tirto.id - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendi membenarkan hari ini, Rabu (14/6/2017), dia dipanggil Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Kantor Kepresidenan. Effendi mengakui pemanggilannya itu terkait wacana pemberlakukan sekolah seharian penuh bagi siswa.
Seperti diketahui, sejak wacana sekolah seharian penuh ini diluncurkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, berkembang polemik di masyarakat umum dan penyelenggara pendidikan.
"Ya harus dong, kan saya pembantu (presiden)," kata Effendi, ketika menjawab pertanyaan wartawan di kompleks Kantor Kepresidenan, di Jakarta.
Mendikbud menyebutkan, akan ada perubahan terkait kebijakan itu dan belum ada petunjuk teknis. "Staf-staf dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan Kementerian Agama juga sudah berkoordinasi untuk mengatur petunjuk teknisnya," tutur Effendi sebagaimana dikutip dari Antara.
Dia bilang, sekolah sehari penuh – delapan jam sehari dan lima hari sepekan – terkait juga beban kerja guru. "Sebagai ASN itu ada Inpres-nya bahwa kerja PNS itu lima hari, ada Perpres," katanya menjelaskan.
Secara terpisah, Menteri Agama, Lukman Saifuddin, usai bayar zakat di Istana Negara, telah banyak berdiskusi dengan Effendi untuk meminta penjelasan yang lebih komprehensif, lebih menyeluruh, yang lebih utuh terkait rencana kebijakan sekolah seharian penuh itu.
"Agar tidak disalahpahami masyarakat, khususnya kalangan pondok pesantren, madrasah, diniyah yang menganggap kebijakan ini akan merugikan mereka. Jadi perlu ada sosialisasi lebih masif kalau memang kebijakan ini dilaksanakan," kata Saifuddin.
Dia mengatakan, selaku menteri agama, dia berkepentingan agar keberadaan madrasah, diniyah, jangan sampai terkena dampak negatif dari kebijakan pendidikan ini.
Saifuddin meminta sosialisasi lebih masif dengan cara mengundang para pemangku kepentingan, organisasi profesi guru, hingga organisasi massa keagamaan yang mengelola madrasah-diniyah.
Menurut Menag, jaminan penguatan eksistensi madrasah diniyah dan pondok pesantren juga harus tertuang dalam regulasi ini. Bila tidak ada jaminan tesebut, menurutnya rencana penerapan kebijakan sekolah seharian itu sebaiknya ditinjau kembali.
"Jika tidak ada jaminan, sebaiknya dikaji secara lebih mendalam lagi dampak negatif yang ditimbulkannya, karena ini menimbulkan keresahan di tengah masyarakat," katanya.
Sebelumnya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No 23 tahun 2017 tentang Hari Sekolah.
Pasal 2 Permendikbud tersebut mengatur Hari Sekolah dilaksanakan delapan jam dalam satu hari atau 40 jam selama 5 hari dalam seminggu.
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari