Menuju konten utama

LP Ma'arif NU Sebut Sekolah 8 Jam Mengancam Madrasah Diniyah

Lembaga Pendidikan Ma'arif Nahdlatul Ulama (LP Ma'arif NU) menyatakan penerapan aturan sekolah 8 jam sehari akan merugikan madrasah diniyah. Alasannya, program diniyah tak mudah diintegrasikan dengan kegiatan sekolah formal.

LP Ma'arif NU Sebut Sekolah 8 Jam Mengancam Madrasah Diniyah
(ilustrasi) Pelajar dibimbing seorang ustad yang mengikuti program pendidikan diniyah di SD Negeri 42 Lamteh Ulee Kareng, Banda Aceh, Aceh, Kamis (2/3/2016). ANTARA FOTO/Irwansyah Putra.

tirto.id - Lembaga Pendidikan Ma'arif Nahdlatul Ulama (LP Ma'arif NU), Arifin Junaidi menyatakan penerapan aturan sekolah 8 jam sehari bisa merugikan madrasah diniyah. Menurut dia, janji Kemendikbud yang akan mendorong integrasi antara program madrasah diniyah dengan sekolah formal sulit terealisasi.

Arifin khawatir peraturan tersebut dapat mematikan madrasah diniyah di banyak daerah yang kebanyakan digelar oleh pesantren atau sekolah berbasis agama islam di bawah naungan NU.

Arifin berpendapat sistem pendidikan madrasah diniyah tak bisa serta-merta digabung dengan sekolah formal. Alasan dia, selama ini program madrasah diniyah dan pengajaran agama di banyak pesantren telah memiliki sisten tersendiri dan terpisah dari sekolah formal. Apalagi, tak semua siswa madrasah diniyah merupakan peserta sekolah formal dan sebaliknya.

"Jadi kalau kemudian dikatakan ini (sekolah formal 8 jam sehari) akan dikaitkan dengan madrasah diniyah ini saya kira jauh panggang dari api," kata Arifin di Kantor Pusat PBNU, Jakarta Pusat, Kamis (15/6/2107).

Arifin mengatakan LP Ma'arif NU kini membawahkan 48 ribu sekolah dan madrasah formal dan 7000 madrasah diniyah di seluruh Indonesia. Peserta didik sekolah dan madrasah formal itu mencapai 9 juta siswa dan pengajarannya melibatkan 700 ribu guru.

Sementara, di madrasah diniyah, terdapat 350 ribu guru dengan jumlah siswa hampir dua kali lipat dari jumlah siswa di sekolah formal yakni 15 juta siswa.

"Saya kira banyak sekali sekolah-sekolah madrasah diniyah baik yang di dalam pesantren maupun di luar pesantren yang melayani masyarakat di waktu sore dan itu kemudian tidak bisa digabungkan begitu saja dengan sekolah formal yang ada, kata dia.

Arifin menilai, pemberlakuan sekolah formal 8 jam sehari sebagai, "Masalah yang serius."

Karena itulah, kata dia, LP Maarif NU menolak Peraturan Mendikbud Nomor 23 tahun 2017 yang memberlakukan sekolah 8 jam sehari selama lima hari sepekan. Aturan ini, menurut Arifin, tak ubahnya mewajibkan sekolah seharian penuh atau full day school ke semua lembaga pendidikan formal di tingkat dasar dan menengah.

"LP Maarif NU menyatakan tegas menolak wacana full day school yang diwacanakan oleh Mendikbud. Dulu disebut Full Day School. Kemudian setelah ada penolakan diubah menjadi sekolah 5 hari. 8 jam satu harinya. Tapi ini sama saja," kata dia.

Sebaliknya, Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud, Hamid Muhammad mengatakan penambahan jam belajar tersebut tidak akan mematikan kegiatan madrasah diniyah. Menurut dia, madrasah diniyah justru sudah otomatis akan bersinergi dengan sekolah formal bila aturan sekolah 8 jam sehari berlaku.

Hamid menjelaskan kegiatan madrasah diniyah, yang biasanya berlangsung selama dua jam sejak pukul 15.00-17.00 WIB, akan disinkronisasikan dengan kegiatan belajar di sekolah yang berlangsung selama pukul 07.00-13.00 WIB.

Dengan begitu, kata dia, sekolah berbasis agama atau pesantren yang biasa menggelar madrasah diniyah tak perlu memulangkan siswanya seperti sekolah-sekolah reguler pada pukul 15.00 WIB.

"Jadi sampai jam 1, siswa selesai pulang dulu makan jam 2, setengah 3 mereka ke madrasah diniyah. Bagi daerah yang sudah melaksanakan itu, itu sebenarnya sudah selesai," ata dia di Gedung Kemendikbud, Jakarta hari ini.

Aturan sekolah 8 jam sehari tersebut tertuang dalam Permendikbud nomor 23 tahun 2017 tentang Hari Sekolah yang terbit pada Selasa kemarin. Aturan ini akan berlaku mulai tahun ajaran baru 2017/2018 mendatang.

Baca juga artikel terkait FULL DAY SCHOOL atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Pendidikan
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Addi M Idhom

Artikel Terkait