tirto.id - Jutaan umat muslim di dunia berbondong-bondong ke Kota Mekkah dan Madinah setiap tahunnya untuk melaksanakan ibadah haji. Ibadah haji bisa dikatakan merupakan impian setiap umat muslim untuk menyempurnakan ibadahnya. Namun, di Indonesia, keinginan untuk menyempurnakan rukun islam ini harus diuji dengan kesabaran karena waktu tunggu naik haji hingga bertahun-tahun.
Seiring dengan berjalannya waktu, jumlah umat islam yang mendaftar untuk melaksanakan ibadah ini semakin besar. Hal ini dapat dilihat dari data Badan Statistik Arab Saudi dimana jumlah jemaah haji sejak 1995 menunjukan trend yang meningkat.
Pada 1995, tercatat jumlah jemaah haji sebanyak 1,87 juta dengan 41,7 persen berasal dari dalam negeri. Jumlah ini meningkat hingga mencapai 3,16 juta Jemaah pada 2012, dengan jumlah Jemaah yang berasal dari luar kerajaan sebanyak 1,75 juta dan dalam negeri sebanyak 1,41 juta. Namun, pada 2013, jumlah jemaah yang melaksanakan ibadah haji menurun drastis menjadi 1,98 juta jemaah atau turun sebesar -37,37 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Pada 2016, jumlah jemaah haji pun terlihat menunjukkan tren yang semakin menurun, yaitu berjumlah 1,86 juta atau turun sebesar -4,60 persen.
Penurun drastis ini merupakan dampak dari pembangunan dan perluasan Masjidil Haram, yang menyebabkan kuota dari Pemerintah Arab Saudi ikut terpangkas. Kuota Jemaah haji dari setiap negara sendiri ditetapkan berdasarkan keputusan Konferensi Tingkat Tinggi Organisasi Konferensi Islam (KTT-OKI) di Aman Jordania Tahun 1987. Berdasarkan keputusan tersebut, jumlah jemaah haji untuk masing-masing negara ditetapkan secara seragam sebesar satu per mil dari jumlah penduduk yang beragama Islam suatu Negara.
Porsi jemaah haji dari Indonesia berbanding lurus dengan banyaknya Jemaah yang ingin menunaikan ibadah haji di dunia Pada 2016, Pemerintah Saudi memberikan kuota sebanyak 168.000 untuk Indonesia dan merupakan jumlah yang paling tinggi diantara negara lainnya. Malaysia menjadi negara kedua yang mendapat kuota haji tertinggi yaitu sebanyak 22.320. Sedangkan untuk Singapura dan Brunei mendapatkan kuota jemaah masing-masing hanya sebanyak 680 dan 400 jiwa.
Meskipun mendapatkan jatah terbesar dalam pelaksanaan ibadah Haji, tetapi masih belum bisa memenuhi tingginya permintaan masyarakat muslim Indonesia untuk beribadah ke tanah suci. Sejak 2008 hingga 2016, rata-rata jumlah jemaah haji per tahunnya sebanyak 176 ribu jiwa.
Jumlah jemaah ini mencapai puncaknya pada 2011, yaitu sebanyak 199.848 jemaah atau tumbuh sebesar 1,9 persen dibandingkan tahun sebelum. Setelahnya, jemaah asal Indonesia yang beribadah haji mengalami penurun hingga mencapai 154.411 jemaah pada 2016 atau tumbuh negatif sebesar 0,01 persen dibandingkan 2015.
Meskipun memiliki kuota terbesar, proporsi jemaah asal Indonesia terhadap total jemaah ternyata tidak lebih dari 10 persen. Pada 2007, jemaah Indonesia hanya menempati porsi sebanyak 7,82 persen dari seluruh jemaah haji. Porsi ini berkurang hingga mencapai 6,08 persen pada 2012 dan berhasil meningkat kembali menjadi 8,29 persen pada 2016. Rendahnya porsi Indonesia pada kuota Jemaah haji serta pemangkasan kuota karena pembangunan masjidil haram memberi dampak besar terhadap kenaikan waktu tunggu jemaah haji.
