Menuju konten utama

Menhub Laporkan Hasil Investigasi Kecelakaan Lion JT 610 ke DPR

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi melaporkan hasil investigasi akhir kecelakaan Pesawat JT 610 Boeing 737 MAX * kepada Komisi V DPR RI.

Menhub Laporkan Hasil Investigasi Kecelakaan Lion JT 610 ke DPR
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi (kanan) mengikuti rapat kerja bersama Komisi V DPR di kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (13/11/2019). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/aww.

tirto.id - Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi melaporkan hasil investigasi akhir kecelakaan Pesawat JT 610 Boeing 737 MAX 8 yang dilakukan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) kepada Komisi V DPR RI.

Berdasarkan hasil laporan KNKT, Budi Karya menjelaskan, terdapat beberapa faktor yang pesawat tersebut jatuh di teluk Karawang pada Oktober 2018, mulai dari cacat produk sampai ketidakmampuan pilot mengendalikan pesawat yang terlalu canggih.

"Ada beberapa faktor yang berkontribusi, dan saling terkait pada kecelakaan ini. Pertama yaitu reaksi pilot pada proses desain dan sertifikasi pesawat Boeing 737 MAX 8. Meskipun sesuai dengan referensi yang ada ternyata tidak tepat," jelas Budi Karyadi DPR RI, Senayan, Jakarta Selatan, Senin (25/11/2019).

Budi Karya menjelaskan, kecelakaan tersebut mengacu pada asumsi pada reaksi pilot yang kebingungan karena terlalu banyak efek yang ditampilkan di depan kokpit.

Kemudian kecanggihan Boeing 737 MAX 8 yang hanya memiliki sensor tunggal yang disebut MCAS, membuat pesawat tersebut sangat rentan terjadi kesalahan.

"Pilot kesulitan melakukan respons yang tepat terhadap pergerakan MCAS karena tidak ada petunjuk pada buku panduan pelatihan. Kemudian terlalu banyak sistem yang beroperasi dalam waktu yang bersamaan," terangnya.

Permasalahan lain dari terjadinya kecelakaan ini yaitu pilot tidak mendapatkan pelatihan yang layak untuk menerbangkan Boeing 737 MAX 8. Pelatihan hanya dilakukan dalam latihan komputer serta tidak adanya pelatihan MCAS di buku panduan.

Ada pula kerusakan di sistem keseimbangan yang tidak tercatat oleh teknisi dan pilot di penerbangan sebelumnya.

Sudut Angle of attack (AOA) yang berbeda antara kiri dan kanan kokpit, kata Budi, tidak muncul sehingga perbedaan ini tidak dicatat oleh pilot dan teknisi tidak mengetahui kerusakan AOA Sensor.

"Sehingga kesalahan kalibrasi tidak terjadi terdeteksi, informasi mengenai stik seeker, dan penggunaan prosedur non normal runaway stabiliser pada penerbangan sebelumnya tidak tidak mencatat pada buku catatan pesawat, sehingga baik pilot maupun teknisi tidak dapat mengambil tindakan," paparnya.

Dengan temuan-temuan tersebut, Budi Karya menjelaskan beberapa langkah perbaikan sudah dilakukan.

Beberapa di antaranya 35 tindakan perbaikan Lion Air, 2 tindakan dari AirNav, 17 tindakan oleh FAA, 10 tindakan Dirjan Udara 8 tindakan perbaikan oleh Boeing dan 2 Batam Aero Teknik.

Baca juga artikel terkait PENYEBAB KECELAKAAN LION AIR atau tulisan lainnya dari Selfie Miftahul Jannah

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Selfie Miftahul Jannah
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Hendra Friana