tirto.id - Lembaga Survei Indonesia (LSI) memperkirakan masih tingginya potensi politik uang dalam Pilkada 2017 karena masih banyaknya kelompok masyarakat yang menganggap wajar cara itu.
Hal tersebut disampaikan Direktur Lembaga Survei Indonesia (LSI) Kuskrido Ambardi dalam diskusi "Analisis Demografis tentang Pilkada di Indonesia: Sebuah Pandangan dari Medan Pertempuran" di UGM, Yogyakarta, Kamis (9/2/2017).
"Pada Pilkada tahun ini menurut saya (politik uang) lebih banyak lagi dan hampir setiap tim sukses memperhitungkan itu," kata Kuskrido Ambardi.
Lebih lanjut Kuskrido menjelaskan hasil survei pada 2009 terhadap masyarakat yang menganggap wajar dan tidak mempermasalahkan politik uang mencapai 48 persen.
Sementara di tahun 2017, kata dia, persentase itu diperkirakan justru meningkat dengan rata-rata nasional mencapai 50-60 persen.
Menurut Kuskrido, meski hal tersebut tidak secara langsung diakui masyarakat, namun potensi penerimaan politik uang erat kaitannya dengan akar kultur dan ekonomi masyarakat, terutama karena faktor kemiskinan.
"Dari sisi kultural sebagian masyarakat Indonesia tidak terlalu ketat memisahkan mana harta publik dengan harta pribadi. Sedangkan dari sisi ekomoni terdorong karena benar-benar faktor kemiskinan," katanya dikutip dari Antara.
Potensi politik uang, kata dia, akan menguat apabila selisih potensi suara antar calon kepala daerah semakin menipis dengan merujuk prediksi berbagai lembaga survei.
"Ketika selisih dukungan elektoral antar kandidat itu semakin mengecil maka siasat politik uang semakin dianggap penting," kata Kuskrido yang juga pakar komunikasi politik UGM itu.
Dia menegaskan bahwa hal tersebut dapat menjadi cerminan bahwa kampanye antipolitik uang selama ini masih belum berpengaruh. Untuk itu, ia berharap bahwa kampanye antipolitik uang oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atau lembaga lainnya perlu ditingkatkan lagi.
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto