tirto.id - Orang tua yang baru saja memiliki bayi harus benar-benar cermat memperhatikan berbagai gejala kelainan pada fisik, maupun psikis, pada buah hatinya.
Sikap cermat dan waspada ini, perlu dimiliki orang tua, agar bayinya kelak dapat tumbuh menjadi manusia yang sehat jiwa dan raga.
Salah satu wujud dari kecermatan dan bentuk perhatian menyeluruh dari orang tua terhadap anaknya adalah dengan melakukan pemeriksaan, atau deteksi dini berupa Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK) pada bayinya yang baru lahir.
Apa Itu Skrining Hipotiroid Kongenital pada Bayi?
Skrining Hipotiroid Kongenital merupakan deteksi dini yang penting dilakukan oleh orang tua pada bayi baru lahir.
Skrining Hipotiroid Kongenital dilakukan untuk mengurangi risiko kecacatan pada bayi yang baru lahir.
Apalagi, menurut Kemenkes, sebagian besar kasus kekurangan Hipotiroid Kongenital tidak menunjukkan gejala, sehingga tidak disadari oleh orang tua. Gejala khas baru muncul seiring bertambahnya usia anak.
Menurut laman Rumah Sakit Universitas Indonesia, hipotiroid kongenital adalah kelainan akibat kekurangan hormon tiroid. Kelainan ini sudah terjadi sejak bayi berada dalam kandungan.
Hormon tiroid adalah hormon yang sangat berperan dalam hal metabolisme, baik itu metabolisme protein, lemak maupun karbohidrat. Selain itu, hormon tiroid juga berperan dalam hal aktivitas fisiologik pada hampir seluruh organ tubuh manusia.
Menurut laman Dinas Kesehatan Kabupaten Agam, Hormon tiroid memiliki peran vital dalam pertumbuhan, metabolisme, dan pengaturan cairan tubuh. Tanpa hormon tiroid yang cukup, maka sel saraf, sel otak, dan otot bayi tidak bisa berkembang dengan baik.
Jika sudah seperti ini, maka bayi tidak hanya akan mengalami kegagalan pertumbuhan, namun bayi juga akan mengalami keterbelakangan mental.
Masih menurut sumber yang sama, memang hanya sekitar 5 persen gejala klinis hipotiroid kongenital yang nonspesifik dan asimptomatik, yang dapat didiagnosis. Gejala ini pun tidak tampak pada bayi baru lahir.
Namun, orang tua bisa mengamati ciri-ciri bayi yang kemungkinan menderita kelainan ini. Di antaranya adalah:
- ubun-ubun bayi besar dan sutura melebar
- perut bayi membesar dengan pusar menonjol keluar atau disebut hernia umbilikalis
- ukuran lidah lebih bayi besar, dan warnanya menjadi kuning, warna itu bertahan lebih dari tujuh hari
- konstipasi atau bayi sulit buang air besar
- hipotonia atau tegangan otot bayi lemah
- bayi mengalami gangguan minum dan mengisap
- bayi sering tersedak
- bayi sering tidur berlebihan
- kulit bayi kering dan bila diraba terasa dingin
- refleks bayi lambat
Bagaimana Prosedur Skrining Hipotiroid Kongenital?
Mengutip situs resmi Kemenkes RI, Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK) adalah skrining/uji saring yang dilakukan pada bayi baru lahir untuk memilah bayi yang menderita Hipotiroid Kongenital (HK) dan bayi yang bukan penderita.
Pada pelaksanaanya, Skrining Hipotiroid Kongenital dilakukan dengan pengambilan sampel darah pada tumit bayi yang berusia minimal 48 sampai 72 jam dan maksimal 2 minggu oleh tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan pemberi layanan Kesehatan Ibu dan Anak (baik FKTP maupun FKRTL), sebagai bagian dari pelayanan neonatal esensial.
Darah diambil sebanyak 2-3 tetes dari tumit bayi kemudian diperiksa di laboratorium.
Jika hasilnya didapati positif, maka bayi harus segera diobati sebelum usianya 1 bulan agar terhindar dari kecacatan, gangguan tumbuh kembang, keterbelakangan mental dan kognitif.
“Setetes darah tumit menyelamatkan hidup anak-anak bangsa. Karena begitu kita tahu kadar tiroidnya rendah langsung kita obati. Pengobatannya bisa berlangsung seumur hidup supaya mereka bisa tumbuh dan berkembang secara optimal,” ujar Wamenkes RI Dante Saksono Harbuwono.
Bahaya Hipotiroid Kongenital
Beberapa bahaya dari kelainan hipotiroid kongenital ini, seperti dilansir dari Rumah Sakit Universitas Indonesia adalah, berikut ini:
- Bayi akan mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada periode emasnya, yaitu periode pembentukan jaringan otak
- Saat bayi masih ada di dalam kandungan, janin akan mengalami gangguan pertumbuhan, hingga ia lahir sampai ia mencapai tiga tahun pertama kehidupan
- Bayi akan mengalami malnutrisi dan akan tumbuh menjadi anak yang kekurangan gizi
- Bayi akan tumbuh menjadi anak dengan perawakan pendek
- Bayi akan mengalami keterlambatan perkembangan intelektual, sehingga ia akan mengalami kesulitan belajar
- Bayi bisa mengalami retardasi mental atau keterbelakangan mental dengan kemampuan IQ di bawah 70
- Ketika bayi tumbuh besar, ia akan mengalami permasalahan sosial, dan ia tidak mampu beradaptasi di sekolah formal atau lingkungan sosial, akibatnya akan muncul beban ganda bagi keluarga
- Kelainan hipotiroid kongenital ini dapat terjadi sementara, namun kelainan ini bisa terjadi secara permanen, dan yang paling parah adalah kerusakan otak yang sudah terjadi, sudah tidak dapat diperbaiki lagi.
Penulis: Lucia Dianawuri
Editor: Yandri Daniel Damaledo