Menuju konten utama

LSI Denny JA: 5 Partai DPR Belum Tentu Lolos Ambang Batas Parlemen

Berdasar hasil survei terbaru LSI Denny JA, ada lima partai pemilik kursi di DPR saat ini yang terancam gagal memenuhi ambang batas parlemen di Pemilu 2019.

LSI Denny JA: 5 Partai DPR Belum Tentu Lolos Ambang Batas Parlemen
Warga menunjukkan surat suara saat pelaksanaan Simulasi Nasional Pemilihan Umum 2019 tahap II di Desa Kadungmangu, Babakan Madang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Sabtu (30/9/2017). ANTARAFOTO/Yulius Satria Wijaya.

tirto.id - Hasil survei terbaru LSI Denny JA untuk bulan Januari 2018 menyimpulkan ada lima partai, yang kini memiliki kursi di DPR RI, terancam memiliki elektabilitas rendah di Pemilu 2019. Kelima partai itu adalah PPP, Nasdem, PKS, PAN dan Hanura.

Survei LSI Denny JA menyimpulkan elektabilitas kelima partai itu hingga awal 2018 masih rendah sehingga berpotensi tidak lolos ambang batas parlemen di pemilu 2019.

Hasil survei itu mencatat PPP hanya memiliki elektabilitas 3,5 persen, Nasdem 4,2 persen, PKS 3,8 persen, PAN 2 persen dan Hanura 0,7 persen. Sementara, ambang batas parlemen yang telah disepakati dalam UU Pemilu baru adalah sebesar 4 persen.

"Meskipun Nasdem 4,2 persen, tapi belum aman. Perlu diingat survei ini menggunakan margin error lebih kurang 2,9 persen. Bisa jadi suaranya tambah 2,9 persen itu atau berkurang 2,9 persen," kata Peneliti LSI Denny JA, Rully Akbar, di Kantornya, Rawamangun, Jakarta Timur, Rabu (24/1/2018).

Secara khusus, Rully menyoroti rendahnya elektabilitas PAN dan Hanura. Menurut dia, rendahnya elektabilitas kedua partai lebih besar dipengaruhi oleh faktor internal.

Sementara PAN, menurut Rully, belum mempunyai program yang segar untuk ditawarkan kepada publik. Partai ini juga belum memilik sosok figur yang dapat menggaet suara publik.

"Zulkifli belum terlihat mampu mengonsolidasikan suara PAN," kata Rully.

Masyarakat Muhammadiyah, sebagai basis suara organik PAN, menurut dia, tidak sepenuhnya bisa digiring mendukung partai tersebut. Hal ini berbeda dengan PKB yang bisa menggiring massa Nahdlatul Ulama (NU), terutama di Jawa Timur, untuk memberi dukungan ke partai ini.

"Faktanya suara Muhammadiyah lebih cair untuk PAN ketimbang NU untuk PKB," kata Rully.

Selain itu, dia menilai, sebagai partai pendukung pemerintahan Jokowi, PAN belum mampu mengasosiasikan program partainya dengan kebijakan pemerintah. Akibatnya, ketika partai pendukung pemerintah lainnya, seperti Golkar dan PDIP, memperoleh pengaruh positif dari elektabilitas Jokowi, PAN justru tidak mendapatkannya.

"Apalagi PAN tidak sejak awal dukung pemerintahan Jokowi," kata Rully.

Hal serupa, Rully menambahkan, juga dialami oleh Hanura yang juga menjadi bagian partai pendukung pemerintahan Jokowi. Akan tetapi, nasib Hanura bisa menjadi lebih buruk apabila tidak segera meredakan konflik di internal itu.

"Jika situasi Hanura tidak segera islah (damai), bisa benar-benar terlempar dari parlemen," kata Rully.

Rully berpendapat Hanura berbeda dengan Golkar. Keduanya memang sama-sama sempat dilanda konflik internal. Tapi, Golkar lebih mudah melakukan pemulihan konsolidasi internal setelah dilanda konflik sekaligus mengubah citranya untuk mengerek elektabilitas partai.

"Kalau Hanura paling cuma untuk diketahui masyarakat saja. Kalau (konflik) untuk menaikkan elektabilitas, saya pikir tidak bisa," kata Rully.

Upaya menaikkan kembali elektabilitas Hanura bergantung pada langkah Wiranto. Rully mengatakan sosok Wiranto sebagai pendiri Hanura lebih bisa menarik simpati massa ketimbang Oesman Sapta Odang (OSO) maupun Daryatmo—dua tokoh yang berebut posisi ketua umum di Hanura.

"Sudah benar Pak Wiranto ambil alih konflik Hanura. Katanya juga sudah mau islah," kata Rully.

Baca juga artikel terkait PEMILU 2019 atau tulisan lainnya dari M. Ahsan Ridhoi

tirto.id - Politik
Reporter: M. Ahsan Ridhoi
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Addi M Idhom