tirto.id - Sekolah negeri lebih rentan disusupi paham-paham radikalisme, hal ini berbeda dengan sekolah-sekolah swasta karena sudah memiliki kurikulum yang cenderung ideologis, demikian menurut Direktur Eksekutif Maarif Institute Muhammad Abdullah Darraz.
"Kelompok radikal menganggap sekolah negeri di bawah koordinasi pemerintah merupakan 'lahan kosong' ideologis yang mudah dipenetrasi," kata Darraz di Jakarta, Selasa (23/5/2017), seperti dikutip dari Antara.
Lebih lanjut Darraz menjelaskan, kecenderungan disusupinya paham radikalisme urung terjadi di sekolah swasta, terutama sekolah keagamaan karena sudah memiliki kurikulum yang ideologis.
Ia mengatakan, sekolah swasta seperti yang dikelola Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU) dan lainnya biasanya menanamkan ideologi yang kuat dibandingkan sekolah negeri.
Hal itu, kata dia, berbeda dengan sekolah negeri karena dalam beberapa kasus biasanya menyerahkan program mentoring, yang biasanya berisi materi ideologis, kepada pihak di luar sekolah.
Ia menjelaskan, celah kekosongan itulah yang biasanya dimanfaatkan kelompok radikal dan intoleran untuk menanamkan ideologi yang anti-Pancasila dan antikebhinnekaan di lingkungan sekolah.
Menurut Darraz, pihak luar sekolah negeri itu biasanya sering menawarkan fasilitas mentoring atau semacamnya yang belum tentu sejalan dengan nilai-nilai ke-Indonesiaan. Menurutnya, hal itu bisa bahaya jika tidak ada kendali dan pengawasan yang terpadu.
Ia mengatakan, penetrasi kelompok radikal saat ini terjadi sangat masif di berbagai lini kehidupan dan masuk secara struktural melalui pertarungan politik dan birokrasi.
Menurutnya, dunia pendidikan juga tidak bisa terlepas dari sasaran kelompok tersebut dan hal tersebut harus diwaspadai di tengah kenyataan masyarakat Indonesia yang majemuk.
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto