tirto.id - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said mengatakan, pemerintah menyadari bahwa daya tarik investasi industri minyak dan gas bumi (migas) saat ini kurang menarik. Penyebabnya adalah penurunan harga minyak dunia ke level terendah yang menyebabkan terjadinya perlambatan ekonomi global.
Bahkan, kata Sudirman, menurut hasil analisa Wood Mackenzie, investasi sebesar US$ 380 miliar dari 68 proyek migas besar dunia menjadi tertunda.
Selain itu, lanjut Sudirman, tekanan harga minyak tersebut juga menyebabkan potensi produksi minyak dunia sebesar 2,9 juta barel per hari juga mengalami penundaan dan aktifitas ekonomi yang lesu menyebabkan meningkatnya pengangguran, turunnya pendapatan masyarakat dan melemahnya permintaan produk barang dan jasa.
“Investasi migas Indonesia pun turun 22% dari US$ 22 miliar tahun 2014 menjadi US$ 18 miliar tahun 2015 akibat penundaan dan pengurangan kegiatan usaha hulu migas,” ujarnya saat menjadi keynote speech di ajang IPA ke 40, seperti dilansir laman esdm.co.id, Kamis (26/5/2016).
Dampak lainnya bagi Indonesia, kata Sudirman, adalah penurunan penerimaan migas dari Rp304 triliun pada tahun 2014 menjadi Rp173 triliun pada tahun 2015. “Pada tahun 1976, saat produksi minyak bumi Indonesia mencapai puncaknya (1,6 juta barel per hari), porsi penerimaan migas mencapai lebih dari 55% dari total penerimaan negara. Tahun 2015 ini porsi tersebut menurun hanya sekitar 10%,” kata Sudirman menambahkan.
Karena itu, lanjut dia, harus ada perbaikan secara radikal agar investasi di sektor migas kembali menarik minat investor. “Kita tidak menolak adanya design kebijakan yang disusun dengan asumsi-asumsi yang jauh berbeda dari situasi saat ini. Sehingga, perlu keberanian keluar dari comfort zone dan berpikir out the box untuk menyempurnakan pengelolaan industri migas ke depan,” ujarnya.
Menurut dia, pemerintah dan kontraktor bersama-sama harus saling mengambil peran untuk menciptakan solusi bersama yang berkelanjutan, dengan beberapa prinsip, antara lain, pertama, terbuka pada skema-skema baru kontrak migas yang inovatif, tidak harus berdasarkan pada Production Sharing Contract (PSC) yang selama ini dipraktikkan.
Kedua, saling memberi dan saling menguatkan. Ketiga, pembagian nilai ekonomi yang saling menguntungkan. Keempat, jangka waktu kemitraan yang lebih panjang agar lebih ada kepastian, dan kelima alih teknologi, penguatan kapasitas nasional dan penguatan lokal konten direncanakan dengan baik (by design).
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Abdul Aziz