tirto.id -
"Kami mendorong agar semua inovasi perlu diperhatikan. Kalau dimatikan maka inovasi di negeri ini tidak akan berkembang," ujar Menristekdikti saat membuka rapat kerja Kopertis wilayah II (Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Bengkulu, dan Lampung) di Palembang, Sabtu (7/4/2018).
Terawan mendapat sanksi pemecatan sementara per 26 Februari 2018 hingga 25 Februari 2019. Terawan dianggap melakukan pelanggaran-pelanggaran etika kedokteran atas praktik kedokteran dengan menggunakan metode cuci otak untuk mengatasi sumbatan di otak.
Meskipun demikian, Menristekdikti mengakui bahwa kasus dokter Terawan tersebut lebih pada urusan profesi.
"Inovasi yang dilakukan juga seharusnya mengikuti standar dari profesi yang ada. Kalau Warsito (penemu rompi dan helm antikanker) bukan dokter, tetapi keduanya sama-sama melakukan inovasi di bidang kesehatan. Jadi kami minta, agar inovasi ini jangan dimatikan."
Menristekdikti juga menilai perlu adanya pendampingan agar inovasi yang dilakukan semakin baik agar bisa dimanfaatkan. Mengenai kode etik dan sebagainya, lanjut Nasir, dapat dibicarakan dengan persatuan profesi.
Metode cuci otak yang ditemukan oleh Terawan dinilai tidak berbasis penelitian ilmiah. Metode itu dilakukan dengan memasukkan kateter ke dalam pembuluh darah melalui pangkal paha untuk melihat apakah ada penyumbatan pembuluh darah di area otak.
Kemudian, kateter yang dipasang itu akan menyemprotkan obat heparin sebagai penghancur plak atau lemak yang menyumbat pembuluh darah.
Penemu rompi dan helm antikanker Warsito Purwo Taruno juga mengakui tak mudah menembus kekakuan dunia medis di Tanah Air.
"Saya kira tak mudah menembus kekakuan dunia medis Indonesia. Tetapi mau tidak mau itu akan terjadi dengan sendirinya karena ekonomi Indonesia semakin terpuruk kalau tak segera beralih ke inovasi," ujar Warsito.
Warsito menambahkan seharusnya polemik antara dunia medis dan inovator tidak terjadi jika pemerintah menerapkan Permenkes 1109/Menkes/PER/2007 tentang Penyelenggaraan Pengobatan Komplementer Alternatif di Fasilitas Layanan Kesehatan.
Dalam aturan itu disebutkan pengobatan komplementer-alternatif meliputi intervensi tubuh dan pikiran, sistem pelayanan pengobatan alternatif, cara penyembuhan manual, pengobatan farmakologi dan biologi, diet dan nutrisi untuk pencegahan dan pengobatan, dan cara lain dalam diagnosa dan pengobatan.
Penulis: Yandri Daniel Damaledo
Editor: Yandri Daniel Damaledo