tirto.id - Seperti hipertensi pada umumnya, seseorang yang mengidap hipertensi sekunder mengalami tekanan darah tinggi.
Perbedaannya, hipertensi sekunder yang muncul dipicu oleh kondisi medis lain yang diderita seseorang tersebut.
Kondisi yang dapat menyebabkan seseorang menderita hipertensi sekunder antara lain penyakit ginjal, arteri, jantung, atau sistem endokrin tubuh yang tidak berjalan semestinya.
Sementara itu, hipertensi sekunder pun dapat terjadi selama masa kehamilan.
Mayo Clinic menuliskan bahwa hipertensi sekunder tidak memiliki gejala khusus meskipun tekanan darah telah mencapai tingkat yang sangat tinggi.
Bila Anda didiagnosis dengan tekanan darah tinggi, tanda-tanda berikut dapat mengindikasikan bahwa Anda memiliki hipertensi sekunder:
- Tekanan darah tinggi tidak merespons obat tekanan darah.
- Tekanan darah sistolik lebih dari 180 mmHg, sedangkan tekanan darah diastolik lebih dari 120 mmHg.
- Tekanan darah tinggi tidak lagi merespons obat tekanan darah yang sebelumnya dapat digunakan untuk mengatasi hipertensi yang diderita.
- Tekanan darah tinggi yang muncul tiba-tiba sebelum usia 30 tahun atau setelah usia 55 tahun.
- Tidak memiliki riwayat keluarga yang mengidap tekanan darah tinggi.
- Tidak menderita obesitas.
Hipertensi sekunder sangat jarang terjadi menurut Cleveland Clinic. Kasus tersebut hanya terjadi pada 5-10 persen populasi, dan tidak selalu ditemukan. Sementara itu, berikut adalah penyebab penyakit hipertensi sekunder:
1. Penyakit ginjal
Cedera pada ginjal atau arteri yang terlalu sempit dapat menyebabkan suplai darah yang buruk ke organ.
Ini dapat memicu produksi hormon renin menjadi lebih tinggi. Hormon renin menyebabkan produksi zat di dalam tubuh memicu tekanan darah menjadi lebih tinggi.
2. Penyakit adrenal
Kelenjar adrenal memproduksi dan mengatur hormal. Oleh karenanya, jika terjadi masalah dengan kelenjar tersebut akan menyebabkan hormon dalam tubuh menjadi tidak seimbang dan menyebabkan beberapa kondisi tertentu seperti:
- Pheochromocytoma atau tumor kelenjar adrenal yang dapat memproduksi epinefrin dan norepinefrin secara berlebihan.
Keduanya termasuk hormon adrenalin yang memicu aliran darah, peningkatan detak jantung, dan merangsang tubuh melepaskan gula menjadi energi.
- Sindrom Cushing, di mana terdapat terlalu banyak hormon kortisol. Kortisol membantu tubuh mengatur metabolism karbohidrat dan tekanan darah.
- Sindrom Conn, kondisi tubuh yang memiliki terlalu banyak hormone aldosterone penahan garam.
3. Hiperparatiroidisme
Konsisi ini membuat kelenjar paratiroid yang teletak di leher memproduksi hormon berlebih yang mengatur kadar kalsium dalam darah. Hal ini dapat menyebabkan tekanan darah tinggi.
4. Masalah tiroid
Fungsi tiroid yang tidak normal pun dapat memicu tekanan darah tinggi.
5. Koarktasio aorta
Koarktasio aorta menyebabkan arteri utama yang terletak di sisi kiri jantung mengalami penyempitan atau pengetatan. Kondisi ini akan menyebabkan terbatasnya aliran darah normal.
6. Apnea tidur yang obstruktif
Seseorang yang memiliki apnea mengalami jeda ketika bernapas dalam tidurnya. Hal tersebut diakibatkan oleh saluran udara bagian atas yang terganggu.
Sementara itu, efek samping dari obat-obatan tertentu juga dapat memicu hipertensi sekunder seperti kontrasepsi hormonal (pil KB), agen antiinflamasi non steroid (NSAID), obat pelangsing, dan stimulan.
Obat antidepresan, penekan sistem kekebalan, dan dekongestan pun diduga dapat menyebabkan munculnya hipertensi sekunder tersebut.
Lantas, bagaimana cara mengatasinya?
Sebagaimana ditulis dalam Mayo Clinic, harus diketahui dahulu penyebab dari hipertensi sekunder tersebut sebelum melakukan penanganan lebih lanjut.
Seringkali, perawatan dengan obat-obatan atau pembedahan diperlukan bila hipertensi tersebut muncul akibat kondisi kesehatan tertentu.
Jika telah diobati secara efektif, hipertensi sekunder pun dapat menurun dan bahkan kembali normal.
Akan tetapi, perubahan gaya hidup dengan memakan makanan sehat, meningkatkan aktivitas fisik, dan mempertahankan berat badan yang ideal pun harus dilakukan untuk membantu tekanan darah tetap rendah.
Sangat mungkin bagi Anda untuk terus mengonsumsi obat tekanan darah, dan menjaga kondisi medis apapun yang dimiliki agar tidak memunculkan kembali hipertensi sekunder tersebut.
Tak lupa, terus berkonsultasi dengan dokter pun dapat membantu Anda mengetahui perkembangan kesehatan tubuh.
Penulis: Dinda Silviana Dewi
Editor: Yandri Daniel Damaledo