tirto.id - Pemerintah sudah menentukan tarif tertinggi pemeriksaan Real Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) sebesar Rp 495 ribu untuk Pulau Jawa dan Bali, serta Rp 525 ribu untuk luar Pulau Jawa dan Bali.
Batas tarif RT-PCR yang baru ditetapkan melalui Surat Edaran Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan nomor HK.02.02/I/2845/2021 Tentang Batas Tarif Tertinggi Pemeriksaan Reserve-Transcription Polymerase Chain Reaction (RT-PCR).
Kendati demikian, tarif baru itu berlaku untuk masyarakat yang ingin melakukan pemeriksaan RT-PCR atas permintaan sendiri dan tidak berlaku untuk kegiatan penelusuran kontak atau rujukan kasus COVID-19 ke rumah sakit yang mendapatkan bantuan pemerintah.
Atas hal itu, pemerintah memberi imbauan kepada seluruh Dinas Kesehatan Provinsi hingga Kabupaten/Kota agar mengawasi kebijakan tersebut secara ketat, khususnya di fasilitas pelayanan kesehatan dan pemeriksa lain yang memberikan pelayanan pemeriksaan RT-PCR.
Dirjen Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan Indonesia, Abdul Kadir mengatakan, sebelum ada arahan dari Presiden, Kemenkes sudah berproses untuk menyesuaikan harga tes PCR mengacu pada dinamika perubahan harga bahan dan biaya operasionalnya. Terkait dengan perbedaan harga di dalam dan di luar Jawa-Bali, menurut dia, itu disebabkan oleh variabel biaya transportasi.
Saat ini, menurut dia, penyamaan harga belum bisa dilakukan sebab alat dan reagen yang digunakan pada RS atau laboratorium di Indonesia cukup beragam. Maka daripada itu, Abdul Kadir menjamin kualitas hasil pemeriksaan PCR tetap baik meskipun batas harga diturunkan.
“Sebelum laboratorium mendapatkan izin, Litbangkes akan melakukan validasi terhadap hasil pemeriksaan. Setelah itu, Litbangkes terus menjalankan pembinaan dan validasi secara berkala, untuk melihat apakah konsisten atau tidak. Dengan demikian, kita bisa terus memastikan kualitas laboratorium dimaksud,” kata Abdul Kadir seperti dikutip laman resmi Satgas Covid-19.
Masyarakat Diminta Kawal Kebijakan
Pemerintah meminta masyarakat mengawal penerapan kebijakan terkait harga PCR yang baru. Hal tersebut penting supaya para penyedia layanan tes PCR tidak melampaui batas tarif yang ditetapkan.
“Bila menemukan pelanggaran, masyarakat dapat melapor ke Dinas Kesehatan (Dinkes). Dinkes akan melakukan investigasi serta pembinaan bertingkat. Apabila tetap melanggar, maka Dinkes memiliki kewenangan untuk mencabut izin operasional laboratorium tersebut,” ujarnya.
Gubernur Kalimantan Barat, Sutarmidji mengapresiasi kebijakan penurunan harga tes PCR karena sangat membantu warga. Sebab, untuk masuk ke wilayah Kalimantan Barat, masyarakat diminta melakukan tes PCR terlebih dahulu. Saat ini, seluruh wilayah Kalimantan Barat menerapkan PPKM Level 3.
Sutarmidji mengatakan, mengawasi tarif baru tersebut dilakukan melalui Dinkes dan berdialog untuk sosialisasi kebijakan serta berupaya mendengarkan masukan atau kendala dari para penyedia tes PCR di sana.
“Sejauh ini berjalan baik. Kami tekankan harga tidak boleh terlalu mahal atau terlalu murah agar ada kesamarataan. Semua untuk kepentingan masyarakat,” tandasnya.
Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) menetapkan seluruh anggota untuk mengikuti aturan pemerintah terkait batas tarif baru tes PCR. Sekretaris Jenderal PERSI Lia G. Partakusuma menegaskan, “Hampir seluruh rumah sakit dan laboratorium yang tergabung dalam PERSI telah menerapkan harga baru tersebut, untuk metode tes PCR konvensional.”
Dokter Lia juga memberikan imbauan kepada masyarakat agar melakukan PCR di lab berkualitas baik dan memiliki izin pemerintah, agar hasilnya dapat dipertanggungjawabkan. Apabila hasilnya positif, pasien harus mengemukakan kepada petugas kesehatan untuk mendapatkan arahan tindakan selanjutnya.
Editor: Iswara N Raditya