Menuju konten utama

Mengukur Kans Pebulutangkis Indonesia di Olimpiade

Tantangan berat menanti pebulutangkis Indonesia pada Olimpiade di Rio De Janerio. Melihat raihan prestasi selama 2014 dan 2015, ada kans mereka untuk kembali berprestasi. Syaratnya, mereka harus kerja keras di turnamen jelang Olimpiade. Turnamen All England yang digelar di Birmingham, 8-13 Maret akan jadi turnamen pertama di ajang Super Series.

Mengukur Kans Pebulutangkis Indonesia di Olimpiade
Pasangan ganda campuran Indonesia, Tantowi Ahmad dan Lilyana Natsir. FOTO/www.allenglandbadminton.com

tirto.id - Turnamen All England yang digelar di Birmingham, 8-13 Maret akan jadi turnamen pertama di ajang Super Series 2016. Tahun ini merupakan tahun yang berat. Selain harus mengikuti ajang Super Series selama semusim, para atlet juga mesti bertarung habis-habisan di ajang Uber dan Thomas Cup serta Olimpiade Rio De Janerio.

All England memang bukan prioritas utama Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI) pada tahun ini. Namun, PBSI tetap tetap berharap besar Indonesia bisa tetap tampil baik di ajang bergengsi itu. Prestasi baik diharapkan datang dari sektor ganda yang selama ini masih jadi andalan. Saat ini, Indonesia masih mengandalkan sektor ganda yakni ganda putra Mohamad Ahsan/Hendra Setiawan, ganda campuran, Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir dan ganda putri, Greysia Polii/Nitya Maheswari.

Prestasi Indonesia di All England menunjukkan penurunan. Tontowi/Liliyana sempat meraih tiga kali juara beruntun pada 2012-2014. Pada 2014, prestasi Indonesia ditambah dari pasangan Ahsan/Hendra yang berhasil menyabet juara. Sayangnya, pada 2015 Indonesia gagal mendapatkan gelar juara.

“Kami harap mereka berhasil menunjukan tajinya lagi dan meraih juara,” harap manajer tinas, Ricky Soebagja dikutip dari situs resmi All England.

Mendulang Poin Jelang Olimpiade

Dalam dua gelaran terakhir, All England selalu dijadikan turnamen pembuka Super Series. Biasanya, seri bergengsi dunia ini sudah mulai dipertarungkan pada Januari. Untuk 2016, All England baru dilaksanakan pada Maret.

Super Series sendiri bukan satu-satunya ajang yang diikuti para atlet nasional. Terkadang mereka harus turun di Grand Prix Series, yang dianggap sebagi turnamen kasta kedua. Gunanya untuk mendulang poin dan mendongkrak peringkat mereka pada klasemen yang dirilis Badminton World Federation (BWF) tiap bulannya. Pada Januari dan Februari lalu, banyak atlet kita yang turun di ajang Thailand Masters, Malaysian Masters dan Syed Modi Indian Masters.

Raihan poin ini nantinya akan menentukan mereka bisa tampil di Olimpiade atau tidak. Dalam setiap nomornya, masing-masing negara hanya boleh mengirimkan dua wakil. Para wakil tersebut haruslah menempati peringkat 16 besar dunia versi BWF terbaru. Penentuan peringkat ini akan ditutup bulan Juni nanti.

Dengan demikian, para atlet yang belum dapat slot akan berjuang habis-habisan, bertarung di berbagai ajang untuk mendapatkan poin. Sedangkan yang sudah masuk 16 besar, pasti akan berjuang habis-habisan mempertahankan posisinya.

Indonesia beruntung memiliki Hendra/Ahsan, Greysia/Nitya dan Tontowi/Liliyana. Selain sudah memastikan tampil di Olimpiade, posisi mereka yang selalu stabil di lima besar membuat mereka difavoritkan untuk jadi juara.

Menggenjot Performa

Selain para senior yang sudah mendapatkan tiket Olimpiade, Indonesia masih punya kans menambah slot dari atlet junior. Ada Praveen Jordan/Debby Susanto di ganda campuran dan Angga Pratama/Ricky Suwandi di ganda putra, yang punya kans besar menemani para senior mereka di Olimpiade nanti.

Berkaca pada hasil-hasil sebelumnya, penampilan para unggulan Indonesia yakni Hendra/Ahsan, Greysia/Nitya dan Tontowi/Liliyana di Olimpiade bisa diprediksi. Tahun ini sebenarnya dapat dikatakan mirip seperti pada 2014. Kala itu, ada gelaran Uber/Thomas Cup dan juga Asian Games 2014 Incheon, Korea Selatan.

Jika menilik grafis, Tontowi/Liliyana dan Hendra/Ahsan akan cenderung naik bertahap pada periode triwulan pertama. Mereka lebih lunak di awal tahun. Lain halnya dengan Greysia/Nitya yang sudah jor-joran sejak series pertama. Waktu yang mepet dan kelelahan membuat performa mereka makin drop. Imbasnya, saat Hendra/Ahsan dan Tontowi/Liliyana juara All England, Greysia/Nitya malah absen karena cedera. Pada dua turnamen berikutnya Greysia/Nitya gagal kembali ke performa puncak.

Menarik dicermati prestasi Tontowi/Liliyana yang relatif stabil hingga bulan Juni. Mereka selalu berhasil lolos sampai fase semifinal. Pada Japan Open 2014, mereka diistirahatkan. Hal sama juga diterapkan untuk Greysia/Nitya karena usai Japan Open akan bertarung di turnamen penyisihan Uber Cup 2014.

Sayangnya, Greysia/Nitya juga gagal di Uber Cup. Indonesia akhirnya gagal di penyisihan Uber karena terlalu mengandalkan sektor ganda dan tidak punya unggulan sektor tunggal. Indonesia kalah telah dari India dengan skor 3-0 diperempat final Uber Cup.

Upaya pengenduran performa ini lagi-lagi terjadi di ajang Australian Open. Tiga unggulan itu seolah dipaksa mengabaikan Australian Open dan fokus menghadapi Kejuaraan Dunia 2014. Hasilnya gagal total. Hanya Greysia/Nitya saja yang bisa sampai lolos ke perempat final. Tim bulutangkis Indonesia akhirnya bangkit pada kejuaraan Asian Games 2014, dengan perolehan dua emas dan satu perunggu.

Memasuki 2015, PBSI mengubah strateginya. Tak ada lagi upaya penurunan performa menjelang kejuaraan besar, khususnya Kejuaraan Dunia 2015 yang digelar bulan Juli. Kebijakan ini lebih baik, karena membuat Hendra/Ahsan juara, sementara Greysia/Nitya, Tontowi/Liliyana meraih perunggu. Perolehan ini lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya yang sama sekali tidak mengantongi gelar.

Susi Susanti, legenda bulutangkis Indonesia, kepada Tirto.ID pernah mengatakan bahwa tak selamanya atlet itu berada di titik puncak pada setiap series. Jadi jangan berharap dalam setiap series, si atlet akan bisa juara. Menurut peraih medali emas Olimpiade ini, skala prioritas sangat penting.

“Target kita maunya apa? Kalau misalkan Olimpiade ya beberapa bulan sebelumnya kita harus memaklumi atau menyuruh si atlet jangan terlalu serius bermain. Baru nanti menjelang Olimpiade performa itu dinaikkan lagi,” kata dia.

Hal ini menurutnya untuk mengatasi tingkat kejenuhan. Dalam setiap tahun, para atlet profesional itu setidaknya harus mengikut minimal 25 turnamen yang tersebar di berbagai belahan dunia.

Secara total keseluruhan series pada 2015 memang tak menghasilkan gelar lebih banyak dibandingkan 2014. Namun, performa atlet relatif stabil hingga pertengahan tahun. Penurunan prestasi hanya terjadi di akhir tahun, khususnya Tontowi/Liliyana. Meski begitu sejak awal tahun duet ini tampil cukup baik.

Jika menilik data-data 2014 dan 2015, kans tiga unggulan ganda Indonesia untuk berprestasi di Olimpiade semakin besar. Hal ini bisa terwujud jika mereka terus didorong oleh PBSI untuk berprestasi pada seri-seri sebelum Olimpiade digelar. Atlet harus didorong bermain prima hingga pertengahan tahun. Perjuangan mereka bisa dimulai pada All England 2016.

Baca juga artikel terkait TURNAMEN BULUTANGKIS atau tulisan lainnya dari Aqwam Fiazmi Hanifan

tirto.id - Olahraga
Reporter: Aqwam Fiazmi Hanifan
Penulis: Aqwam Fiazmi Hanifan
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti