Menuju konten utama

MA Semestinya Mengerti Keinginan Rakyat Ihwal Caleg Bebas Korupsi

Mahkamah Agung semestinya memahami keinginan rakyat soal caleg bebas korupsi di Pemilu 2019.

MA Semestinya Mengerti Keinginan Rakyat Ihwal Caleg Bebas Korupsi
Gedung Mahkamah Agung. Antara foto/Rosa Panggabean.

tirto.id -

Mahkamah Agung (MA) semestinya memahami keinginan rakyat soal caleg pada Pileg mendatang. Hal ini disampaikan pengamat politik Adi Prayitno sebagai respons atas keputusan MA yang mengabulkan gugatan uji materi Peraturan KPU. Dalam hal ini MA membolehkan eks napi korupsi bisa maju sebagai bakal calon legislatif pada Pemilu 2019.

“Kita menginginkan caleg yang jauh dari korupsi. Keputusan ini seolah melegalkan mantan koruptor boleh ikut berkompetisi (menjadi caleg),” ujar Adi di Jakarta, Sabtu (15/9/2018).

Dia berpendapat demokrasi Indonesia bukan hal-hal yang bersifat prosedural saja, tapi juga berkaitan dengan substansi. Mestinya, lanjut Adi, MA, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mempertimbangkan substansi ihwal rekam jejak para caleg, khususnya caleg bekas narapidana koruptor.

“Secara substansi, demokrasi kita mundur. Ini ironi, seakan-akan bangsa ini tidak memiliki elite politik yang berkualitas sehingga mengizinkan mereka yang memiliki masa lalu yang buruk (bekas napi koruptor) untuk menjadi caleg,” ujar Adi.

Selain itu, Adi menyatakan Peraturan KPU (PKPU) ini dinilai oleh MA dan Bawaslu sebagai aturan yang lemah, sebab PKPU tidak dibuat oleh DPR dan pemerintah dan dibuat oleh internal KPU.

Meski rentan dianulir, pembuatan PKPU juga diatur dalam undang-undang. Selain itu, tambah Adi, KPU berwenang untuk menafsirkan peraturan-peraturan sebagai bagian untuk menerjemahkan proses administrasi yang sedang berlangsung.

“Yang jadi masalah, ketika KPU diberikan kewenangan untuk membuat peraturan, banyak pihak yang meragukan kapasitas KPU,” jelas dosen politik dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.

Pada Kamis (13/9), MA mengabulkan gugatan uji materi pasal 4 ayat 3 Peraturan KPU Nomor 20 tahun 2018 ihwal ketentuan yang mengatur larangan terhadap eks narapidana korupsi, mantan napi bandar narkoba dan eks napi kejahatan seksual pada anak menjadi caleg.

Putusan hakim agung menilai ketentuan dalam PKPU 20/2018 dan PKPU 26/2018, bertentangan dengan Pasal 240 ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Pasal 240 ayat (1) huruf g UU Pemilu menyatakan bahwa Bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota adalah Warga Negara Indonesia dan harus memenuhi persyaratan: "Tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana.”

Baca juga artikel terkait PILEG 2019 atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Penulis: Adi Briantika
Editor: Agung DH