tirto.id - Sejak beredar video pengeroyokan suporter Malaysia kepada dua suporter Indonesia, Yovan (23) dan Fuad (27), di media sosial Rabu (20/11/2019) pekan lalu, akun Twitter dan Instagram Menteri Sukan dan Belia (Pemuda dan Olahraga) Malaysia, Syed Saddiq, dibanjiri komentar dari barisan suporter Indonesia.
Mereka menuntut permintaan maaf, atau setidaknya penjelasan. Sesederhana itu.
Saddiq tak kunjung muncul. Baru sehari kemudian dia menanggapi panggilan-panggilan yang mengusik gawainya. Tapi bukan permintaan maaf atau klarifikasi, dia merespons video tersebut dengan desakan agar korban melapor.
“Kalau ada pihak yang dipukul, tolong suruh dia buat laporan ke pihak polisi,” ucapnya.
Tak sampai 24 jam, Saddiq menimpali ujarannya dengan sebuah tudingan: pengeroyokan Yovan dan Fuad hoaks belaka. Ia juga meminta orang-orang untuk tidak “pecah belah hubungan diplomasi kedua negara” karena “kita ini serumpun”.
Hari berlalu. Komentar Saddiq makin bikin warganet Indonesia panas. Namanya lagi-lagi jadi pusat pembicaraan.
Di Twitter, tagar #shameonyousaddiq dua kali menjadi pemuncak trending topic Indonesia, Jumat (23/11/2019) sore dan Sabtu (24/11/2019) menjelang siang. Tuntutan mereka yang menyuarakan tagar ini masih sama: agar sang menteri meminta maaf.
Desakan serupa bahkan bukan cuma disuarakan warganet, tapi juga Kementerian Pemuda dan Olahraga. “Memangnya apa sih susahnya minta maaf?” kata Sesmenpora Gatot S Dewabroto.
Saddiq akhirnya meminta maaf hari Sabtu (23/11/2019) sore. “Saya memohon maaf,” ujarnya lewat sebuah video.
Dia lantas meralat pernyataannya yang menuding pengeroyokan terhadap Yovan dan Fuad sebagai hoaks. Namun, Saddiq tetap bersikukuh kejadian itu tidak ada kaitannya dengan pertandingan sepakbola Timnas Malaysia vs Indonesia dalam kualifikasi Piala Dunia 2022 yang dihelat Selasa (19/11/2019) lalu.
Korban Sakit Hati, Menpora Nyinyir
Yovan, salah satu korban dalam video pengeroyokan itu, membenarkan bahwa lokasi kejadian pemukulan terhadap dirinya dan Fuad jauh dari stadion. “Iya benar [jauh], kejadiannya di Bukit Bintang,” ucapnya saat dihubungi reporter Tirto, Jumat (22/11/2019) lalu. Dia juga mengamini bahwa waktu insiden itu sekitar pukul 03.00, jauh sebelum kickoff.
Kendati demikian, Yovan sama sekali tak sependapat apabila pengeroyokan terhadapnya dinilai tidak ada hubungannya dengan pertandingan Malaysia vs Indonesia. Alasannya jelas: karena 20an suporter Malaysia yang mendatanginya dan Fuad sempat menginterogasi dan mengetes apakah dia bisa berbahasa Melayu.
“Kami enggak bisa, terus mau dibawa ke suatu tempat, tapi kami menolak. Di situ kami kemudian dihajar,” terang Yovan.
Soal permintaan agar melapor, Yovan hanya bisa geleng-geleng kepala. Sebab jauh sebelum imbauan itu muncul pun, Yovan sebenarnya sudah melapor ke polisi setempat.
“Ada saksinya. Saya berobat ke RS terdekat dan membuat laporan ke kepolisian ditemani tiga orang. Dua dari fans JDT (Johor Darul Ta'zim F.C.) dan satu dari Indonesia,” jelasnya.
Suporter klub Semen Padang ini mengaku sakit hati saat Saddiq menuding kejadian di video yang melibatkannya sebagai hoaks. “Itu sangat menyakiti kami, apalagi saya, sebagai korban.”
Jika Yovan sakit hati, lain lagi dengan Kemenpora RI. Belakangan, Menpora Zainudin Amali justru menyinyiri permintaan maaf Saddiq yang cuma disampaikan lewat Twitter.
“Kami sudah mengirim surat secara resmi, semestinya Pemerintah Malaysia juga harus menyampaikan permintaan maaf secara resmi pula,” tutur Menpora Zainudin Amali seperti dilansir Antara.
Zainudin lantas mencontohkan sikap pendahulunya, Imam Nahrawi, yang bahkan meminta maaf langsung dan mendatangi Kementerian Sukan Belia Malaysia ketika kericuhan antarsuporter Indonesia dan Malaysia pecah di Gelora Bung Karno, 5 September 2019.
“Kalau minta maaf secara resmi, pasti dimaafkan, kok. Asalkan juga ada kepastian bahwa pelaku penganiayaan diproses secara hukum,” pungkasnya.
Jangan Cuma Permasalahkan Maafnya
Pandangan menarik dilontarkan pengamat sepakbola sekaligus jurnalis olahraga senior, Budiarto Shambazy. Menurut Budi, gengsi dan tarik ulur permintaan maaf antara pemerintah Indonesia dan Malaysia belakangan ini justru bikin pembahasan soal ricuh antara suporter kedua negara melenceng dari konteks yang lebih penting: penindakan.
“Sebenarnya yang paling penting itu justru gimana tindakan berikutnya. Laporan sudah ada. Lalu ada enggak langkah nyata untuk menindak tegas pelaku?” tuturnya saat dikonfirmasi lewat sambungan telepon, Senin (25/11/2019).
Kritik Budi bukan cuma ditujukan untuk Malaysia. Indonesia, menurutnya, juga harus introspeksi. Peristiwa kerusuhan di GBK yang terjadi 5 September 2019 lalu menurutnya perlu diingat.
“Sekarang gini. Pas rusuh di Indonesia, oke kita minta maaf cepat. Tapi sudah ada belum tindakan nyata menghukum pelaku yang melempari suporter Malaysia?”
“Kita semua sama-sama tahu, sama saja. Jangan cuma mempermasalahkan maafnya. Kedua pihak harus bisa mengatasi kasus masing-masing,” tandasnya.
Editor: Rio Apinino