tirto.id - Proyek pembangunan Light Rail Transit (LRT) Jabodetabek akhirnya menggunakan skema perusahaan patungan (joint venture) dengan gabungan modal melalui PT Adhi Karya dan PT Kereta Api Indonesia (KAI). Kemudian, Menteri BUMN Rini Soemarno juga berharap PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) dapat bergabung.
"KAI, Adhi Karya dan kita sedang lihat apakah pihak BUMN lain yang ikut. Kemungkinan SMI, karena itu yang kami harapkan ikut," ujar Rini di Stasiun Sudirman Jakarta pada Selasa (28/11/2017).
Rini menyatakan bahwa pihaknya sedang mematangkan rencana itu dan akan mengadakan rapat dengan Menteri Koordinator Bidang Maritim Luhut Binsar Pandjaitan pada Minggu depan. Ia juga memproyeksikan skema ini akan selesai dalam satu bulan ke depan.
"Pada dasarnya kan ini sedang dibicarakan menyeluruh karena sebetulnya struktur LRT ini memang perlu disempurnakan, kan tadinya rel itu sebelumnya investasi pemerintah. Jadi, kan LRT ini akhirnya dapat konsesi dengan investasi rel," ungkapnya.
Proyek infrastruktur Light Rail Transit (LRT) Jabodetabek membengkak dari Rp27 triliun menjadi Rp31,8 triliun. Sehingga, menambah beban yang harus di tanggung PT Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI) sebagai kontraktor proyek tersebut.
"Adhi Karya bangun dan memang dapat modal negara untuk ikut menjadi investor LRT. Makanya, kami usulkan bukan KAI menjadi investor, tapi joint venture yang menjadi investor. Jadi, rel ini diinvestasikan oleh KAI dan bersama Adhi Karya," jelasnya.
Model pembiayaan ini akan sama persis seperti proyek jalan tol. Dimana jalan tol tiap trase harus dibentuk satu perusahaan, misalnya PT Waskita Karya memegang konsesi tol Bekasi-Cawang-Kampung Melayu (Becak Kayu). "Nah ini yang memang konsesi LRT Bekasi, Halim, Cibubur satu joint venture, perusahaan ini punya konsesi 50 tahun," sebutnya.
Diharapkan proyek dengan joint venture dari PT KAI, Adhi Karya, dan SMI, bisa berjalan lebih baik, seperti proyek jalan tol. "Ke depan kalau nanti ada investor tertarik mungkin kita bisa lepas sedikit saham dan bangun LRT lainnya," imbuhnya.
Sementara itu, Direktur Utama Adhi Karya Budi Harto menyebutkan penanaman modal negara untuk joint venture sebesar Rp9 triliun, dengan rincian PT KAI sebesar Rp4 triliun, PT Adhi Karya sebesar Rp1,5 triliun, dan SMI sebesar Rp3,6 triliun.
"Kalau PMN [Penanaman Modal Negara] kan enggak ada tambahan lagi. Bentuk joint venture, semua akan jadi ringan. Kalau enggak cukup ada PMN, nanti joint venture itu yang pinjam," ujar Budi.
Dengan adanya joint venture, maka kemampuan perusahaan dalam rasio utang (leverage) lebih mencukupi untuk mendanai segala sarana dan prasarana proyek yang biayanya semakin meningkat. Penambahan biaya proyek LRT Jabodetabek disebutkannya disebabkan oleh adanya tambahan stasiun, tambah feed blok dan moving blok.
"Capex (belanja modal) benar naik jadi Rp31,8 triliun, itu tanya KAI yang pasti," ucapnya.
Budi menyatakan joint venture ini telah dirapatkan sebelumnya oleh Kementerian BUMN, Kementerian Perhubungan, dan Kementerian Koordinator Bidang Maritim di Medan. Sementara sekarang pengerjaan LRT baru mencapai 27-30 persen.
"Target on time, kami lihat saja di lapangan. Kita akhir Desember 2018 selesai, Januari 2019 commisioning, 3-4 bulan terus operasi," katanya.
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Alexander Haryanto