tirto.id - Penghargaan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) DKI Jakarta untuk Colosseum Club 1001 berbuntut panjang. Gubernur Anies Baswedan, sosok yang paling banyak mendapat sorotan karena penghargaan ini, tidak saja membatalkan apa yang diperoleh kelab malam itu, tapi juga mencopot Plt Kepala Disparbud DKI Jakarta Alberto Ali.
Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Chaidir mengatakan Ali dicopot per Selasa (17/12/2019). Langkah ini ditempuh usai Anies menginstruksikan tim Inspektorat Pemprov DKI menyelidiki potensi kecurangan dalam pemberian penghargaan itu.
“Sekarang lagi zaman diperiksa-periksa, salah sedikit diperiksa,” ucap Chaidir.
Sekretaris Daerah (Sekda) Pemprov DKI Saefullah menyebut pencopotan yang ia sebut “sementara” ini sesuai prosedur. Selama penyelidikan berlangsung, menurut dia, sudah sewajarnya “jajaran yang terlibat sementara dibebastugaskan”.
Saefullah menyebut ada beberapa alasan kenapa muncul dugaan kecurangan dalam pemberian penghargaan ini. Salah satunya lantaran Badan Narkotika Nasional Provinsi DKI Jakarta sebenarnya pernah merekomendasikan tempat ini ditutup setelah mereka menemukan ada 34 pengunjung dinyatakan positif mengonsumsi narkoba dalam razia yang digelar September lalu.
Anies Dianggap Cuci Tangan
Kendati sesuai prosedur, tidak sedikit yang menafsirkan sikap Anies sebagai 'cuci tangan' belaka. Salah satu yang mengatakan itu adalah Ketua Fraksi PDIP DPRD Jakarta, Gembong Warsono.
“Gubernur, kan, harus bertanggung jawab, bukan cuci tangan,” ujarnya di Gedung DPRD DKI, Selasa (17/12/2019).
Penilaian Gembong muncul sebab bagaimanapun pemberian penghargaan kepada Colosseum berada di tangan Anies. Alberto, menurutnya, tidak bisa serta merta disalahkan. “Ini yang mesti dicermati. Saya kira seperti itu,” tukasnya.
Pernyataan Gembong cukup mewakili pandangan publik, setidaknya di media sosial. Per Selasa (17/12/2019) sore, sikap Anies yang mencopot Ali ramai diperbincangkan, ditandai dengan mencuatnya tagar #4niesCuciTangan sebagai trending topic urutan pertama.
Tudingan cuci tangan tersebut dapat dipahami asal-usulnya, sebab faktanya ini bukan kali pertama Anies bersikap serupa. Tak sampai sepekan lalu, Anies dan Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Jakarta juga mencopot Agung Tri Atmojo, seorang lurah (Kepala Desa) di Jelambar, Jakarta Barat.
Agung dicopot bersama tujuh orang yang didapuk sebagai Panitia Seleksi (Pansel) Honorer di desanya lantaran diduga melanggar peraturan saat pelaksanaan seleksi calon Pekerja Penanganan Sarana Prasarana Umum (PPSU)--tim oranye.
Semua bermula tatkala beredar video para peserta seleksi berendam di got kotor atas perintah pansel. Padahal, Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 212 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Penyedia Jasa Lainnya Orang Perorangan jelas-jelas melarang tegas praktik seperti ini. Di dalamnya disebutkan prosesi tes fisik hanya boleh berada di lingkup keterampilan PPSU, misalnya menyapu dan membersihkan saluran air.
Apa yang terekam dalam video tersebut juga dianggap keterlaluan sebab sejak jauh-jauh hari Wali Kota Jakarta Barat, Rustam Effendi, telah membagikan selebaran kepada seluruh lurah di kawasannya agar menghindari bentuk-bentuk seleksi yang tidak patut.
“Lurah yang bersangkutan beserta pansel [terbukti] lalai mematuhi instruksi dan ketentuan yang berlaku,” ujar kepala Inspektorat DKI, Michail Rolandi, seperti dilansir Antara.
“Lurahnya langsung dinonaktifkan, semua yang terlibat langsung diperiksa dan statusnya nonaktif," kata Anies membenarkan pencopotan itu di Istana Negara, Senin (16/12/2019)
Agung, di sisi lain, mengakui kesalahannya kendati tidak di lokasi untuk mengontrol praktik seleksi yang dilakukan pansel. Namun toh pembelaan ini tak bisa melindunginya dari pencopotan.
Preseden Buruk
Kebiasaan copat-copot Anies sudah tampak sebelum mencuatnya kasus Colosseum dan Jelambar. Pada Februari lalu, Anies mencopot sejumlah pejabat eselon II. Alasannya adalah faktor kinerja, meski dia sendiri enggan menjelaskan detail.
“Tidak patut bagi saya untuk menyampaikan bagi siapa pun. Saya jaga adab itu", ujar Anies.
Terlepas dari berbagai alasan pencopotan-pencopotan itu, Gembong Warsono menilai sikap Anies yang hanya mencopot pejabat tanpa pasang badan sebagai preseden buruk.
“Iya, ini, kan kecerobohan,” kata dia.
Sikap ini menurutnya juga seolah menegaskan Anies memang biasa grusa-grusu.
Masih segar dalam ingatan tatkala tahun lalu Anies banyak pula melakukan pencopotan terhadap para kepala dinas. Di antaranya Kepala Dinas Pendidikan Sopan Adrianto, Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Agustino Darmawan, Kepala Badan Pelayanan Pengadaan Barang dan Jasa (BPPBJ) Indrastuty Rosari Okita, Kepala Dinas Sumber Daya Air Teguh Hendarwan, serta Kepala Badan Pembinaan BUMD Yurianto.
Pada tahun yang sama, Anies juga menonaktifkan empat wali kota di Jakarta cuma lewat sambungan telepon. Akibat langkah kontroversial ini pemerintahan Anies sempat dikritik habis-habisan oleh Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN).
“Kalau [pejabat terkait] tidak melakukan pelanggaran, tidak bisa diberhentikan atau tidak memenuhi syarat mutasi, seharusnya tidak bisa diganti.” ujar Ketua KASN kala itu, Sofyan Effendi.
Tapi Anies punya alasan atas semua sikapnya itu. Untuk kasus terkini, penghargaan untuk kelab malam, menurutnya Disparbud jelas salah “fatal” dan karenanya pencopotan sudah tepat.
“Bagaimana sebuah tempat ada laporan bulan Oktober, bulan Desember dikasih penghargaan? Itu fatal,” ucap Anies.
Editor: Rio Apinino