Menuju konten utama

Mengakhiri Praktik Maling Takaran di Pom Bensin Pertamina

Pertamina memanfaatkan teknologi untuk mencegah kecurangan dengan digitalisasi informasi data dari nozzle dari tiap SPBU ke pusat data di BPH Migas.

Mengakhiri Praktik Maling Takaran di Pom Bensin Pertamina
Petugas mengisi BBM jenis Pertamax ke kendaraan konsumen di SPBU Abdul Muis, Jakarta, Senin (2/7/2018). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga

tirto.id - Polisi menangkap tiga pengelola dan dua pekerja SPBU Pertamina di Jalan Raya Veteran, Rempoa, Jakarta Selatan, pada Juni 2016. Penangkapan ini cukup ramai diberitakan media massa dan jadi perhatian masyarakat.

Penyebabnya, petugas SPBU itu melakukan kecurangan. Bensin yang masuk ke tangki kendaraan tak sesuai dengan jumlah pembelian. Polisi yang menyamar jadi konsumen menemukan hanya 18,6 liter bensin yang masuk dari total pembelian sebanyak 20 liter. Ada selisih 1,4 liter. Dari sana oknum itu meraup untung.

Dan ini hanya satu dari sekian banyak kasus serupa. Pada April lalu, kecurangan dilakukan oleh SPBU Pertamina di Kabupaten Tangerang. Dengan modus yang sama, para pelaku mengantongi keuntungan hingga Rp930,9 juta dalam satu tahun. Kecurangan ini sendiri telah mereka lakukan tiga tahun lamanya. Satu bulan sebelumnya hal yang sama terjadi di Condet, Jakarta Timur.

Kesamaan dari tiga kasus itu adalah: mereka memanfaatkan kelemahan teknologi yang dipasang di mesin dispenser atau kotak bensin. Hal ini juga dapat terjadi karena tak ada data terpusat dari Pertamina yang dapat memantau berapa sebetulnya jumlah bensin yang keluar dari nozzle atau corong penyalur bensin (yang masuk ke tangki) pembeli.

Sadar kalau tak mungkin hal ini dibiarkan terus menerus, PT Pertamina (Persero) melakukan langkah antisipatif dengan meluncurkan program bernama digitalisasi nozzle. Program ini diumumkan Senin (13/8/2018) siang.

Ada 5.518 SPBU yang bakal "didigitalisasi" hingga 31 Desember 2018, dari total 7.415 SPBU yang ada. Hingga sekarang, baru ada 10 SPBU yang melakukan digitalisasi ke pusat data.

"Untuk mengurangi losses (kehilangan). Memang arahnya ke sana. Harapannya dengan data digital akan mudah terpantau," kata Jumali, VP Retail Fuel Marketing Pertamina, di Gedung BPH Migas, Jakarta.

Senior Vice President of Corporate Shared Services Pertamina Jeffrey Tjahja Indra mengatakan proses digitalisasi telah dinanti-nanti oleh para pemangku kepentingan maupun internal Pertamina. Ia berharap masyarakat memaklumi dari penerapan teknologi ini baru bisa sekarang.

"Kebetulan teknologi ini bukan hal yang mudah. Perlu effort, sumber daya, dana untuk biaya digitalisasi," ujar Jeffrey, dalam kesempatan yang sama.

Cara Kerja

Secara garis besar, ada dua perangkat untuk menyalurkan bensin yang ada pada tiap SPBU. Pertama adalah dispenser (kotak bensin), dan kedua tangki timbun (tempat menyimpan ribuan liter bensin) yang terletak di bawah SPBU itu.

Dispenser bakal mulai bekerja ketika petugas SPBU mengangkat nozzle. Dinamo pompa yang mengangkat bensin akan mulai berputar. Bensin pun naik ke alat penakar yang disebut selenoid valve dan kemudian mengalir terus ke flowmeter alias alat pengukur aliran bensin.

Flowmeter ini yang terhubung ke selang hingga masuk ke tangki kendaraan konsumen. Bensin bakal mengalir dari flowmeter hanya ketika tuas pada nozzle ditarik, dan bakal menutup alirannya secara otomatis ketika angka pembelian (bisa satuan rupiah atau liter, tergantung konsumen) telah terpenuhi.

Biasanya, SPBU "nakal" mengakali flowmeter, caranya dengan perangkat tertentu, flowmeter akan "salah membaca" jumlah bensin yang keluar. Sisa bensin yang harusnya keluar tapi ternyata tidak tersimpan di selenoid valve.

Digitalisasi nozzle ini berfungsi untuk "membaca" dengan lebih akurat berapa sebetulnya bensin yang keluar. Ini terjadi karena ada alat tambahan berupa sensor digital. Sensor ini bakal mengirim data volume bensin yang keluar langsung ke pusat data yang dimiliki BPH Migas.

Untuk mengirim data itu, Pertamina bakal bekerja sama dengan PT Telkom Tbk. Mereka tak punya perangkat untuk dapat melakukannya sendiri.

"Kami punya satelit macam-macam, jadi soal jaringan tidak masalah. Kami memiliki network cukup. Kami percaya diri karena sensor-sensor itu bisa dijalankan dengan jaringan 3G. Kalau dalam kota kan ada 4G, wireless," kata Direktur Enterprise and Business Telkom, Dian Rachmawan

Baca juga artikel terkait PERTAMINA atau tulisan lainnya dari Rio Apinino

tirto.id - Bisnis
Reporter: Shintaloka Pradita Sicca
Penulis: Rio Apinino
Editor: Rio Apinino