Hingga 29 Agustus 2017, jumlah pendaftar haji sudah mencapai 3.366.287 orang, jumlah ini melebihi dari kuota yang diberikan. Jumlah ini sudah mencapai lebih dari 16 kali lipat dari kuota yang diberikan. Sedangkan, jumlah kuota per tahun yang diberikan saja hanya mencapai 202.294 jemaah. Bila, sejak 29 Agustus 2017, tidak ada lagi yang mendaftar dan per tahunnya hanya 200 ribuan jemaah yang diberangkatkan, maka akan butuh sekitar, rata-rata, 17 tahun untuk menyelesaikan daftar tunggu haji di Indonesia.
Bila dilihat berdasarkan wilayah, waktu tunggu calon Jemaah haji bahkan mencapai lebih dari 30 tahun. Jemaah yang berasal Kabupaten Sidrap di Sulawesi Selatan contohnya, mereka harus menunggu 33 tahun untuk dapat menunaikan ibadah haji. Hingga 29 Agustus 2017, jumlah calon jemaah haji yang mendaftar tercatat sebanyak 8.890, namun kuota yang diberikan untuk wilayah itu hanya 254 jemaah, maka waktu tunggu haji mencapai tahun 2050, atau sekitar 33 tahun dari 2017.
Begitu pula dengan DKI Jakarta. Jumlah calon jemaah haji yang mendaftar per 29 Agustus 2017 sebanyak 124.555 jemaah. Kuota yang diberikan untuk wilayah ini sebanyak 7.891 jemaah, maka waktu tunggu yang dibutuhkan adalah 15 tahun, yaitu hingga 2032. Waktu tunggu tercepat berada di Kabupaten Maluku Tenggara Barat yaitu sekitar 3 tahun. Jumlah calon jemaah haji yang mendaftar hingga 29 Agustus 2017 sebanyak 57 orang, dan kuota yang diberikan adalah 15 jemaah, maka masyarakat calon jemaah haji disana hanya perlu menunggu hingga 2020 untuk berangkat ke tanah suci. Panjangnya waktu tunggu haji ini juga akan berdampak pada kesiapan Jemaah khususnya yang terkait masalah biaya. Padahal, rata-rata, biaya haji setiap tahunnya mengalami peningkatan.
Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 8 Tahun 2017 tentang Penetapan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji tahun 2017 biaya haji yang harus dikeluarkan oleh calon Jemaah embarkasi Jakarta sebesar Rp34,31 juta. Nilai ini meningkat sebesar 0,53 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Peningkatan biaya haji terbesar dialami oleh jemaah embarkasi Solo. Pada 2016, biaya haji regulernya sebesar Rp34,84 juta dan meningkat 2,36 persen pada 2017 menjadi Rp35,66 juta.
Di antara 12 embarkasi Haji, hanya Aceh yang mencatatkan penurunan biaya haji pada 2017. Biaya haji reguler dari Aceh pada 2017 sebesar Rp31,04 juta atau menurun -0,25 persen dari tahun sebelumnya yang tercatat bernilai Rp31,12 juta. Penurunan biaya ini dikarenakan lokasi Aceh yang lebih dekat dengan tanah suci dibandingkan embarkasi lainnya. Permasalahan haji di Indonesia bukan lah hal sepele. Sebagai penduduk dengan jumlah pemeluk agama islam terbanyak di dunia, sudah selayaknya Indonesia mendapatkan kuota haji yang lebih besar dibandingkan negara lainnya.
Paling tidak, proporsi Jemaah asal Indonesia harus sebanding dengan Jemaah asal Arab Saudi yang pada 2016 mencapai 24,1 persen. Karenanya, lobi G2G antara pemerintah Indonesia dan Arab Saudi harus diperkuat sehingga masyarakat Indonesia pun tak lagi menunggu puluhan tahun untuk beribadah dan tak perlu menabung lebih lama untuk mencukup ongkos naik haji.
Penulis: Desi Purnamasari
Editor: Suhendra