Menuju konten utama

LBH Jakarta Nilai HoA PAM Jaya dan Aetra Hanya Restrukturisasi

LBH Jakarta menilai, kesepakatan yang telah diambil oleh PT Aetra Jakarta dan PAM Jaya dalam Head of Agreement (HoA) masalah pemutusan swastanisasi air hanyalah sebatas restrukturisasi.

LBH Jakarta Nilai HoA PAM Jaya dan Aetra Hanya Restrukturisasi
Petugas mengecek persedian air bersih di instalasi pengolahan air Palyja di Jalan Penjernihan, Jakarta. tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Arif Maulana menilai, kesepakatan yang telah diambil oleh PT Aetra Jakarta dan PAM Jaya dalam Head of Agreement (HoA) masalah pemutusan swastanisasi air hanyalah sebatas restrukturisasi, bukanlah pengambilalihan air.

“Kesepakatan antara Aetra dan PAM ini diklaim oleh gubernur sebagai pengambilalihan air, tapi sebetulnya yang terjadi hanyalah restrukturisasi,” kata Arif saat dihubungi pada Senin (22/4/2019).

Diberitakan sebelumnya, Aetra dan PAM Jaya telah menandatangani kesepakatan awal antara Direktur Utama PAM JAYA Priyatno Bambang Hernowo dengan Presiden Direktur PT Aetra Air Jakarta Edy Hari Sasono, Jumat (12/4/2019) lalu.

Bambang juga menyampaikan, PAM Jaya dan Aetra sepakat menyusun transisi dalam pengelolaan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) di DKI Jakarta setelah pengembalian konsesi.

Kemudian, juga sepakat menyusun rencana peningkatan pelayanan untuk mencapai akses air bersih warga DKI Jakarta sebesar 82 persen pada 2023 yang akan dituangkan dalam perjanjian pernyataan kembali.

Pengelolaan air sejak 1988 dijalankan oleh Aetra di sisi timur DKI Jakarta, sedangkan sisi barat DKI Jakarta dijalankan PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja). Kini, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan memutuskan pengelolaan air diambil alih pemerintah provinsi.

Restrukturisasi hanyalah merubah kesepakatan bagian pengelolaan, bukanlah pengalihan secara keseluruhan. Hal tersebut, jelas Arif, tidak sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Tahun 2015 tentang sumber daya air dan tidak sesuai dengan Undang-Undang Pasal 33 bahwa pengelolaan air memang semestinya dikembalikan sepenuhnya ke negara, melalui PAM Jaya.

“Jadi menurut saya, apa yang terjadi tidak sesuai dengan janji gubernur untuk menghentikan swastanisasi air di Jakarta,” ujar Arif.

“Dan yang buruk, ini juga tidak terbuka pada masyarakat, pada publik. Kalau swatanisasi ini terus dilanjutkan, sebetulnya risiko Pemda untuk melanggengkan pelanggaran konstitusi potensi kerugian negara, kerugian masyarakat, ya akan terus terjadi,” tambahnya.

Arif pun menuntut agar Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membuka sejumlah data terkait masalah swastanisasi air ke publik, khususnya hasil kajian dari Tim Tata Kelola Air yang menjadi salah satu landasan dalam pembuatan HoA.

“Yang kedua, kami minta pemprov untuk melakukan konsultasi publik mengenai langkah yang akan diambil untuk menghentikan swastanisasi air di Jakarta,” tukas Arif.

Baca juga artikel terkait SWASTANISASI AIR JAKARTA atau tulisan lainnya dari Fadiyah Alaidrus

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Fadiyah Alaidrus
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno