tirto.id - Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM Zaenur Rohman menilai kelima nama yang dipilih dan dilantik Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai Dewan Pengawas KPK tidak bisa mengembalikan kepercayaan publik yang kadung pesimistis usai terbitnya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019.
"Itu upaya Jokowi untuk mengambil kembali simpati rakyat yang telah sakit hati atas sikap Jokowi merevisi UU KPK dan memilih capim KPK yang bermasalah," ujarnya kepada tirto, Jumat (20/12/2019).
Lima orang anggota Dewas KPK yang ditunjuk Presiden Jokowi adalah mantan pimpinan KPK jilid I Tumpak Hatorangan Panggabean, mantan Hakim Konstitusi Harjono, Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Kupang, Nusa Tenggara Timur Albertina Ho, mantan Hakim Agung di Mahkamah Agung Artidjo Alkostar, peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris.
Menurut Zaenur, persoalan Dewas KPK bukan terletak pada sosok-sosok yang ditunjuk Presiden Jokowi tersebut. Komposisi Dewas yang baru saja dilantik itu tidak bermasalah, melainkan fungsi dan konsepnya yang bermasalah.
Konsep Dewas yang diberikan tugas penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan sebagaimana aspek pro justicia membikin tupoksi Dewas keliru.
"Itu menghambat pemberantasan korupsi dan itu konsep yang keliru. Karena Dewas itu bukan penegak hukum. Kenapa yang bukan penegak hukum diberi kewenangan pro justicia," ujar Zaenur.
Terlebih lagi, menurutnya, proses pemilihan Dewas ini tidak transparansi, akuntabel, dan partisipasi lantaran ditunjuk langsung oleh Presiden. Hal itu ia akui karena implementasi undang-undang yang cacat.
"itu lahir dari UU yang cacat juga. Masa depan pemberantasan korupsi menurut saya masih suram. Ini dinpersimpangan jalan dengan pimpinan yang seperti itu dan juga Dewas," tutupnya.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Maya Saputri