tirto.id - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta belum juga mengeksekusi putusan Mahkamah Agung (MA) terkait penghentian swastanisasi air. Putusan itu padahal sudah terbit sejak 10 April 2017.
Dalam putusannya, MA menyatakan Gubernur DKI Jakarta beserta enam tergugat lainnya dinilai lalai serta telah melakukan perbuatan melawan hukum lantaran menyerahkan pengelolaan air kepada perusahaan swasta. Karena itu, pengelolaan air di ibu kota harus dikembalikan kepada negara dan juga didorong agar mematuhi prinsip-prinsip hak asasi manusia.
Sejauh ini, Pemerintah Provinsi DKI telah membentuk Tim Evaluasi Tata Kelola Air Minum melalui Keputusan Gubernur Nomor 1149 Tahun 2018 yang diteken pada 10 Agustus 2018.
Tim yang dipimpin Sekretaris Daerah DKI Jakarta Saefullah itu beranggotakan sejumlah pimpinan SKPD DKI Jakarta dan kalangan profesional ini--di antaranya jurnalis senior Bambang Harimurti dan Direktur Amrta Institute Nila Ardhianie--akan bekerja hingga 10 Februari 2019.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan tim evaluasi masih membahas kelanjutan swastanisasi air tersebut. Kendati masih enggan merinci pembahasan yang bergulir sampai dengan saat ini, Anies berjanji tetap melaksanakan putusan MA.
"Saya ketemu rutin [dengan tim evaluasi]. Nanti kalau sudah ada hasilnya baru disampaikan. Mereka yang ada di dalam tim sudah menyiapkan roadmap (peta jalan) dan langkah-langkahnya," kata Anies saat ditemui di Balai Kota DKI Jakarta, Senin (21/1/2019).
Keengganan Anies merinci proses yang sedang dilakukan tim evaluasi menjadi sorotan dari Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta (KMMSAJ). Mereka beranggapan, Anies tak transparan dalam merealisasikan putusan MA.
"Kami enggak tahu, nih, arahnya akan cenderung ke mana. Ada berbagai opsi [eksekusi], tapi enggak tahu mana yang akan diambil pemerintah provinsi karena enggak ada kabar," kata Nelson Nikodemus Simamora, pengacara LBH Jakarta yang tergabung dalam KMMSAJ, Senin siang.
Menurut Nelson, Anies dan Pemprov DKI Jakarta semestinya terus memberitahukan perkembangan pembahasan eksekusi terhadap swastanisasi air ini kepada publik. Ini karena perkara yang dimenangkan MA adalah gugatan warga.
"Kalau tidak transparan, kami khawatir apabila nanti [hasilnya] tidak sesuai sama yang sudah dimenangkan di MA. Kalau saat diumumkan itu bertentangan dengan MA, kan, salah," ucap Nelson.
Sikap Anies ini seolah berseberangan dengan titel Jakarta sebagai salah satu provinsi paling informatif yang diberikan Komisi Informasi Pusat (KIP) itu diberikan pada awal November 2018. Salah satu kriteria yang dimaksud dalam penilaian ini adalah pemprov harus memiliki Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) yang bertugas menyediakan informasi secara serta-merta ke masyarakat (Pasal 10 UU KIP).
Saat dikonfirmasi kepada Saefullah, selaku ketua tim evaluasi, ia tidak membantah atau mengiyakan sikap Pemprov DKI yang terkesan irit komentar terkait proses yang sedang dibahas menyangkut eksekusi swastanisasi air ini.
Menurut Saefullah, persoalan terkait air ini menyangkut berbagai pihak sehingga aspek yang menjadi pertimbangan pun ada banyak. “Itu, kan, keputusan kolektif, jadi saya tidak bisa jawab,” kata Saefullah.
Meski begitu, Saefullah berujar hasil kajian dari tim evaluasi telah disampaikan dan dipaparkan kepada Gubernur Anies Baswedan. Nantinya, kata dia, Anies yang akan menyampaikan keputusannya kepada masyarakat.
“Saat ini saya belum bisa sampaikan. Opsi-opsi, kan, sudah disampaikan, tapi nanti yang ambil keputusan Pak Gubernur,” ujar Saefullah.
Editor: Mufti Sholih