tirto.id - Piper Nigrum atau lada, sebuah rempah yang sering menjadi bagian resep masakan di Indonesia. Masakan dengan campuran lada akan semakin lezat rasanya. Pada masa kolonial lada menjadi komoditas penting diperdagangkan hingga ke Eropa.
Kiprah lada di Indonesia tak hanya berlangsung pada masa lampau. Hingga kini Indonesia masih menjadi produsen lada dunia. Indonesia tengah menghadapi persoalan daya saing dalam komoditas lada, saat pemain baru seperti Vietnam membayangi. Lada Indonesia hadir dalam beberapa jenis yang sudah lama dibudidayakan petani. Jenis lada hitam dan putih yang paling populer di Tanah Air.
Beberapa wilayah di Indonesia seperti Lampung menjadi pemasok lada hitam. Lada yang berasal dari Lampung bahkan sudah dikenal sebelum Perang Dunia II. Pada 1970, produksi lada hitam asal Lampung mencapai 50 ribu ton dengan produktivitas 1,5-2 ton per hektar. Lampung sempat menjadi pemasok sebagian besar lada hitam dunia.
Selain lada hitam, juga ada lada putih, pemasok terbesar adalah wilayah Bangka Belitung. Bangka Belitung juga sudah lama terkenal sebagai penghasil lada putih di pasar global karena komoditas itu memiliki cita rasa dan aroma yang sangat khas.
Semenjak 1987 hingga 2002, merupakan masa kejayaan lada putih Indonesia dengan produksi mencapai 62 ribu ton per tahun. Namun, pada 2005 kejayaan lada putih Indonesia mulai luntur dan tidak lagi menjadi produsen dan ekspotir terbesar di dunia seiring dengan hasil perkebunan lada terus mengalami penurunan.
Pada 2005, Indonesia memang masih memimpin sebagai produsen lada terbesar dunia. Namun, setelah itu mulai tersingkir oleh Vietnam karena negeri komunis ini mulai mengembangkan lada secara intensif. Semenjak Vietnam gencar mengembangkan lada, posisi ekspor lada Indonesia di pasar dunia menjadi turun. Penurunan ini tentu karena melemahnya daya saing akibat rendahnya produktivitas dan mutu lada lokal.
Produksi lada Indonesia untuk lada hitam maupun lada putih hanya sebesar 91 ribu ton, dengan pangsa pasar sebesar 18,8 persen di pasar global pada 2013. Posisi Indonesia bergeser ke posisi eksportir terbesar kedua pada 2013. Padahal luas perkebunan lada Indonesia yang terbesar di dunia yakni 171 ribu hektar. Vietnam yang hanya memiliki lahan 80 ribu hektar mampu menghasilkan 130 ribu ton lada pada 2015 sebagai yang teratas.
Tersingkirnya kinerja ekspor dan kapasitas produksi lada Indonesia karena produktivitas yang rendah dari lahan lada di dalam negeri. Produktivitas lada Indonesia hanya sekitar 0,5 ton per hektar dari yang sebelumnya pada masa kejayaan sempat mencapai 2 ton per hektar. Sedangkan produktivitas lahan lada di Vietnam sangat tinggi yakni sekitar 3,2 ton per hektar. Produksi yang tinggi membuat Vietnam menguasai 34,5 persen pangsa pasar lada global pada 2013.
Rahasia Lada Vietnam
Dari tahun ke tahun, luas lahan perkebunan lada di Vietnam terus meningkat. Pada 2003 luas lahan lada hanya 48 ribu hektar, lalu berkembang menjadi 50 ribu hektar pada 2012. Menurut Blooomberg, tahun ini diprediksi area perkebunan lada di Vietnam akan mencapai 100 ribu hektar. Adanya perluasan lahan perkebunan lada ini tentu secara langsung meningkatkan produksi lada di Vietnam. Dari 125 ribu ton lada pada 2011, dan diprediksi lada Vietnam akan meningkat hingga 150 ribu ton di 2016.
Berlawanan apa yang terjadi dengan Vietnam, di Indonesia lahan perkebunan lada terus menurun dari tahun ke tahun. Pada 2006, luas area perkebunan lada Indonesia mencapai 192 ribu hektar. Pada 2007 turun menjadi 189 ribu hektar. Penurunan ini terus terjadi hingga pada 2015, area perkebunan lada tersisa 163 hektar. Dampaknya berpengaruh pada produksi lada Indonesia yang berfluktuasi.
Selain itu, Vietnam juga memperbaiki kualitas lada mereka. Caranya, Vietnam melakukan kerja sama dengan The American Spice Trade Association (ASTA) dan European Spice Association (ESA) guna memberi pengetahuan kepada petani lada untuk mengatasi masalah teknis yang dapat merusak kualitas lada. Selain itu, mereka juga membantu meningkatkan pemahaman tentang tuntutan mutu yang ketat dan peluang yang ada di pasar global.
Selain memberi pengetahuan tentang kualitas, Vietnam juga mengembangkan bibit unggul agar dapat menghasilkan lada-lada berkualitas. Untuk semakin menguatkan industri lada nasional, Vietnam membentuk Asosiasi Lada Vietnam atau The Vietnam Pepper Association (VPA). Adanya asosiasi ini tentu Vietnam akan semakin fokus pada pengembangan produksi lada.
Sedangkan di Indonesia, pemberian pengetahun bertani kepada petani lada sangat minim. Pasokan bibit unggul dan bersertifikat sangat terbatas. Teknologi yang dimiliki petani Indonesia juga sangat minim. Ini tentunya akan berpengaruh tidak hanya pada produktivitas tetapi juga pada mutu lada Indonesia. Sehingga jangan heran jika kemudian Vietnam muncul sebagai produsen lada dunia meski dengan lahan yang tidak mencapai setengah dari luas area perkebunan lada Indonesia.
Upaya Merebut Kembali
Posisi Indonesia yang terus digeser oleh eksportir lada asal Vietnam dan India jadi perhatian yang tak boleh terus diabaikan. Pemerintah Provinsi Bangka Belitung misalnya, bertekad mengembalikan kejayaan lada putih Bangka Belitung sebagai produsen dan eksportir terbesar dunia. Menurut Gubernur Bangka Belitung Rustam Effendi telah berupaya melakukan revitalisasi perkebunan untuk meningkatkan produktivitas, mutu hasil, efisiensi biaya produksi, dan pemasaran, serta manajemen stok melalui pengembangan inovasi teknologi dan kelembagaan.
"Pada tahun ini diperkirakan luas tanaman lada yang menghasilkan 33.534 hektar dengan produksi meningkat 1,63 ton per hektar dibanding tahun sebelumnya 1,53 ton per hektar," kata Rustam, dikutip dari Antara.
Untuk mencapai target produksi lada putih petani tahun ini, pihaknya terus melakukan perluasan dan pemantapan areal perkebunan lada, penyediaan lahan untuk kebun benih unggul, serta penyediaan sarana produksi. Selain itu, ada upaya menerapkan pengelolaan budi daya yang baik, penerapan bibit polybag tujuh ruas, mendorong perkembangan penangkaran lada, dan fasilitasi sarana produksi penangkar, serta penerapan pengendalian hama terpadu.
Selain itu, pemerintah Bangka Belitung juga mengirim petani untuk belajar cara budidaya lada di Vietnam. "Ilmu yang saya dapat selama berkunjung ke Vietnam saya terapkan, hasilnya cukup mengembirakan," kata Sawon, seorang petani di Kabupaten Bangka Tengah yang pernah ke Vietnam untuk menimba ilmu tentang budidaya lada, seperti dilaporkan Antara.
Sedangkan dari pemerintah pusat melalui Direktorat Jenderal Perkebunan telah menetapkan arah kebijakan dalam pengembangan lada, yakni meningkatkan produksi, produktivitas dan mutu tanaman secara terintegrasi dan berkelanjutan. Ini dilakukan dengan pengembangan komoditi (rehabilitasi, intensifikasi dan diversifikasi), peningkatan kemampuan sumberdaya manusia, pengembangan kelembagaan dan kemitraan usaha, peningkatan investasi usaha serta pengembangan sistem informasi.
Pemerintah memang harus bergerak lebih cepat untuk mengatasi rendahnya produktivitas lada lokal. Vietnam secara perlahan telah menjadi kompetitor Indonesia di segala lini ekspor seperti furnitur, kacang mete, hingga lada yang dahulu Indonesia sempat berjaya sebagai pusat rempah-rempah dunia. Mengembalikan kejayaan rempah-rempah Indonesia bisa dimulai dari lada.
Penulis: Yantina Debora
Editor: Suhendra