tirto.id - Hancur leburnya nasib Real Madrid di kompetisi domestik dan Eropa musim ini sudah cukup jadi alasan agar klub asal ibu kota Spanyol itu berbenah lebih awal guna menatap musim berikutnya. Langkah pertama telah ditempuh presiden klub Florentino Perez dengan memulangkan si anak hilang, Zinedine Zidane ke Santiago Bernabeu.
Keberadaan pelatih perengkuh hattrick juara Liga Champions itu diharapkan bisa meningkatkan kepercayaan diri skuat Los Blancos, dan itu sudah terbukti dengan laga debut yang berujung kemenangan 2-0 atas Celta Vigo, Sabtu (16/3/2019) lalu.
Namun, bagi klub macam Real Madrid, punya pelatih mumpuni saja jelas belum cukup untuk menaikkan posisinya di etalase sepak bola Eropa. Solusi lain yang bakal mereka tempuh adalah perombakan jajaran pemain.
Sejumlah nama diisukan mendekat. Satu di antaranya, yang paling santer terdengar ialah Eden Hazard.
Drama yang melibatkan Hazard dan Madrid bukan lakon baru. Sudah sejak musim panas lalu pemain asal Belgia itu terang-terangan berhasrat pindah ke Spanyol. Dan seiring kembalinya Zidane, kehadiran penggawa Chelsea itu seperti tinggal menunggu waktu.
Apalagi, seperti diwartakan AS, bos Chelsea Roman Abramovich telah mengibarkan bendera putih dalam upayanya membujuk Hazard bertahan di London.
Pengamat sepak bola sekaligus mantan pelatih di Liga Inggris, Harry Redknaap menilai kepergian Hazard dari Chelsea ke Real Madrid sebagai sesuatu yang alami.
“Dia [Hazard] datang ke Chelsea untuk bermain di Liga Champions. Tapi andai mereka tidak mendapat tiket ke sana untuk musim depan, itu bisa jadi alasannya untuk hengkang. Hazard mungkin terlihat loyal dan mencintai Chelsea, tapi dia punya ketidakpuasan jika tak bermain di Liga Champions,” tutur Redknaap seperti dikutip SkySports.
Real Madrid adalah tempat yang layak untuk Eden Hazard. Namun, benarkah Hazard bisa jadi solusi atas kemarau trofi El Real musim ini?
Bukan Satu-satunya Jawaban
Jika tujuannya untuk meningkatkan performa di salah satu lini, Hazard adalah sosok yang penting untuk didatangkan. Soalnya, sudah rahasia umum kalau Zidane bukan tipe pelatih yang cocok dengan karakter bermain Gareth Bale. Sepanjang tiga tahun melatih Real Madrid di periode sebelumnya, dia terbukti lebih sering memarkir Bale di bangku cadangan.
Selama ini Bale banyak dikritik karena efektivitas umpan silangnya yang di bawah rata-rata. Di sisi lain, jika mengacu pada kelebihan Eden Hazard versi Whoscored, dia punya kemampuan umpan silang dan terobosan jauh lebih mumpuni. Ditambah, pemain berkebangsaan Belgia tersebut juga punya kemampuan olah bola, dribel, tembakan jarak jauh, dan penyelesaian akhir yang tak kalah ciamik dari Bale.
Namun, menyuntikkan sosok Eden Hazard saja rupanya bukan solusi yang bisa serta merta menambal “aspek yang hilang” dari Real Madrid. Hal ini turut diamini oleh jurnalis olahraga senior asal Spanyol, Carlos Capio.
Dalam kolomnya di Marca, Capio menilai apa yang tidak ada di dalam tubuh Real Madrid saat ini adalah seorang “pemain franchise.” Istilah pemain franchise merujuk pada seseorang yang bisa dijadikan wajah alias representasi potensi sebuah tim.
Bagi Capio, sejak hengkangnya Cristiano Ronaldo ke Juventus awal musim ini, Real Madrid seperti klub yang tak punya wajah.
Kepergian Ronaldo praktis membuat Bale jadi pemain paling mahal, namun menurut Capio, winger bernomor punggung 11 itu bukan sosok pemain franchise.
Hal yang sama berlaku untuk seorang Eden Hazard. Walau merupakan figur paling cemerlang di Chelsea dalam beberapa musim terakhir, Hazard bukan pesepakbola yang namanya layak dijual sebagai wajah dari klub sebesar Real Madrid.
“Gareth Bale bukan pemain franchise, bukan pula Hazard. Keduanya berada di kategori penultimate, level kedua dari atas. Lihat saja, keduanya bisa didapat dengan mudah. Jika Real Madrid mendatangkan franchise player, pastilah dia orang yang sulit didapat sebagaimana Ronaldo dulu, yang kemudian menghadirkan sukses besar,” tulis Capio.
Perkataan Capio ada benarnya. Sejak Ronaldo hadir di Madrid, pendapatan klub memang selalu mengalami peningkatan.
Pada tahun pertama Cristiano jadi pemain Los Blancos, pemasukan Real Madrid melonjak dari 439 juta euro jadi 480 juta euro. Kemudian, sejak saat itu pula, dari tahun ke tahun pendapatan tidak pernah sekali pun menurun, malahan terus membumbung tinggi. Puncaknya terjadi pada musim 2016-2017, periode akhir Ronaldo di Bernabeu. Pendapatan El Real kala itu menyentuh 674,6 juta euro, unggul telak atas rival abadi mereka, Barcelona yang cuma mengais 648,3 juta euro.
Pendapatan tinggi ini umumnya sangat dipengaruhi oleh penjualan jersey, merchandise, dan kesepakatan kerja sama dengan sponsor. Ronaldo punya andil besar sebagai magnet yang menarik hal-hal itu. Faktanya, jersey nomor tujuhnya selalu berada di peringkat atas penjualan dari tahun ke tahun.
Mbappe adalah Solusi
Saat ini pusat jagat sepak bola bertumpu pada dua pemain, Cristiano Ronaldo dan Lionel Messi. Mendapatkan keduanya, jelas hal mustahil bagi Real Madrid. Ada dua sosok yang dinilai bisa jadi solusi atas problem pemain franchise El Real. Mereka adalah Neymar atau Kylian Mbappe.
Dua nama tersebut memang tidak sepadan dengan Messi dan Ronaldo. Namun, mengingat usia mereka jauh di bawah Ronaldo maupun Messi, Neymar dan Mbappe jelas bisa jadi solusi paling ampuh untuk jadi wajah klub dalam jangka panjang.
Jika harus merekomendasikan salah satu, Capio sendiri memilih Mbappe. Alasannya, pemain asal Perancis itu telah menyita perhatian dunia di usia yang sangat muda, 19 belas tahun. Berbagai gelar dia dapat, mulai dari Piala Dunia sampai penghargaan-penghargaan individu.
“Orang-orang dekat Perez sedang mencoba menyarankan pula, agar presiden memprioritaskan Mbappe. Dia lebih muda, lebih serius, lebih ambisius, dan profesional [ketimbang Neymar],” imbuh Capio.
Pendapat Capio ini sebenarnya cuma gambaran nyata dari situasi di lapangan. Beberapa hari lalu, Marca sempat membuat semacam polling di kalangan 200 ribu fans Real Madrid guna mengetahui siapa pemain yang paling mereka dambakan untuk direkrut manajemen.
Hasil polling itu memenangkan Kylian Mbappe dengan total 79 persen pemilih. Dia unggul telak atas Neymar dan Harry Kane yang bahkan tidak sampai mendapat 10 persen dukungan.
Data ini menunjukkan betapa besarnya potensi yang bisa dihadirkan Madrid untuk mengeruk keuntungan (dari penjualan jersey, merchandise, dan lain-lain) andai bisa mendatangkan Mbappe.
Namun sialnya, untuk benar-benar mendapatkan Mbappe, El Real dihadapkan dengan rintangan berat. Klub Mbappe saat ini, PSG, mati-matian tak mau melepas si pemain sampai kontraknya di Paris habis.
“Bukan lagi 100 persen, tapi 2.000 persen akan bertahan. Mereka [Mbappe dan Neymar] akan tetap di Paris,” tegasnya seperti dilansir AS.
Mbappe sendiri sempat menolak tawaran Real Madrid sebelum hengkang dari AS Monaco ke Real Madrid 2017 lalu. Namun, penolakan itu lebih dikarenakan El Real masih punya sosok Ronaldo. Mbappe saat itu sadar betul kalau dirinya belum siap berebut tempat dengan sang megabintang.
Namun dengan situasi saat ini, ketika Ronaldo sudah tidak lagi di Bernabeu dan pos ujung tombak cuma menyisakan Karim Benzema, Mbappe sama sekali tidak menutup kemungkinan untuk ganti kostum.
“Saat ini saya nyaman di sini [PSG]. Tapi dalam sepakbola serta masa depan, Anda tidak akan pernah tahu apa yang bisa terjadi,” ungkap pemain berusia 19 tahun itu.
Editor: Abdul Aziz