Menuju konten utama

Mau Punya Anak Sehat? Biarkan Dia Main Lumpur & Kotoran!

Sistem imun tubuh anak berpotensi menguat melalui aktivitas bermain lumpur dan tanah. Kebiasaan ini juga dapat berdampak positif pada manajemen emosi anak.

Mau Punya Anak Sehat? Biarkan Dia Main Lumpur & Kotoran!
Header Diajeng Jangan Takut Kotor. tirto.id/Quita

tirto.id - “Nak, jangan ke situ! Kotor!”

“Sayang, pakai sandal kalau ke sana. Nanti kakimu kemasukan cacing!”

Coba diingat-ingat, dalam sehari, sudah berapa kali kamu berseru demikian kepada anakmu?

Betul, kuman merupakan biang penyakit. Cara mencegah penyebarannya tak lain dengan membiasakan gaya hidup bersih.

Anak-anak, yang belum punya kesadaran penuh tentang itu semua, perlu diingatkan untuk menjaga kebersihan, termasuk mencuci tangan dan kaki sebelum makan atau setelah bermain.

Namun, perlukah anak dilarang-larang berinteraksi dengan kotoran? Haruskah kita menakut-nakuti mereka dengan risiko penyakit gara-gara bermain air genangan hujan atau meremas-remas pasir di halaman? Di satu sisi, mereka tengah berada pada fase eksplorasi lingkungan sekitar.

Kekhawatiran orang tua membiarkan anak bermain kotor sangat beralasan. Tanah mengandung mikroorganisme seperti bakteri, jamur, dan protozoa. Di dalam setiap satu sendok teh tanah produktif, kita dapat menemukan 100 juta sampai 1 miliar sel bakteri, sementara dalam 1 mililiter air tawar terdapat 1 juta sel bakteri.

Beberapa mikroba di dalam tanah, seperti diungkapkan Arif Nugroho dalam penelitian berjudul “Peran Tanah Sebagai Reservoir Penyakit” (2014), bersifat patogen alias dapat menimbulkan penyakit bagi manusia.

Di balik segudang kekhawatiran yang selama ini tertanam di dalam benak kita, ada argumen ilmiah yang berusaha mematahkannya. Menurut pandangan ini, justru penting apabila anak-anak terpapar bakteri melalui aktivitas yang kotor-kotor. Ah, tidak salah dengar?

New York Times edisi April 2024 silam mengulas berbagai temuan ilmiah yang mendukung argumen tersebut. Salah satu riset mengungkap bahwa anak-anak yang tumbuh besar di daerah pertanian berpotensi memiliki tingkat penyakit radang perut, asma, dan alergi lebih rendah. Alasannya? Ya kemungkinan karena mereka terpapar lebih banyak jenis mikroba!

Akhir-akhir ini, peneliti kian gencar menyoroti peran bakteri di tanah dalam mengurangi peradangan dan meningkatkan kesehatan mental.

Header Diajeng Jangan Takut Kotor

Header Diajeng Jangan Takut Kotor. foto/IStockphoto

Mungkin kamu juga mengamati tren orang-orang di sekitarmu—atau bisa jadi kamu pun rutin melakukannya sendiri—yang mengonsumsi probiotik untuk membangun kembali mikroflora di dalam tubuh.

Mikroflora hidup di dalam usus antara lain untuk merangsang kekebalan tubuh, meningkatkan kekebalan tubuh untuk melawan infeksi, memproduksi vitamin, dan mengurangi lemak di dalam darah.

Fany (32) ibu dari dua anak balita berumur 3 dan 1 tahun, membiarkan anak-anaknya bermain di rumput tanpa alas kaki.

Di mata ibu-ibu lain, yang dilakukan oleh Fany yang berprofesi sebagai dokter gigi ini mungkin terlihat seperti “menantang” penyakit.

“Tubuh manusia itu pintar, kok. Ada zat antigen yang akan membentuk kekebalan tubuh untuk menghasilkan antibodi. Antibodi inilah yang melawan kuman,” jelas Fany.

