tirto.id - Demi mengejar menjadi sebagai orang nomor satu di Indonesia, Prabowo Subianto kerap melontarkan klaim-klaim yang menimbulkan perdebatan publik. Kali ini, pendiri Partai Gerindra itu menganggap warga Yogyakarta tidak punya uang.
Prabowo tengah mendiskreditkan Yogyakarta atau menyindir ke arah indikator-indikator ekonomi?
Juru bicara DPD Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Yogyakarta, Irsad Ade Irawan menilai, pernyataan Prabowo itu ada benarnya. Tentu jika konteksnya dilihat dari tingkat kemiskinan dan Upah Minimum Provinsi (UMP).
“Yogyakarta adalah provinsi dengan tingkat kemiskinan terbesar di pulau Jawa dan UMP-nya pun paling rendah se-Indonesia. Kalau maksud Prabowo itu, maka saya sepakat,” katanya kepada reporter Tirto, Jumat (30/11/2018).
Dalam catatan pemerintah, besaran UMP di Yogyakarta menjadi UMP dengan nilai terendah ketimbang 33 provinsi lainnya. Pada tahun 2018, UMP di Yogyakarta ditetapkan sebesar Rp1,45 juta atau di bawah rata-rata.
Setelah Yogyakarta, UMP terendah selanjutnya ialah Jawa Tengah yakni sebesar Rp1,48 juta. Sedangkan Jawa Timur Rp1,50 juta dan Jawa Barat Rp1,54 juta. Sementara UMP tertinggi adalah DKI Jakarta sebesar Rp3,64 juta, Papua Rp2,89 juta dan Sulawesi Utara Rp2,82 juta.
“Menurut survei kami, UMP Yogyakarta dengan standar KHL [Kebutuhan Hidup Layak] itu seharusnya Rp2,5 juta. Namun UMP saat ini justru di bawah Rp2 juta. Artinya buruh kurang uang untuk hidup layak,” tuturnya.
Dari sisi tingkat kemiskinan, Yogyakarta menjadi provinsi dengan angka kemiskinan di atas rata-rata nasional. Pada semester I/2018, tingkat kemiskinan Yogyakarta sebesar 12,13 persen. Jumlah itu di atas rata-rata nasional sebesar 9,82 persen.
Yogyakarta juga merupakan provinsi termiskin di Pulau Jawa. Setelah Yogyakarta, provinsi termiskin di Pulau Jawa adalah Jawa Tengah dengan tingkat kemiskinan 11,32 persen dan Jawa Timur sebesar 10,98 persen.
Selain UMP rendah dan banyak warga miskin, simpanan warga Yogyakarta juga terbilang rendah. Berdasarkan data dari Bank Indonesia, simpanan atau tabungan warga Yogyakarta per Juni 2017 sebesar Rp56,39 triliun.
Angka tersebut paling rendah ketimbang provinsi lainnya di Pulau Jawa. Misalnya simpanan warga DKI Jakarta tercatat Rp2,345 triliun, Jatim Rp477 triliun, Jabar Rp437 triliun, Jateng Rp268 triliun, dan Banten Rp169 triliun.
“Inilah mengapa jika kenaikan upah tidak sesuai dengan KHL, kemiskinan menjadi abadi di Yogyakarta. Tanpa upah yang naik signifikan, kemiskinan di Yogyakarta akan selalu tinggi,” ujarnya.
Gini Ratio Yogyakarta Buruk
Tingkat ketimpangan pengeluaran atau rasio gini penduduk Yogyakarta terus memburuk. Rasio gini Yogyakarta tercatat 0,44 per Maret 2018. Angka tersebut naik dari periode yang sama tahun lalu, sebesar 0,43.
Jika dilihat dari skala nasional, rasio giniYogyakarta itu menjadi yang terburuk ketimbang provinsi lainnya. Rasio giniYogyakarta di atas rasio gini nasional sebesar 0,38 per Maret 2018.
Direktur Institute for Development of Economic and Finance (INDEF), Enny Sri Hartati menilai, tingginya rasio gini lantaran Yogyakarta mulai menjadi pusat bisnis. Sebelumnya lebih dikenal sebagai kota pendidikan.
“Imbasnya, harga tanah di Yogyakarta ikut terkerek naik. Para pemilik lahan yang menjual lahannya untung besar. Penghasilannya kian tinggi. Sebaliknya, orang miskin penghasilannya tetap. Ketimpangan pun kian melebar,” keta Enny.
Komentar Prabowo soal warga Yogyakarta yang tidak punya uang mungkin hanya Prabowo sendiri yang mengerti. Namun, jika maksudnya, Yogyakarta banyak orang miskin, maka itu benar adanya.
Penulis: Ringkang Gumiwang
Editor: Dieqy Hasbi Widhana