tirto.id - Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta akan melaporkan insiden pemukulan yang dilakukan oleh polisi dari Polda DIY. Insiden itu terjadi saat tim LBH Yogya akan mendampingi massa demo Hari Buruh 2018 yang ditangkap karena kericuhan pada Selasa (1/5/2018).
"Kami akan melayangkan nota protes dan pengaduan secara pidana maupun secara etik ke Propam (Profesi dan Pengamanan) dalam jangka waktu yang tidak lama," kata Kepala Departemen Advokasi LBH Yogyakarta, Yogi Zul Fadhli di Yogyakarta, Kamis (3/5/2018).
Peristiwa tersebut berawal dari tim LBH yang dilarang mendampingi 69 peserta demo yang ditangkap polisi. Emanuel Gobay, pengacara publik LBH yang diminta mahasiswa untuk mendampingi mereka tiba di Polda DIY sekitar pukul 19.00 WIB.
Pukul 19.30, Yogi datang membawa surat kuasa dan langsung meminta izin untuk bertemu mahasiswa. Namun, polisi tetap tidak mengizinkan masuk ke aula tempat mahasiswa dikumpulkan dengan alasan pendataan yang belum selesai.
Sekitar pukul 20.30 WIB, seorang polisi datang ke aula dan memerintahkan dengan berteriak yang intinya meminta semua warga sipil dan siapapun yang tidak berkepentingan untuk meninggalkan lokasi.
Tim LBH mempertanyakan dasar hukum pengusiran tersebut. Polisi beralasan, semua warga sipil harus keluar sampai pendataan selesai karena dianggap mengganggu proses.
"Sempat terjadi negosiasi antara LBH dan polisi agar mereka diperbolehkan masuk, namun polisi tidak mengizinkan dengan menggunakan dasar diskresi polisi," kata Emanuel.
Tim LBH tetap bertahan sampai akhirnya mereka diusir paksa dan terjadi aksi pengeroyokan dari polisi yang jumlahnya lebih banyak dari LBH yang berjumlah 6 orang.
Saat peristiwa itu, Emanuel mendapatkan pukulan beberapa kali dari polisi, dan satu pukulan mengenai telinga bagian atas. Tim LBH pun memutuskan untuk mundur dari Polda DIY.
Menurut Yogi, kedatangan LBH ke Polda DIY didasarkan pada permohonan bantuan hukum. Hal itu diatur dalam UU Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum dan HAM. Oleh karena itu, kedatangan LBH pada Selasa malam adalah dalam rangka melakukan pelayanan bantuan hukum.
"Tindakan polisi menghalangi advokat LBH untuk menemui mahasiswa, apalagi sampai melakukan tindakan kekerasan, mengabaikan Pasal 5 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat," ujar Yogi.
Beleid tersebut menyatakan advokat berstatus sebagai penegak hukum, bebas dan mandiri yang dijamin oleh hukum dan peraturan perundang-undangan.
Yang dimaksud dengan advokat berstatus sebagai penegak hukum adalah advokat sebagai salah satu perangkat peradilan yang mempunyai kedudukan setara dengan penegak hukum lainnya dalam menegakkan hukum dan keadilan.
"Atas dasar itu kami menyatakan sikap menolak tegas segala bentuk kekerasan dan menyayangkan oknum polisi yang melakukan kekerasan berupa pengeroyokan dan pemukulan terhadap kami, terutama Emanuel, apalagi ini dilakukan di kantor polisi, yang harusnya menjadi ruang aman bagi siapapun," kata Yogi.
LBH Yogya juga menuntut Kapolda DIY untuk meminta maaf secara terbuka kepada advokat khususnya PBH LBH Yogya agar tidak menjadi preseden di kemudian hari. Yogi khawatir hal semacam ini akan menjadi tren dalam hal advokasi antara pengacara dan klien.
Yogi menyatakan pihaknya sudah bertemu dengan Kabid Humas Polda DIY AKBP Yuliyanto. Menurut Yogi, Yuli sudah menyampaikan permintaan maaf, dan mempersilakan untuk melakukan pengaduan dan nota protes ke Propam.
Hal tersebut dibenarkan Yuliyanto. Ia menyatakan, pada Rabu (2/5/2018), LBH Yogya sudah datang ke Polda dan menceritakan kejadian.
"Kami sudah sampaikan bisa nanti audiensi dengan Kapolda atau mengirim surat tentang keberatan yang mereka rasakan. Laporan SPKT [Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu] sampai sekarang belum ada," pungkas Yuliyanto.
Penulis: Dipna Videlia Putsanra
Editor: Dipna Videlia Putsanra