja yang bisa libur dan berkumpul dengan keluarga dengan tenang tanpa beban pekerjaan.

Baca juga artikel terkait IDUL FITRI atau tulisan lainnya dari Wan Ulfa Nur Zuhra

tirto.id - Humaniora
Reporter: Wan Ulfa Nur Zuhra
Penulis: Wan Ulfa Nur Zuhra
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti