Menuju konten utama

Manipulasi Dana Liga Santri 2017 di Barak Hijau dan Bus

Kuitansi kosong dan palsu menjadi modus manipulasi dana Liga Santri Nusantara 2017.

Manipulasi Dana Liga Santri 2017 di Barak Hijau dan Bus
Ilustrasi Liga Santri Nusantara. tirto.id/Lugas

tirto.id - "Panitia Liga Santri Nusantara minta dua kuitansi. Satu diisi, satu kosong," ujar Tjupriatna, Ketua Pengelola Wisma Pusat Kesenjataan Infanteri (Pussenif) Bandung, sebuah markas pendidikan dan pelatihan TNI Angkatan Darat, pada pekan pertama Februari 2019.

Manipulasi nota kegiatan untuk penginapan peserta Liga Santri Nusantara 2017 itu sebenarnya sudah dicurigai oleh pengelola wisma ketika Rabithah Ma'ahid Islamiyah (RMI), lembaga Nahdlatul Ulama yang menaungi pondok pesantren sebagai panitia turnamen Liga Santri, meminta kuitansi kosong dengan dalih takut salah.

"Ya sudahlah, mungkin dia cari duit. Yang penting bayar sewa penginapannya selesai," tambah Tjupriatna, yang ditugaskan mengelola Wisma Pussenif bersama empat anggota TNI AD selama dua tahun terakhir.

Bangunan dua lantai itu berada di selatan Markas Komando Pussenif, tepatnya di samping Taman Persib Bandung. Wisma Pussenif adalah bisnis penginapan Mako Pussenif dengan fasilitas 50 kamar tidur.

Pada Oktober 2017, Wisma Pussenif dipilih panitia Liga Santri 2017 sebagai tempat penginapan bagi 32 klub ponpes dari seluruh Indonesia bersama pelatih, wasit, dan panitia.

Sebelum pemberian kuitansi kosong, pengelola wisma membuat perjanjian awal dengan RMI. Mereka sepakat soal seluruh administrasi pembayaran itu menyangkut fasilitas sewa penginapan, pemakaian wisma, barak, dan lapangan bola. Ia berupa 50 kamar tidur untuk kapasitas 150 orang panitia, wasit, dan pelatih tim, serta lebih 500 pemain menginap di barak dan lapangan bola. Semua pembayaran ini lewat satu pintu ke pengurus wisma.

Namun, saat pelaksanaan Liga Santri 2017, panitia dari RMI secara sepihak melakukan perubahan pembayaran fasilitas ke masing-masing tempat penyewaan, bukan satu pintu, meski dalam lingkungan Mako Pussenif. Dalih panitia, fasilitas sewa antara wisma dan barak berbeda sehingga panitia mengontak langsung pihak barak.

Tjupriatna semula sempat memperingatkan panitia agar tak membayarkan melalui dua pintu karena ke depan bisa saja bermasalah.

'Diminta Kuitansi Kosong'

Kekhawatiran Tjurpriatna itu akhirnya terbukti. Usai pelaksanaan Liga Santri 2017, Badan Pemeriksa Keuangan mendatangi Tjupriatna untuk mengonfirmasi kebenaran jumlah pembayaran penginapan dan fasilitas lainnya.

"Saya didatangi BPK sebanyak dua kali dengan orang yang berbeda," kata Tjupriatna.

Anggota BPK Achsanul Qosasi membenarkan ada temuan ketidakpatuhan dalam pelaporan dana Liga Santri 2017 oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga.

Dalam laporan BPK pada Mei 2018, masih ada dana sisa sebesar Rp2,04 miliar serta dana fiktif untuk menyewa Wisma Pussenif dan kendaraan sebesar Rp392 juta. Totalnya, Rp2,4 miliar. Dana kegiatan Liga Santri 2017 dari Kemenpora sebesar Rp8 miliar. Dana ini diserahkan kepada RMI sebagai panitia pelaksana Liga Santri.

Untuk mengecek validasi pelaporan itu, BPK menugaskan auditor negara ke Wisma Pussenif pada 26 Februari 2018. Auditor itu menanyakan biaya akomodasi sewa wisma sebesar Rp214 juta kepada pengelola wisma.

Rinciannya, empat kali pembayaran senilai total Rp89 juta kepada Tjupriatna dan dua kali pembayaran kepada Hsr--nama samaran yang tertera dalam laporan BPK--sebesar Rp125 juta.

Tjupriatna tentu kesal. Ia membantah telah menerima Rp89 juta. Dalam laporan BPK, pengelola Wisma Pussenif hanya menerima Rp42 juta dari bendahara panitia Liga Santri Nusantara 2017.

Artinya, ada pembengkakan Rp47 juta. Tjupriatna berkata kuitansi resmi yang diberikan ke RMI masih bersih, belum ada coretan nominal.

Ia bicara blak-blakan kepada auditor BPK bahwa pernah diminta kuitansi kosong oleh panitia, bahkan pernah diminta tandatangan untuk segala macam pengeluaran di Wisma Pussenif. Namun, Tjupriatna menolak karena jika ada persoalan bisa berisiko terhadap dirinya.

"Nanti dikirain kami dapat uang, padahal enggak," kata Tjupriatna.

Sementara untuk penginapan di barak, panitia membayar ratusan juta meski Tjupriatna tak mengetahui persis total uang karena beda pengelolaannya.

Penyewaan barak dikelola terpisah oleh Pusat Pendidikan Infanteri Pussenif. Dalam laporan BPK, pembayaran penginapan di barak sebesar Rp125 juta.

Padahal, menurut Tjupriatna, fasilitas di barak berupa tempat tidur lipat aluminium. Dia juga sempat protes kepada panitia karena sewa penginapan di wisma dan barak dipukul rata oleh panitia meski beda fasilitas; masing-masing Rp50 ribu per kepala.

Tjupriatna berkata sewa penginapan di wisma diketahui langsung oleh komandan Pussenif karena termasuk bisnis yayasan. Ini berbeda dari sewa penginapan di barak.

"Kalau menginap di barak, kuitansinya biasa saja. Kalau di wisma, kuitansinya resmi dan diketahui komandan," katanya.

Sekalipun RMI sebagai panitia Liga Santri mengklaim membayar biaya penginapan di barak untuk 500 pemain, tetapi cerita berbeda diungkapkan oleh salah satu peserta Liga Santri 2017.

Aslih Maulana, manajer tim Ponpes Darul Huda Mayak dari Ponorogo, Jawa Timur, berkata kepada Tirto bahwa suporter tim santri yang pergi ke Bandung tidak ditanggung penginapan oleh panitia. Karena itu pihak ponpes menyewa sendiri tempat tidur di barak.

“Kasur model tentara seperti matras Rp20 ribu per kepala,” kata Maulana.

Mohamad Alfuniam, Direktur Eksekutif Liga Santri Nusantara 2017, membantah tudingan soal manipulasi nota dan temuan BPK lainnya.

Menurutnya, RMI telah menyelesaikan laporan pertanggungjawaban kepada BPK sehingga tak ada persoalan lagi. Jika bermasalah, ujarnya, tak mungkin RMI mendapatkan anggaran dari Kemenpora untuk turnamen Liga Santri 2018, yang digelar di Solo.

Ia juga membantah pernyataan Tjupriatna ketika kami menyampaikan bahwa panitia meminta kuitansi kosong kepada pengelola Wisma Pussenif.

"Enggak ada itu. Sudah beres semua, kok. Laporan pertanggungjawaban dari kami sudah diterima. Enggak ada masalah," katanya dengan nada tinggi saat kami mengonfirmasi ulang pada 4 Februari kemarin.

Infografik HL Indepth Liga Santri Kuitansi Kosong

Infografik Kuitansi Kosong untuk LSN 2017. tirto.id/Lugas

Kuitansi Fiktif Bus

Persoalan menggelembungkan anggaran tak cuma untuk perkara penginapan di Wisma Pussenif. Panitia juga bermasalah dalam mempertanggungjawabkan biaya sewa bus pada Liga Santri Nusantara 2017.

Laporan BPK menyebut bukti pembayaran 81 unit bus TUt--nama samaran--sebesar Rp194 juta yang diserahkan RMI rupanya dibantah oleh pihak perusahaan bus setelah dicek ulang BPK.

Pertama, bukti kuitansi sewa bus yang ditunjukkan BPK ternyata palsu karena kuitansi asli perusahaan bus menggunakan nomor dan diketik lewat mesin elektronik. Kedua, perusahaan bus tak pernah membuat mutasi sebesar Rp194 juta pada 28 Oktober 2017.

Perusahaan bus lain yang dimanipulasi bukti kuitansinya oleh panitia Liga Santri adalah perusahaan bus Jprim--juga nama samaran yang tertera dalam laporan BPK.

Panitia menyatakan telah membayarkan sewa mikrobus dan bus sebesar Rp151 juta; terdiri Rp140 juta untuk biaya sewa 16 unit mikrobus (elf) pada 25 Oktober 2017, dan Rp11 juta untuk biaya sewa 16 unit bus pada 28 Oktober 2018.

Namun, bukti-bukti penyewaan bus itu dibantah sendiri perusahaan bus Jprim karena tidak pernah melakukannya dan tak memiliki mikrobus.

Menurut Jupriatna, panitia Liga Santri 2017 menyewa berbagai jenis kendaraan seperti bus, mikrolet, mikrobus, dan angkot untuk mengangkut peserta turnamen ke lokasi pertandingan. Kendaraan-kendaraan itu seperti PO Budiman, Arimbi, angkot cokelat rute Gazebo-Ciwastra, dan angkot kuning rute Karang Setra-Kebon Kalapa.

Banyak perusahaan kendaraan yang berbeda itu menyebabkan kuitansi penyewaannya sulit dikumpulkan.

"Panitia menelepon saya minta tolong urus bus, tapi saya enggak mau," kata Tjupriatna. Ia menolak tawaran mengurus kuitansi dari berbagai jenis bus itu karena bisa dituduh macam-macam, misalnya, sebagai pihak yang membekingi kegiatan Liga Santri 2017.

Saya mengecek ke perusahaan otobus Budiman untuk mengonfirmasi pengakuan Tjupriatna. Salah satu petugas PO Budiman bernama Rahmat membenarkan ada penyewaan bus pariwisata untuk kegiatan Liga Santri Nusantara 2017. Tapi ia tak mengetahui jumlah persisnya.

Seorang sopir angkot cokelat jurusan Gazebo-Ciwastra bernama Amin mengatakan beberapa temannya memang menerima carteran dari santri untuk turnamen bola pada Oktober 2017. Untuk rute Supratman-Gelora Bandung Lautan Api, mereka menerapkan biaya sewa Rp300 ribu untuk pergi-pulang.

Ketua RMI Abdul Ghaffar Rozin berkata panitia telah mengembalikan dana sisa transportasi sekitar Rp150 juta-200 juta kepada BPK. Pengembalian dana ini tidak dianggapnya sebagai dana sisa kegiatan Liga Santri, tetapi karena memang panitia di lapangan tak bisa mempertanggungjawabkan anggaran untuk beberapa kegiatan yang kerepotan dalam hal taat administratif keuangan.

"Pada final Liga Santri, kami meminta pesantren sekitar Jawa Barat untuk meramaikan acara. Itu butuh mobilisasi. Mobilisasi ini pertanggungjawabannya tidak disiplin administrasi," klaim Rozin.

Bagaimanapun, untuk klaim ada mobilisasi santri sekalipun, panitia harus menyertakan salinan STNK kendaraan (bus, mikrolet, mikrobus, dan angkot), SIM sopir dan foto mobil saat mempertanggungjawabkan kegiatannya. Syarat ini nyatanya tak dilengkapi panitia di lapangan.

Rozin mengklaim, meski panitia sudah membayar sewa kendaraan itu, "tetapi kami tak punya bukti, akhirnya kami wajib mengembalikan dana tersebut."

Toh, meski ada klaim seperti itu dari RMI , anggota BPK Achsanul Qosasi berkata sampai akhir Januari 2019, BPK bahkan belum menerima buktinya.

Baca juga artikel terkait PBNU atau tulisan lainnya dari Reja Hidayat

tirto.id - Hukum
Reporter: Reja Hidayat & Mawa Kresna
Penulis: Reja Hidayat
Editor: Fahri Salam