“Kalau nggak pernah terpapar kuman, bagaimana antigen bisa menghasilkan antibodi?”

Minimal satu kali dalam sehari, Fany atau suaminya, Andika, mengajak anak-anaknya bertelanjang kaki ke lapangan. Aktivitas itu dilakukan pagi atau sore sebelum mandi.

“Lapangan itu juga yang ‘membesarkan’ saya. Sebagian besar waktu bermain saya berada di lapangan, dan itu sangat menyenangkan,” ujar Fany sambil tersenyum.

Selain bermanfaat untuk sistem imun, bermain tanah dan lumpur juga merupakan cara yang baik untuk anak-anak belajar, santai, menuangkan ide-ide kreatif, dan tentunya memberikan dampak positif untuk kesehatan emosional, tulis Noreen Iftikhar, MD di Healthline.

Lebih lanjut dijelaskan oleh Feka Angge Pramita, M.Psi, Psikolog Klinis di RS Colombia Asia, Jakarta, “Ketika anak-anak diajak untuk menanam, berinteraksi dengan tanah dan tanaman, itu mendukung perkembangan mereka.”

“Bermain di luar ruang berkaitan dengan alam, seluruh aspek perkembangan yang berkaitan dengan sensori atau penginderaan, motorik atau gerak, dan regulasi diri atau emosi anak terstimulasi,” ujar Feka.

Dalam perkembangan seorang anak, Feka melanjutkan, peran sensori dalam kesehariannya akan menjadi hal penting karena dapat mendukung ataupun menghalangi regulasi diri dan emosinya.

“Sensori menjadi dasar bagi perkembangan fisik/ motorik dan menjadi pondasi bagi perkembangan yang lebih tinggi lagi seperti berbicara, berbahasa, berkomunikasi dan berpikir. Perkembangan emosi juga dipengaruhi bagaimana regulasi diri seseorang berproses dengan sensasi stimulus yang dirasakan.”

Header Diajeng Jangan Takut Kotor

Header Diajeng Jangan Takut Kotor. foto/IStockphoto

Ketika anak berlatih menggunakan alat untuk menggali atau memindahkan tanah, memegang butiran pasir, dan menyentuh berbagai tekstur tanaman, maka indera perabaannya akan mendapatkan sensasi.

Menemukan cacing, siput tanah, kaki seribu, juga membuat anak semakin mengenal makhluk hidup—menghapalkan nama-nama dan habitatnya.

“Anak akan belajar merasakan, apakah yang disentuhnya itu menimbulkan rasa aman, atau tidak. Jika tidak, maka dia akan memunculkan tiga respons; diam, kabur, atau lawan,” papar Feka. Proses seperti inilah yang merangsang kemampuan anak untuk mengelola emosi.

Hanya saja, kita harus paham betul pada usia berapa anak sudah dapat dapat diajak bermain kotor atau bermain di luar ruang.

“Kalau dia masih memasukkan benda-benda ke dalam mulut, sebaiknya jangan ajak anak bermain kotor-kotoran,” saran Feka.

“Kegiatan bermain bersentuhan dengan tanah dapat mulai dilakukan pada anak usia 3,5 tahun ke atas, atau ketika anak sudah tidak memasukkan benda ke dalam mulut.”

Feka mengingatkan, ketika kita mengajak anak bermain kotor-kotoran di luar rumah, mereka perlu diajarkan untuk tidak mengucek-ucek mata dengan tangan yang kotor. Oleskan juga losion khusus agar anak terhindar dari gigitan nyamuk dan serangga.

Nah, sekarang kamu sudah siap untuk mendampingi anak bermain kotor?

Baca juga artikel terkait DIAJENG atau tulisan lainnya dari Imma Rachmani

tirto.id - Gaya hidup
Kontributor: Imma Rachmani
Penulis: Imma Rachmani
Editor: Sekar Kinasih