Menuju konten utama

Menggantungkan Asa Kepada Sukhoi Rusia

Rencana Indonesia mengganti pesawat tempur F-5 Tiger buatan AS yang sudah uzur dengan pesawat Sukhoi Su-35 buatan Rusia menjadi sorotan. Kabar ini menjadi banyak pemberitaan global. Sukhoi Su-35 dianggap tepat jadi penjaga angkasa Indonesia mengacu dari pengalaman kelam masa lalu. Memilih pesawat tempur Sukhoi bagi Indonesia bukan hanya persoalan harga dan teknologi, tapi juga soal menyerahkan asa kekuatan udara dengan Rusia, sang "saudara tua".

Menggantungkan Asa Kepada Sukhoi Rusia
Pesawat jet tempur Sukhoi milik TNI AU mendarat di runway Pangkalan Udara Lanud Sultan Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan. Antara foto/Darwin Fatir.

tirto.id - Sebuah insiden yang menegangkan terjadi di angkasa Pulau Bawean, Jawa Timur 3 Juli 2003. Dua pesawat tempur F-16 TNI AU harus berhadapan dengan lima jet tempur F-18 Hornet AS yang terbang tanpa izin mengawal kapal induk mereka di perairan Indonesia, zona pelayaran internasional. Ini merupakan salah satu peristiwa paling menegangkan dalam sejarah militer Indonesia.

Dua pesawat F-16 TNI AU yang berani menghadang jet tempur AS itu merupakan salah satu pesawat tempur andalan Indonesia. Dua pesawat itu masih bisa mengangkasa di tengah keterbatasan suku cadang imbas dari embargo militer AS terhadap Indonesia sejak 1999, yang baru berakhir November 2005. Dua pesawat F-16 ini tak bisa berbuat banyak, tugasnya hanya mengidentifikasi sang pelanggar udara.

Peristiwa itu terjadi setelah tiga bulan Presiden Megawati Soekarnoputri menandatangani pembelian Sukhoi Su-27 dan Sukhoi Su-30 di Moskow, Rusia. Pembelian Sukhoi itu dimaksudkan untuk memperkuat militer Indonesia.

Sukhoi kembali menjadi pilihan di era pemerintahan Presiden Joko Widodo. Pemerintah berencana menambah pesawat tempur jenis Sukhoi Su-35 sebagai jajaran jet tempur modern yang akan memperkuat pertahanan Indonesia. Sempat muncul iming-iming dari produsen lain. Namun, pemerintah tetap menginginkan Sukhoi Su-35 sebagai pengganti pesawat tempur F-5 Tiger II yang sudah dipastikan dikandangkan karena sudah tua.

Kabar pembelian sepuluh Sukhoi Su-35 sudah dipastikan oleh Kementerian Pertahanan (Kemenhan). Media asing seperti reuters, flightglobal, thediplomat, juga menyoroti pembelian ini. Namun, nyatanya pembelian Sukhoi Su-35 tidak dibahas dalam kunjungan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Rusia pertengahan Mei. Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan, soal pembelian Sukhoi-35 tak dibahas dalam kunjungan itu.

“Kita bicara mengenai masalah kerja sama pertahanan dalam konteks lebih luas, tidak hanya mengenai masalah pembelian alutsista, tapi hal-hal lain terkait transfer technology, pengembangan sumber daya manusia dan lain-lain," kata Menlu Retno dikutip dari Antara.

Saat ini, Indonesia termasuk dari sedikit negara di ASEAN yang memiliki varian jet tempur Sukhoi. Negara ASEAN lain yang memiliki adalah Malaysia, dan Vietnam. Semuanya masih memakai Sukhoi generasi ke-4 seperti Sukhoi Su-27 dan Su-30. Indonesia masih satu-satunya negara yang bakal punya Sukhoi Su-35 sebagai generasi ke-4 ++. Total Sukhoi yang dimiliki Indonesia 16 unit pesawat, mencakup 11 Sukhoi Su-30 dan lima Su-27 Flanker.

Sukhoi Tetap Jadi Pilihan

Keputusan Indonesia membeli pesawat tempur Sukhoi dimulai sejak pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri. Presiden kelima Indonesia itu menandatangani pembelian empat pesawat Sukhoi dan dua helikopter tempur buatan Rusia pada 22 April 2003. Ia didampingi oleh Rini Soewandi yang kali itu masih menjabat sebagai Menteri Perindustrian dan Perdagangan.

Transaksinya mencapai 193 juta dolar AS, tetapi berupa imbal dagang dengan komoditas pertanian Indonesia. Tiga belas tahun setelah peristiwa itu, Indonesia sedang bernegosiasi dengan Rusia untuk persoalan yang sama. Gagasan melakukan transfer teknologi dari Rusia terkait pembelian Sukhoi Su-35 menjadi misi utama Indonesia. Sehingga tak mengherankan, dalam proses pembelian pesawat ini termasuk alot, berlangsung sejak 2015.

Pasca kunjungan ke Rusia, Kementerian Pertahanan (Kemenhan) ternyata masih meneruskan negosiasi dengan Rusia terkait pembelian 10 unit Sukhoi Su-35 tapi belum final. Persoalan pembayaran diduga menjadi kendalanya. Selain itu, Indonesia dan Rusia masih negosiasi soal transfer teknologi. Bagi TNI AU, menjatuhkan pilihan terhadap Sukhoi Su-35 menjadi harga mati.

“Sebaiknya tanya kementerian pertahanan saja kenapa belum segera mulai. Kalau TNI AU terus berusaha untuk tetap beli,” kata Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Agus Supriatna saat ditanya kepastian pembelian Sukhoi Su-35 kepada tirto.id Jumat (17/6/2016).

Keputusan bulat TNI AU menjatuhkan pilihan ke Sukhoi Su-35 bukan tanpa alasan. Segala aspek sudah dipertimbangkan, seperti harga, perawatan, biaya operasional, keandalan, terutama efek gentar (deterrent effect) dan lainnya.

Efek gentar inilah yang telah dibuktikan oleh Sukhoi. Kemampuan pesawat tempur Sukhoi untuk mengimbangi pesawat tempur negara-negara tetangga sudah ditunjukkan oleh adik dari Sukhoi Su-35 yaitu Sukhoi Su-27 dan Su-30. Dalam sebuah latihan gabungan antar negara yang diberi nama Pitch Black 2012 yang berlangsung di Darwin, Australia, Sukhoi Indonesia bisa mengatasi F/A-18 Hornet Australia dalam pertempuran udara jarak pendek (dogfight). Pasca kejadian ini, Australia mengumumkan modernisasi jet tempurnya dengan membeli 58 pesawat F-35 pada 2014.

Bagi Indonesia, pembelian Sukhoi SU-35 merupakan upaya untuk menjaga keberlanjutan teknologi dari pembelian pesawat Sukhoi model sebelumnya. Pemerintah juga menepis pembelian ini terkait hubungan istimewa dengan Rusia. Rusia merupakan negara pertama pengguna Sukhoi Su-35, yang telah menerima enam unit pertama pesawat tempur terbaru itu pada akhir 2012. Selain Rusia ada juga Cina, Vietnam, dan Venezuela yang akan membeli pesawat seharga 65 juta dolar AS ini.

"Kenapa membeli Sukhoi dari Rusia? Supaya berlanjut, kita ada Su-27, Su-30 sekarang ada Su-35," kata Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu sebelum kunjungan ke Rusia, dikutip dari Antara

Panglima TNI Gatot Nurmantyo juga menilai pesawat Sukhoi Su-35 adalah jet tempur terbaik untuk menjaga perairan Indonesia yang sangat luas. Kemampuan jelajah Sukhoi Su-35 bisa mencapai 3.600 km, cocok untuk Indonesia yang punya panjang wilayah 5.000 km lebih.

"Setelah berdiskusi dan melalui simposium, maka Su-35 dinilai alat pertahanan yang paling baik saat ini untuk menjaga perairan Indonesia yang sangat luas," kata Gatot.

Pilihan bulat ini memang tak mudah, karena banyak alternatif pilihan selain Sukhoi Su-35. Ada beberapa pabrikan yang sempat memberikan tawaran menarik kepada Indonesia, antara lain produsen jet tempur JAS39 Gripen, Eurofighter Typhoon, F-16 Viper, dan Dassault Rafale.

Lobi-lobi Asing

Rencana pembelian Sukhoi Su-35 sebenarnya sudah ada sejak era Presiden SBY, berbarengan dengan rencana mengistirahatkan F-5 Tiger II sejak 2014 . Ini merupakan bagian dari target Minimum Essential Force (MEF) atau kekuatan pokok minimum pertahanan. Semenjak itu, negara-negara produsen pesawat terbang negara-negara barat tak terkecuali AS berlomba-lomba melobi Indonesia.

Produsen jet tempur asal Eropa, Eurofighter, menawarkan produknya ke Indonesia. Eurofighter ingin menjual jet Typhoon si sayap segitiga sebagai pengganti F-5 Indonesia. Produsen Eurofighter sempat datang ke Indonesia, sampai-sampai melakukan demo udara di Bandung, Jawa Barat. Upaya lainnya juga ditempuh oleh produsen pesawat SAAB Swedia yang menawarkan transfer teknologi 100 persen asalkan Indonesia mau membeli pesawat tempur Gripen JAS 39 mereka.

Pada Maret tahun lalu, produsen pesawat Perancis, Dassault Aviation juga menawarkan pesawat tempur andalan mereka Dassault Rafale. Mereka sempat menawarkan uji coba terbang yang melibatkan para pilot pesawat tempur TNI AU. Dari sekian produsen tadi, AS termasuk yang paling getol melobi Indonesia agar membeli pesawat tempurnya daripada memilih Sukhoi Su-35. Pabrik pembuat F-16 Viper, Lockhead Martin menggelar simulasi pesawat ini selama dua pekan sebelum pertemuan Presiden Jokowi dan Presiden Barack Obama di AS 2015 lalu. Namun, TNI AU tetap memilih Sukhoi Su-35 untuk peremajaan pesawat mereka.

Pembelian Sukhoi-35 dianggap sangat strategis di kala militer Indonesia makin diperhitungkan negara tetangga. Beberapa teknologi pesawat Rusia terbaru Sukhoi PAK-FA atau Sukhoi T-50 sudah disematkan dalam tubuh Su-35 termasuk radar canggih jarak jauh. Australia dan Singapura termasuk yang gelisah bila Indonesia punya pesawat ini. Mereka akhirnya memborong pesawat tempur “siluman” terbaru F-35 Lightning II buatan AS, generasi ke-5 yang harganya 164 juta dolar per unit, jauh lebih mahal dari Su-35.

“Jet tempur Sukhoi Su-35 sudah seperti pesawat generasi ke-5 dengan penampilan bukan sebagai pesawat tempur siluman,” kata ahli persenjataan Rusia asal Taiwan Yang Cheng-wei dikutip dari rbth.com.

Pilihan membeli pesawat tempur modern bukan segalanya. Pesawat tempur tercanggih pun ada celahnya termasuk kesalahan penggunanya. Belum lama ini kabar buruk datang dari Rusia, Sukhoi Su-27 Flanker mereka jatuh dan menewaskan pilotnya pada 9 Juni 2016. Jenis pesawat ini juga dimiliki Indonesia.

Menimbang kekuatan tetangga untuk membeli pesawat tempur canggih sah-sah saja. Namun yang paling penting adalah kelangsungan pesawat penjaga angka Indonesia harus tetap ada. Pengalaman pahit diembargo militer oleh AS jadi pelajaran sangat berharga. Keputusan membeli alutsista non AS termasuk dari Rusia sebuah keputusan tepat, apalagi memilih sang “Serigala Angkasa” Sukhoi Su-35.

Baca juga artikel terkait POLITIK atau tulisan lainnya dari Suhendra

tirto.id - Politik
Reporter: Suhendra
Penulis: Suhendra
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti